MAKALAH
TIGA
DINASTI BESAR ISLAM
Disusun dan Dibuat Guna Melengkapi Tugas
Mata Kuliah: Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu: M. Hufron Dimyati, MSI
Di susun Oleh :
Kelompok 8
1. Fitrotul Aini (2023113026)
2. Lusiana (2023113006)
Kelas A
TARBIYAH / PGMI
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Kemunculan islam dalam sejarah dunia sebagai suatu peristiwa yang
unik dan ajaib. Agama ini sejak berabad-abad menyebar sebagai belahan bumi ini
guna memengaruhi kehidupan manusia, baik sistem social, ekonomi, maupaun budaya
menuju tatanan yang lebih berabad.Islam tidak hanya terbatas dalam koridor
keagamaan dan transenden, tetapi juga sebagai sesuatu peradaban yang utuh dan
sempurna.Atas dasar itu,islam berdiri bahkan meninggalkan suatu sistem
pemerintahan dengan Negara besar yang sangat luas, yang belum pernah terjadi
dalam sejarah umat manusia sebelumnya.
Untuk itu dalam makalah ini kami akan membahas tentang tiga
kerajaan besar islam mulai dari
Asal-usul kerajaan safawiyah,kemajauan peradaban dinasti safawiyah, sejarah
berdirinya kerajaan usmani,peradaban islam diturki dan Asal usul-usul bangsa
mongol sampai masa kehancuran mongol.
BAB II
PEMBAHASAN
TURKI USMANI
(1288-1924 M)
A. Sejarah
Berdirinya Kerajaan Turki Usmani
Pendirinya
kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghus yang mendiami daerah Mongol
dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka
pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad
kesembilan atau kesepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah.
Di bawah tekanan serangan Mongol
pada abad ke-13, mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat
pengungsian di tengah-tengah saudara mereka, orang-orang Turki Saljuk, di
daratan tinggi Asia kecil. Di bawah pimpinan Ertoghul, mereka mengabdikan diri kepada
Sultan Alaudin II, Sultan Saljuk yang kebetulan sedang berperang melawan
Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alaudin mendapatkan kemenangan. Atas
jasa baik itu, Alaudin menghadiahkan sebidang tanah di Asia kecil yang
berbatasan dengan Bizantium.
Tahun 1300 M, bangsa Mongol
menyerang kerajaan Saljuk dan Saljuk Alaudin terbunuh. Kerajaan Saljuk Rum ini
kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usmani kemudian
menyatakan kemerdekaan dam berkuasa penuh atas daerah yang didudukunya. Sejak itulah
Kerajaan Usmani dinyatakan berdiri. Pengusa Pertama adalah Usman yang disebut
juga dengan Usman I. Setelah Usman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah
Al-Usman (Raja besar keluarga Usman) tahun 699 H (1300 M) Setapak demi setapak
wilayah kerajaan dapat diperluasnya.
Pada Masa pemerintahan Orkhan
(1326-1359 M) Turki Usmani dapat menaklukkan Azumia (1327), Tasasyani (1330 M),
Uskandar (1328 M), Ankara (1354 M), Gallipoli (1356 M). Daerah ini adalah
bagian bumi Eropa yang pertama kali diduduki kerajaan Usmani. Turki Usmani
mencapai kegemilangannya pada saat kerajaan ini dapat menaklukkan pusat
peradaban dan pusat Agama Nasrani di Bizantium, yaitu konstantinopel. Sultan
Muhammad II yang dikenal dengan Sultam Muhammad Al-Fatih (1451-1484 M) dapat
mengalahkan Bizantium dan menaklukkan konstantinopel pada tahun 1453 M.
Dengan terbukanya kota
konstantiponel sebagai benteng pertahanan terkuat Kerajaan Bizantium, lebih
memudahkan arus ekspansi Turki Usmani ke benua Eropa. Dan wilayah Eropa bagian
timur semakin terancam oleh Turki Usmani karena ekspansi Turki Usmani juga
dilakukan ke wilayah ini, bahkan sampai ke pintu gerbang kota Wina, Austria.
Setelah Sultan sulaiman meninggal
dunia, terjadinya perebutan kekuasaan antara putra-putranya, yang menyebabkan
kerajaan Turki Usmani mundur. Akan tetapi, meskipun mengalami kemunduran,
kerajaan ini untuk masa beberapa abad masih di pandang sebagai Negara yang kuat
, terutama dalam bidang militer. Kejayaan Turki Usmani yang memerintah hampir
tujuh abad lamanya (1299-1924 M), diperintah oleh 38 Sultan. Kerajaan Turki
Usmani dialami pada abad ke-16, ketika Dinasti Turki usmani mencapai kejayaan
sehingga daerah kekuasaannya itu membentang dari Selat Persia di Asia sampai ke
pintu gerbang Kota Wina di Eropa dan dari laut Gaspienne di Asia sampai ke
Aljazair di Afrika Barat. Kemajuan dan Perkembangan ekspansi kerajaan Turki
Usmani yang demikian luas dan berlangsung dengan cepat itu diikuti pula oleh
kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam aspek peradabannya.[1]
Sejak zaman dahulu di sebelah barat
gurun pasir Gobi ada suku yang bernama Turki. Mereka hidup secara nomaden. Pada
saat perkembangan periode Islam mereka dikalahkan oleh bangsa Tartar, maka
mereka pindah ke barat sampai di tepi Laut Tengah (kini dikenal dengan sebutan
Anatolia), yang sebelah selatannya terdapat bangsa Arab. Bangsa Turki terbagai
suku, diantaranya yang terkenal adalah suku Ughuj. Suku ini terbagi menjadi 24
sub-suku. Dalam salah satu sub-suku tersebut lahirlah Sultan pertama dari
Dinasti Turki Usmani yang bernama Usman. Pada Abad ke- 13 M, saat Chengis Khan
mengusir orang-orang Turki dari Khurasan dan seitarnya. Kekeknya Usman, yang
bernama Sulaeman bersama pengikutnya bermukim di Asia Kecil.
Pada awalnya kerajaan Turki Usmani
hanya memiliki wilayahyang sangat kecil, namun dengan adanaya dukungan militer,
tidak berapa lama Usmani menjadi kerajaan yang besar dan bertahan dalam kurun
waktu yang lama. Setelah Usman meninggal pada 1326, puteranya Orhan (Urkhan)
naik takhta pada usia 42 tahun. Pada periode ini tentara Islam pertama kali
masuk ke Eropa. Orkhan berhasil mereformasi dan membentuk tiga pasukan utama
tentara. Tentara tersebut dibagi dalam, sepuluh, seratus, dan seribu setiap
kelompoknya. Mereka diasingkan dari keluarga. Mereka membawa kejayaan Usmani. Dalam
sejarah islam terdapat dua jabatan penting yang di kuasai oleh seorang
penguasa. Yaitu, sebagai sultan untuk kekuasaan turki dan sebagai khalifah bagi
seluruh dunia islam. Sepeninggal Salim I di gantikan Sulaiman Agung 1520-1566
M, Ia sebagai penguasa usmani yang berhasil membawa kejayaan islam. Ia di
juluki sebagai Sulaeman Al-Qanuni.Sulaiman bukan hanya sultan yang
paling tekenal di kalangan Turki Usmani,akan tetapi pada seorang penguasa yang
saleh ia mewajibkan rakyat muslim harus shalat lima kali dan berpuasa bulan
Ramadhan, jika ada yang melanggar tidak hanya di kenai denda namun juga sanksi
badan.[2]
B. Penaklukan
Konstantiponel
Konstantinopel
adalah ibu kota Bizantium dan merupakan pusat agama Kristen. Ibu kota Bizantium
itu akhirnya dapat ditaklukkan oleh pasukan Islam di bawa Turki Usmani pada
masa pemerintahan Sultan Muhammad II yang bergelar Al-Fatih, Artinya
sang penakluk. Sultan mempersiapkan penaklukan terhadap kota konstantinopel
dengan penuh keseriusan. Dipelajari penyebab kegagalan dalam
penaklukkan-penaklukkan sebelumnya. Sultan tidak mau lagi kalah sebagaimana
para pendahulunya. Ketika kaisar Konstantin IX mengancam Sultan untuk membanyar
pajak yang tinggi kepada pihaknya, dan jika tidak tunduk pada perintah tersebut
maka akan diganggu kedudukannya dengan menundukkan Orkhan, salah seorang cucu
Sulaiman, sebagai Sultan
Konstantinopel akhirnya dapat
dikepung dari segala penjuru oleh pasukan Sultan Muhammad II yang berjumlah
kira-kira 250.000 di bawah pimpinan Sultan Sendiri. Kaisar Bizantium meminta
bantuan kepada Paus di Roma dan raja-raja Kristen di Eropa, Raja-raja Eropa
juga tidak ingin membantunya karena mereka masih dalam perselisihan yang belum
terselesaikan. Dalam masa itu meriam-meriam Turki dimuntahakan ke arah kota dan
menghancurkan benteng-benteng dan dinding-dindingnya sehingga menyerahkan
Konstantinopel pada tanggal 28 Mei 1453.
Dalam pertempuran itu Kaisar mati
terbunuh, dan Konstantinopel jatuh ke tangan Usmani. Sultan Muhammad II
memasuki kota, kemudian mengganti nama Konstantinopel menjadi Istambul, dan
menjadikannya sebagai ibu kota. Sultan mengubah gereja Aya Sophia menjadi
masjid, dan di samping itu ia membangun Masjid dengan nama Masjid Muhammad
sebagai peringantan bagi keberhasilannya dalam menundukan kota itu. Dengan
jatuhnya konstantiponel, pengaruhnya sangat besar bagi Turki Usmani.
Konstantinopel adalah kota pusat kerajaan Bizantium yang menyimpan banyak ilmu
pengetahuan dan menjadi pusat agama Kristen Ortodoks. Kesemuanya itu diwariskan
kepada Usmani. Dari segi letak kota itu sangat strategis karena menghubungkan
dua benua secara langsung, Eropa dan Asia. Penaklukan kota itu memudahkan
mobilisasi pasukan dari Anatolia ke Eropa.
Walaupun para Sultan Usmani setelah
Sulaiman yang Agung pada umumnya lemah, tetapi serangan terhadap Eropa masih berlangsung
terutama untuk menaklukkan Kota Wina di Austria. Kota Wina itu dikepung
berkali-kali, tetapi tidak dapat ditaklukkan. Yang terakhir Kali kota Wina di
Austria itu di kepung oleh pasukan Usmani pada tahun 1683, namun tanpa hasil
yang memuaskan.[3]
C.
Peradaban Islam Di Turki
Sejak
masa Usman bin Artaghol (1299-1326 M), yang dianggap Pembina pertama Kerajaan
Turki Usmani ini dengan nama imperium Ottoman, timbullah kemajuan dalam
berbagai bidang agama Islam. Turki membawa pengaruh cukup baik dalam bidang
ekspansi Agama Islam ke Eropa. Kemajuan lainnya antara lain dalam bidang
militer dan pemerintahan, bidang militer dan pemerintahan, bidang ilmu
pengetahuan dan budaya, serta dalam bidang keagamaan. Dalam perkembangannya
Turki cukup berpengaruh dalam bidang peradaban Islam, dengan corak beradaban
yang khas.
1. Bidang
Pemerintahan dan Militer
Para pemimpin Kerajaan Usmani pada masa-masa pertama adalah
orang-orang yang kuat, sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan cepat
dan luas. Kemajuan Kerajaan Usmani sehinnga mencapai masa keemasannya, bukan
semata-mata karena keunggulan politik para pemimpinnya. Masih banyak factor
yang mendukung keberhasilan ekspansi. Yang terpenting di antaranya adalah
keberanian, keterampilan, ketangguhan dan kekuatan militernya yang sanggup
bertempur kapan saja.
Kekuatan militer kerajaan ini mulai
diorganisasi dengan pertama adalah teratur ketika terjadi kontak senjata dengan
Eropa Pengorganisasian yang baik dan strategi tempur militer Usmani berlangsung
dengan baik. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukan sebagai anggota, bahkan
anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana
Islam untuk dijadikan prajurit.
Program ini ternyata berhasil dengan
terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Yenisseri atau
Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah Kerajaan Usmani menjadi mesin
perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar dalam
penaklukkan negeri-negeri non muslim di Timur yang berhasil dengan sukses.
Keberhasilan
ekspansi tersebut dibarengi pula dengan terciptanya jaringan pemerintahan yang
teratur. Dalam mengolola pemerintahan yang luas, sultan-sultan Turki Usmani senantiasa
bertindak tegas. Dalam struktur pemerinahan, Sultan sebagai penguasa tertinggi,
dibantu oleh Shadr Al-A’zham (perdana mentri) yang membawahi Pasya (gubernur).
Untuk mengatur urusan pemerintahan Negara, di masa Sultan Sulaiman I disusun
sebuah kitab Undang-undang (qanun). Kitab tersebut diberi nama Multaqa
Al-Abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Usmani sampai
datangnya reformasi pada Abad ke-19, Karena jasa Sultan Sulaiman I yang amat
berharga ini, diujung namanya ditambah gelar Sultan Sulaiman Al-Qanuni.
Kemajuan dalam bidang militeran dan pemerintahan ini membawa Dinasti Turki
Usmani maupun membawa Turki Usmani menjadi sebuah Negara yang cukup disegani
pada masa kejayaannya.
2.Bidang Ilmu Pengetahuan
Peradaban Turki usmani merupakan perpaduan bermacan-macam
peradaban, di antanya adalah beradaban Persia, Bizantium, dan Arah dari
peradaban Persia, mereka banyak mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan tata
karma dalam istana raja-raja. Organisasi pemerintahan dan kemiliteran banyak
mereka serap dari Binzantium. Sedangkan ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi,
social, kemasyarakatan dan keilmuan mereka terima dari orang-orang Turki Usmani
yang dikenal sebagai bangsa yang senang dan mudah berasimilasi dengan bangsa
asing dan terbuka untuk menerima kebudayaan dari luar.
3.Bidang Kebudayaan
Dinasti Usmani di
Turki, telah membawa peradaban Islam menjadi peradaban yang cukup maju pada
zaman kemajuannya. Dalam bidang kebudayaan Turki Usmani banyak muncul
tokoh-tokoh penting seperti yang terlihat pada abad ke-16, 17, dan 18. Antara
lain Abad ke-17, muncul penyair yang terkenal yaitu Nafi’ (1582-1636 M), Nafi’
berkerja untuk Murad pasya dengan menghasilkan karya-karya sastra Kaside yang
mendapat tempat dihati para Sultan.
Pada masa Sultan
Sulaiman, di kota-kota besar dan kota-kota lainnya banyak membangun Masjid,
Sekolah, rumah sakit, gedung, jembatan, saluran Air villa dan pemandian umum. Dalam hal pembangunan dan
seni arsitek, Turki Usmani telah menghasilkan keindahan-keindahan yang tinggi
nilainya, dan bercora khusus sehingga membedakan dengan peradaban dan
kebudayaan daulah Islam lainnya.
4. Bidang Keagamaan
Dalam tradisi masyarakat Turki, agama merupakan sebuah factor
penting dalam transformasi social dan politik seluruh masyarakat. Masyarakat
digolongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan
syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Kehidupan keagamaan
pada masyarakat Turki Usmani mengalami kemajuan, termasuk dalam hal ini adalah
kehidupan tarekat. Tarekat yang
berkembang adalah tarekat Bektasyi, dan tarekat Maulawi.
Kajian mengenai
ilmu-ilmu keagamaan Islam, seperti fiqh, ilmu kalam, tafsir dan hadist boleh
dikatakan tidak mengalami perkembangan yang berarti. Para penguasa lebih
cenderung untuk menegakkan satu faham (mazhab) keagamaan dan menekan mazhab
lainnya. Bagaimanapun, Kerajaan Turkki Usmani banyak berjasa, terutama dalam
perusahan wilayah kekuasaan Islam ke banua Eropa. Ekspansi kerajaan ini untuk
pertama kalinya lebih banyak ditujukan ke Eropa Timur yang belum masuk dalam wilayah
kekuasaan dan Agama Islam[4]
D. Kemunduran Islam Di Turki
Setelah Sultan Sulaiman
Al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki Usmani melalui memasuki fase
kemunduran. Akan tetapi, sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan kuat,
kemunduran itu tidak langsung terlihat. Sultan Sulaiman Al-Qanuni diganti oleh
Sultan Salim II (1566-1573 M). Di masa pemerintahannya terjadi pertempuran
antara armada laut Kerajaan Usmani dengan armada laut Kristen yang terjadi dari
angkatan laut Spayol, angkatan laut Bundikia, angkatan laut Sri Paus dan
sebagai kapal para pendeta Malta yang dipimpin Don Juan dari Spayol.
Pertempuran ini terjadi
di Selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini Turki Usmani mengalami
kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut oleh musuh. Baru pada masa
Sultan berikutnya, Sultan Murad III, pada tahun 1575 M Tunisia dapat direbut
kembali. Pada masa Sultan Murad III (1574- 1595 M) Kerajaan Usmani pernah
berhasil menyerbu kaukasus dan menguasai Tiflis di Laut Hitam (1577 M),
merampas kembali Tibris, Ibu kota Kerajaan Safawi, menundukan Georgia,
mencampuri urusan dalam Negeri Polandia, dan mengalahkan gubernur Bosnia pada
tahun 1593 M. Namun, karena kehidupan moral Sultan yang tidak baik menyebabkan
timbulnya kekacauan dalam negeri. Apalagi ketika pemerintahan dipegang oleh
para Sultan yang lemah seperti Sultan Muhammad III (1595-1617 M). Dalam situasi
yang kurang baik itu, Austria berhasil memukul Kerajaan Usmani.
Demikian proses
kemunduran yang terjadi di Kerajaan Usmani pada akhir-akhir keberadaan Dinasti
Turki Usmani. Akhirnya satu persatu negeri-negeri di Eropa yang pernah dikuasai kerajaan ini
memerdekakan diri. Bahkan beberapa daerah di Timur Tengah mencoba bangkit
memberontak. Dengan demikian, pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di
Kerajaan Usmani ketika ia sedang mengalami kemunduran, bukan hanya terjadi di
daerah-daerah yang tidak beragama Islam seperti di wilayah Eropa Timur, tetapi
juga terjadi di daerah-daerah yang berpenduduk muslim.
Menurut Dr. Badri
Yatim, M.A. bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kerajaan Turki Usmani
mengalami kemunduran adalah sebagai berikut.
1)
Wilayah
kekuasaan yang sangat luas
Administrasi pemerintahan bagi suatu negara yang sangat luas
wilayahnya sangat rumit dan kompleks, sementara administrasi pemerintahan
Kerajaan Usmani tidak beres.
2)
Heteroginistas
penduduk
Sebagai kerajaan besar, Turki Usmani menguasai wilayah yang sangat
luas, mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz, dan Yunani di Asia.
3)
Kelemahan
para penguasa
Sepeninggalan Sulaiman Al-Qanuni, Kerajaan Usmani diperintahkan
oleh Sultan-sultan yang lemah, baik dalam kepribadian terutama dalam
kepemimpinannya.
4)
Budaya
koropsi
Korupsi merupakan pembuatan yang sudah umum terjadi dalam Kerajaan
Usmani . setiap jabatan yang hendak diraih oleh seseorang harus “dibayar”
dengan sogokan kepada orang yang berhak memberikan jabatan tersebut.
5)
Pemberontokan
tentara Yenisseri
Kemajuan ekspansi Kerajaan Usmani banyak ditentukan oleh kuatnya
tentara Yenisseri. Dengan demikian, dapat dibayangkan bagaimana kalau tentara
ini memberontak.
6)
Merosotnya
perekomonian
Akibat perang yang tidak pernah berhenti, perekonomian negara
merosot. Pendapatan berkurang, sementara belanja negara sangat besar, termasuk
untuk biaya perang.
7)
Terjadinya
stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi
Kerajaan Usmani kurang berhasil dalam pengembangan ilmu dan
teknologi, karena hanya mengutamakan pengembangan kekuatan militer.
Karena
faktor-faktor tersebut , Turki Usmani menjadi lemah dan kemudian mengalami
kemunduran dalam berbagai bidang. Pada periode selanjutnya di masa modern,
kelemahan Kerajaan Usmani ini menyebabkan kekuatan Eropa tanpa segan-segan
menjajah dan menduduki daerah-daerah muslim yang dulunya berada di bawah
kekuasaan Kerajaan Usmani, terutama di Timur Tengah dan Afrika Utara.[5]
DINASTI SAFAWIYAH (1501-1736 M)
A. Asal Usul Dinasti Safawiyah
Dinasti Safawiyah di Persia berkuasa antara tahun 1502-1722 M.
Dinasti Safawiyah merupakan kerajaan Islam di Persia yang cukup besar. Awalnya
kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan terekat yang berdiri di Ardabi,
sebuah kota di Azerbajian. Tarikat ini diberi nama tarekat Safawiyah, yang
diambil dari nama pendirinya, yaitu Shafi Ad-Din (1252-1334 M), dan nama Safawi
itu terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Shafi
Ad-Din berasal dari keturunan orang yang berada dan memiliki sufi sebagai jalan
hidupnya. Shafi As-Din merupakan keturunan dari Imam Syiah yang keenam, Musa
Al-Kazhi, Gurunya bernama Syaikh Tajuddin IbrahimZahidi (1216-1301 M) yang
dikenal dengan julukan Zahid Al-Gilani. Dikarenakan prestasi dan keturunannya
dalam kehidupan tasawuf, Shafi Ad-Din diambil menantu oleh gurunya tersebut shafi
Ad-Din mendirikan tarekat Safawiyah setelah menggantikan guru dan sekaligus
mertuanya yang wafat pada tahun 1301 M. Pengikut tarekat ini sangat teguh
memegang ajaran agama.
Tarekat yang
dipimpin Shafi Ad-Din ini semakin penting terutama setelah mengubah bentuk
tarekat dari pengajian tasawuf murni yang bersifat local menjadi gerakan
kenamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syiria dan Anatolia. Di
negeri-negeri di liar Ardabil, Shafi Ad-Din menempatkan seorang wakil untuk
memimpin muridnya-muridnya. Wakil tersebut diberi gelar Khalifah. Selama
periode Safawiyah di Persia ini (1502-1722 M), persaingan untuk mendapatkan
kekuasaan antara turki dan Persia menjadi kenyataan. Namun demikian, Ismail
menjumpai saingan kepala batu yaitu Sultan Salim I dari Turki. Peperangan ini ,
seperti para sejarawam menduga, bisa berasal dari kebencian Salim dan
pengejaran terhadap seluruh umat muslim di syiah di daerah kekuasaannya. Fanatisme
Sultan Salim memaksanya untuk membunuh 40.000 orang yang didakwa telah
mengingkari ajaran-ajaran Sunni. Pembunuhan ini digambarkan oleh seoarang ahli
sejarah dari Persia sebagai tindakan yang paling dahsyat atau kejam, Walaupun
dijalankan dengan atas nama agama.
Sekalipun demikian
pemberontakan terus-menerus yang terjadi di Negara besar Nadhir memaksanya
untuk mengakui Sultan Usmani sebagai seorang Khalifah. Pada tahun 1747 M,
Nadhir dibunuh dan digantikan oleh kemenakannya, Ali Kuli. Di masa Pemerintahan
Negara besar Persia mulai mundur dan dengan demikian orang-orang Turki Usmani
menikmati masa perdamaian di dunia Timur seperti halnya di Eropa.[6]
Bangsa Syafawiyah
adalah penganut sekte Syi’ah yang taat dariketurunan Imam Ketujuhnya, yaitu
Imam Musa al-Qazim. Pada masa kekuasaan Timur Lang orang Syawafi berdiam di
kota Ardabil, Azerbajian . Terdapat seorang sufi dan uluma terkenal yaitu Sheik
Safiuddin Ishak adalah kekek dari Sheikh Ismail. Berangkat dari namanya inilah
Dinasti ini dinamakan Syafawiyah. Tercatat, bahwa Timur Lang membebaskan
tawanan perang di Anggora dari tujuh suku karena permintaan dari Syaifuddin.
Ketujuh suku bermukim di Diar-e-Baks, Asia kecil. Kesemua suku tersebut
berterima kasih kepada Syaifuddin dan akhirnya masuk Islam. Suku-suku tersebut
sangat membantu dan mendukung kekuasaan Safawiyah. Mereka dikenal dalam sejarah
dengan nama Kijilbash. Ayahnya Shah Ismail yaitu Shah Haidar dikenal sebagai
ahli strategi militer dan peperangan. Dia hidup sederhana seperti orang sufi.
Syi’ah menjadi
ajaran resmi Negara, maka Shah Ismail pun dijuluki sebagai Shah-e Syi’ah (raja
orang-orang Syi’ah). Setelah berhasil menaklukan Azerbajian, maka ibu kota
Negara selanjutnya dipusatkan di Tabriz (semula merupakan ibukota Dinasti Ilkhan).Sebagai
tambahan, bahwa telah disebut, Uljaytu yang semula beraliran Sunni bealih ke
aliran Syi’ah, maka sejak itu dan juga penguasa selanjutnya, Abu Sa’id wilayah
Persia mulai tertanam aliran Syi’ah dan sungguh-sungguh, yang dikembangkan oleh
Dinasti Chaghtai Timuriah terutama masa Timur Lang secara resmi sekte syi’ah
ditetapkan sebagai agama atau aliran Negara. Selama periode Safawiyah di Persia
persaingan antara untuk mendapatkan kekuasaan antara Turki dan Persia menjadi
realitas. Namun demikian, Ismail menjumpai saingan terberat sebagai kepala batu
yaitu Sultan Turki Usmani, Salim I. Penyebab ketegangan antara kedua penguasa
muslim (Salim: Sunni dan Ismail: Syi’ah). Persia pimpinan Shah Ismail yang
dibangkitkan oleh motif-motif religious dan politik guna menjalankan perang
dengan Turki, sang Shah mengadakan persahabatan dengan Portugis yang ada di
India untuk menyerbu Turki dan Mesir. Tetapi keagamaan Salim untuk berperang
sangat kuat tidak dapat dihalang-halangi. Perjanjian Persia- Portugis akhirnya
tidak terujud. Di samping itu, peperangan di Persia kurang menguntungkan bagi Salim,
jika bandingkan dengan Syria dan Mesir, menyebabkan akhirnya Shah dapat
mempertahankan Persia. Pada 1524, Shah Ismail wafat. Wilayah kekuasaannya
meliputi daerah Utara Tranxosiana sampai Teluk Persia di wilayah selatan.
Arganisan di bagian timur hingga bagian barat Sungai Efrat. Setelah Ismail
wafat, puteranya yang bernama Shah Thamasp, yang berusia Sepuluh tahun diangkat
sebagai raja pada 1554 M, ia mengadakan perjanjian damai dengan Sulaiman Agung
dari Turki Usmani. Dengan perjanjian ini, seluruh Persia dikuasai Diar-e-Bakr
dan Kurdistan. Kemudian naik Ismail Mirza sebagai sultan yang dikenal kejam dan
rakus pada 1576 M. Pada saat kematiannya rakyat merasa terbebas dari
kediktatoriannya. Kemudian ia digantikan oleh Muhammad Mirza (anak sulung dari
Shah Thamasp). Pada periode ini tidak ada kemajuan yang berarti setelah itu
naiklah Shah Abas sebagai sultan yang baru berusia 16 tahun, ia sangat terkenal
dan berhasil menarik simpati rakyat sepeninggalan Shah Abas tidak ada sultan
yang kuat dan berkarakter meskipun Dinasti ini dapat bertahan cukup lama.Salah
satu yang terkenal adalah bangunan yang mashur dengan nama Cehel Sultun yang
berada diatas empat puluh pilar yang kokoh. Disana terdapat Istana Safawiyah
dan berhasil memproduksi karpet dan permadani yang istimewa disisi lain puisi
dan filsafat juga mendapatkan ruang yang terbuka selain itu pada Masa Shah
Abbas I berkuasa, kota Qun telah menjadi pusat kebudayaan dan penelitian madham
Syi’ahyang terbesar pada saat itu maka pada periode Syafawiyah adalah masa renaissance
dibidang seni dan filsafat Persia.[7]
B. Kemajuan Peradaban Dinasti Safawiyah
Sebagai salah satu
dari tiga kerajaan besar, Dinasti Safawiyah mencapai puncak kemajuan yang cukup
berarti, tidak hanya terbatas dalam bidang politik tetapi kemajuan dalam
berbagai bidang. Beberapa kemajuan tersebut antara lain:
1.
Bidang
Ilmu Pengetahuan
Dalam sejarah Islam bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang
memiliki peradaban tinggi dan berjasa mengembangan ilmu pengetahuan. Oleh
karena itu, tidak mengherankan jika pada masa kerajaan Safawi tradisi keilmuan
terus berlanjut
Beberapa tokoh ilmuan yang terkenal antara lain: Bahauddin Syaerazi
seorang generalis, Muhammad Baqir bin Muhammad Damad seoarang filsuf ahli
sejarah, teolog, dan seoarang yang pernah mengadakan observasi mengenai
kehidupan lebah.
2.
Bidang
Ekonomi
Keberadaan stabilitas politik kerajaan Safawi pada masa Abbas I
ternyata telah memacu perkembangan perekonomian. Terlebih setelah kepulauan
Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan dikuasainya
Bandar ini maka salah satu jalur dagang laut antara Timur dan barat yang biasa
diperebutkan oleh Belanda, Inggris dan Prancis sepenuhnya menjadi milik
kerajaan Safawi
3.
Bidang
Kesenian
Penguasa kerajaan Safawi telah berhasil menciptakan Isfahan, ibukota
kerajaan menjadi kota yang sangat indah. Di kota Isfahan ini berdiri
bangunan-bangunan besar dengan arsitektur bernilai tinggi dan indah seperti
masjid, rumah sakit, sekolahan, jembatan raksasa di atas Zende Rud, dan istana
Dhihil Sutun.di sebut dalam kota Isfaham terdapat 162 masjid, 48 akademi, 1802
penginapan, dan 273 pemandian umum.
4.
Bidang
Tarekat
Sebagaimana diketahui bahwa cikal bakal kerajaan Safawi adalah
gerakan sufistik, yaitu gerakan tarekat, kemajuan di bidang tarekatpun cukup
maju. Bahkan gerakan tarekat pada masa ini tidak hanya berpikir dalam bidang
keagamaan, tetapi juga dalam bidang politik dan pemerintahan.
Beberapa kemajuan dalam bidang peradaban pada masa Dinasti
Safawiyah telah mengalami beberapa kemajuan.Setelah itu, kerajaan ini mengalami
masa-masa kemunduran. Sekalipun Dinasti Safawiyah tidak setaraf dengan kemajuan
yang pernah di capai Islam pada masa klasik, tetapi kerajaan ini telah
memberikan sambungan kontribusi yang cukup besar dalam bidang peradaban melalui
kemajuan-kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, arsitektur, kesenian,
dan tarekat.[8]
C. Keruntuhan Dinasti Safawiyah
Kerajaan Safawiyah sudah mengalami
kehancuran setelah wafatnya Abbas I, tetapi tanda kehancuran total mulai kelihatan
ketika Khalifah Sulaiman berkuasa. Ia balas dendam karena Rezim Syi’ah
mengadakan pemerasan dan penindasan terhadap rakyat, termasuk kepada
ulama-ulama dari paham-pahan Sunni dipaksa untuk menerima paham Syi’ah. Puncak
kehancurannya terjadi saat kekuasaan dipimpin oleh Shah Sultan Husen II. Pada
saat itu, Iran diserang oleh Turki Usmani dan Bangsa Rusia yang berbatasan
dengan daerahnya. Akhirnya (1724) mereka bersepakat untuk membagi wilayah
kekuasaan Trans-Alkasus, yaitu pihak Turki Usmani mendapatkan daerah Armenia
beberapa wilayah Azer Baijan, Sedangkan Rusia menerima beberap profensi sekitar
laut caspia, jahilan, Mazandaran dan Austrakhan (Autrakbed)[9]
DINASTI MUGHOL / MONGOL (1526-1857 M)
A. Asal Usul Dinasti Moghol / Mongol
Bangsa Mongol berasal dari daerah
pegunungan Mongolia yang membentang dari Asia Tenggara sampai ke Siberia utara,
Tibet Selatan, dan Manchuria Barat, serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka
bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua putra kembar, Tartar dan Mongol. Kedua
putra ini melahirkan dua suku bangsa besar, yakni Mongol dan Tartar. Mongol
mempunyai anak bernama Ikhan, yang melahirkan keturunan pemimpin bangsa Mongol
di kemudian hari.
Agama
bangsa Mongol semula adalah Syamanisme, yang meskipun mereka mengakui adanya
Yang Maha Kuasa, tetapi mereka tidak beribadah kepada-Nya, melainkan menyembah
kepada arwah, terutama roh jahat yang karena mampu mendatangkan bencana, mereka
jinakkan dengan sajian-sajian, di samping itu mereka dengan sangat memuliakan
arwah nenek moyang yang dianggap masih berkuasa mengatur hidup keturunannya.
Pemimpin atau Khan bangsa Mongol yang pertama diketahui dalam sejarah adalah
Yesugey (w. 1175). Ia adalah ayah Jenghiz (Chinggiz atau Chingis). Jenghiz
aslinya bernama Temujin, seorang pandai besi yang mencuat namanya karena
perselisihan yang dimenangkannya membawa Ong Khan atau Togril, seorang kepala
suku Kereyt. Jenghiz sebenarnya adalah gelar bagi Temujian yang diberikan
kepadanya oleh sidang kepala-kepala suku Mongol yang mengangkatnya sebagai
pemimpin tertinggi bangsa itu pada tahun 1206, atau juga disebut Jenghiz Khan,
ketika ia berumur 44 tahun.
Pada
saat kondisi fisiknya mulai lemah, Jenghiz Khan membagi wilayah kekuasaannya
menjadi empat bagian kepada empat orang putranya, yaitu Juchi, Chagatai,
Ogotai, dan Toluy.
Wilayah kekuasaan Jenghiz Khan yang luas
itu dibagi untuk empat orang putranya sebelum ia meninggal dunia 624 H/ 1227 M.
Pertama, Juchi, anaknya yang sulung mendapatkan wilayah Siberia bagian
barat dan stepa Qipchaq yang membentang hingga ke Rusia selatan, di dalamnya
terdapat Khawarizm. Namun, ia meninggal sebelum wafat ayahnya, Jenghiz, dan
wilayah warisannya itu diberikan kepada anak Juchi yang bernama Batu dan Orda.
Batu mendirikan Horde (kelompok) biru di Rusia Selatan sebagai pilar dasar
berkembangnya Horde keemasan (Golden Horde). Sedangkan Orda mendirikan
Horde putih di Siberia Barat.
Kedua, Chagatay mendapat wilayah yang membentang ke timur, sejak dari Transoxania hingga Turkistan timur atau Turkistan Cina. Cabang–barat dari keturunan Chagatay yang bermukim di Transoxania segera masuk kedalam lingkungan pengaruh Islam, namun akhirnya dikalahkan oleh kekuasaan Timur Lenk. Sedangkan Cabang-timur dari keturunan Chagatay berkembang di Samirechye, Illi, T’ien Syan di Tarim.
Kedua, Chagatay mendapat wilayah yang membentang ke timur, sejak dari Transoxania hingga Turkistan timur atau Turkistan Cina. Cabang–barat dari keturunan Chagatay yang bermukim di Transoxania segera masuk kedalam lingkungan pengaruh Islam, namun akhirnya dikalahkan oleh kekuasaan Timur Lenk. Sedangkan Cabang-timur dari keturunan Chagatay berkembang di Samirechye, Illi, T’ien Syan di Tarim.
Ketiga,
Ogatay, adalah putra Jenghiz Khan yang terlibih oleh Dewan Pimpinan Mongol
untuk menggantikan ayahnya sebagai Khan Agung yang mempunyai wilayah di Pamirs
dan T’ien Syan. Akan tetapi, kedua generasi kekhanan Tertinggi jatuh ke tanggan
keturunana Toluy. Walaupun demikian cucu Ogedey yang bernama Qaydu dapat
mempertahankan wilayah di Pamirs dan T’ien Syan, mereka berperang melawan anak
keturunan Chagatay dan Qubilay Khan hingga ia meninggal dunia tahun 1301.
Keempat,
Toluy si bungsu mendapat bagian wilayah Mongolia sendiri. Anak-anaknya, yakni
Mongke dan Qubilay menggantikan Ogedey sebagai Khan Agung. Mongke bertahan di Mongolia
yang beribukota di Qaraqarum. Sedangkan Qubilay Khan menaklukkan Cina dan
berkuasa di sana yang dikenal sebagai Yuan dinasti yang memerintahkan hingga
abad keempat belas, yang kemudian digantikan oleh Dinasti Ming.[10]
B. Kemajuan Dinasti Mughol / Mongol
Pada masa pemerintahannya, Shah Jahan
meninggalkan hasil kebudayaan berasiktek tinggi, yaitu Tajmahal yang ia
persembahkan bagi permasurinya yang telah meninggal. Disana pula ia akhirnya
dimakamkan oleh putranya, Aurangzeb setelah ia meninggal. Aurangzeb dinilai
berhasil dalam menjalankan pemerintahan, dia memberikan corak keislaman
ditengah-tengah masyarakat hindu, Aurangzeb mengajak rakyat untuk masuk islam,
ia menyuruh Arca-arca hindu ditanam dibawah jalan-jalan menuju Masjid agar
orang Islam setiap harinya meginjak-nginjak Arca tersebut. Kebijakan Aurangzeb
tersebut banyak menuai kritik dari kalangan hindu, diantaranya adalah kerajaan
Rajput yang semula mendukung kerajaan Mughal kemudian menentangnya.[11]
Ada
pula dampak positif dengan berkuasanya dinasti Mongol ini setelah para
pemimpinan memeluk agama Islam. Mereka dapat menrima dan masuk ke Agama Isla,
antara lain disebabkan mereka berasimilasi dan bergaul dengan masyarakat muslim
dalam jangkapanjang. Seperti yang dilakukan oleh Ghanzan Khan (1295-1304 M)
yang menjadikan Islam sebagai agama resmi kejayaannya, walaupun pada mulannya
beragama Buddha. Rupanya ia telah mempelajari ajaran agama-agamasebelum
menetapkan keislamannya.
C. Kemunduran Dinasti Mughol / Mongol
Dan tampak
jelas kehancuran dimana-mana dari serangan Mongol, sejak wilayah Timur hingga
ke Barat. Kehancuran kota-kota dengan bangunan yang indah-indah dan
perpustakaan-perpustakaan yang mengoleksi yang banyak buku memperburu setuasi
Islam. Pembunuhan terhadap umat islam terjadi, bukan hanya pada masa Hulagu
yang menbunuh Khalifah Abbasiyah dan keluarganya, tetapi pembunuhan juga
dilakukan terhadap umat islam yang tidak berdosa. Seperti yang dilakukan oleh
Arghun Khan ke-4 pada Dinasti Ilkhan terhadap Takudar sebagai Khan III yang
dihukum mati karena masuk Islam. Arghun membunuh umat Islam dan juga mencopot
mereka dari jabatan-jabatan negara. Shamsuddin seorang Administrator dari
keluarga Juani yang tersoghor juga dihukum mati pada tahun 1289 dan Said Ad-Daulah
yang seorang yahudi itu dihukum mati pula pada tahun 1289.[12]
Tindakan
yang semula-mula itu pula yang pada akhirnya membawa kerajaan Mughal mengalami
masa kemunduran. Setelah Aurangzeb wafat raja-raja berikutnya mengalami lemah.
Kerajaan Mungal dan rajanya tidak lebih hanya sebagai simbol yang belaka,
bahkan rajanya diberi gaji oleh kolonial Inggris yang telah datang untuk biaya
hidup tinggal didalam Istana. Akhirnya setelah Sultan Bahadur shah yang
terakhir memimpin berontakan melawan Inggros namun gagal, ia tertangkap dan
disiksa secara keji lalu dibuang kerangon (Myanmar) pada tahun 1862 M. Dengan
demikian maka tamatlah kerajaan Islam Mughol di India, setelah baeabad-abad
lamanya mengalami masa kejayaannya[13].
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari ketiga kerajaan besar islam yang
banyak mengalami perubahan dan masa kejayaan pada masing-masing kerajaan.tiga
kerajaan tersebut diantaranya adalah:
1.Kerajaan Turki Usmani berdasarkan
sejarah berdirinya,penaklukan konstatinopel, peradaban islam pada masa turki
diantaranya : dalam Bidang Pemerintah dan Militer,Bidang Ilmu
Pengetahuan,Bidang Kebudayaan,Bidang Keagamaan dan masa Kemunduran Islam
diTurki
2. Kerajaan Dinasti Safawiyah yang berdasarkan Asal-usulnya, kemajuan Peradaban
yang meliputi Bidang Ilmu Pengetahuan, Bidand Ekonomi, Bidang Arsitektur,
Bidang Kesenian dan Bidang Tarekat serta masa keruntuhan Dinasti Safawiyah
3.Kerajaan Mughol/ mongol dengan
berdasarkan Asal- Usul Dinasti Mongol ,masa kemajuan Dinasti Mongol sehingga sampai masa kemunduran Dinasti
Mongol
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir, 2010. Sejarah
Peradapan Islam, Jakarta: AMZAH.
Abdul Karim, Muhammad, dkk.2011.Sejarah
Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Dhaka.
[1]
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Cet2, (Jakarta: Amzah,
2010), hlm, 194-197
[2] M.
Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Cet1, (Yogyakarja:
PUSTAKAA BOOK PUBLISHER, 2007), hlm,310-314
[3]
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm, 198-200
[4]
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm, 200-204
[5]
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm, 205-209
[6]
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm, 187- 190
[7] M.
Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Cet1, (Yogyakarja:
PUSTAKAA BOOK PUBLISHER, 2007), hlm, 305-308
[8]
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm, 191-192
[9] M.
Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Cet1, (Yogyakarja:
PUSTAKAA BOOK PUBLISHER, 2007), hlm,
308-309
[10]
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm,212-215
[11]
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Cet1,
(Yogyakarja: PUSTAKAA BOOK PUBLISHER, 2007), hlm, 318
[12]
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm,
[13]
M. Adbul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, hlm, 318
No comments:
Post a Comment