BERKARYA MENUNJUKKAN JATI DIRI KITA
BERBAGI MENGUJI HATI NURANI
BERBAKTI BUKTI CINTA SETULUS HATI

06 May 2014

PGMI SPI A-8: TIGA DINASTI BESAR



MAKALAH
TIGA DINASTI BESAR ISLAM

Disusun dan Dibuat Guna Melengkapi Tugas
Mata Kuliah: Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu: M. Hufron Dimyati, MSI


   Di susun Oleh :
  Kelompok 8
1.      Fitrotul Aini            (2023113026)
2.      Lusiana                   (2023113006)
 Kelas A

TARBIYAH / PGMI
SEKOLAH TINGGI AGAMA  ISLAM NEGERI 
(STAIN) PEKALONGAN
2014


BAB I
PENDAHULUAN

Kemunculan islam dalam sejarah dunia sebagai suatu peristiwa yang unik dan ajaib. Agama ini sejak berabad-abad menyebar sebagai belahan bumi ini guna memengaruhi kehidupan manusia, baik sistem social, ekonomi, maupaun budaya menuju tatanan yang lebih berabad.Islam tidak hanya terbatas dalam koridor keagamaan dan transenden, tetapi juga sebagai sesuatu peradaban yang utuh dan sempurna.Atas dasar itu,islam berdiri bahkan meninggalkan suatu sistem pemerintahan dengan Negara besar yang sangat luas, yang belum pernah terjadi dalam sejarah umat manusia sebelumnya.
Untuk itu dalam makalah ini kami akan membahas tentang tiga kerajaan besar islam  mulai dari Asal-usul kerajaan safawiyah,kemajauan peradaban dinasti safawiyah, sejarah berdirinya kerajaan usmani,peradaban islam diturki dan Asal usul-usul bangsa mongol sampai masa kehancuran mongol.


























BAB II
PEMBAHASAN
TURKI USMANI (1288-1924 M)
A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Turki Usmani
            Pendirinya kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghus yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad kesembilan atau kesepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah.
            Di bawah tekanan serangan Mongol pada abad ke-13, mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat pengungsian di tengah-tengah saudara mereka, orang-orang Turki Saljuk, di daratan tinggi Asia kecil. Di bawah pimpinan Ertoghul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alaudin II, Sultan Saljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alaudin mendapatkan kemenangan. Atas jasa baik itu, Alaudin menghadiahkan sebidang tanah di Asia kecil yang berbatasan dengan Bizantium.
            Tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Saljuk dan Saljuk Alaudin terbunuh. Kerajaan Saljuk Rum ini kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usmani kemudian menyatakan kemerdekaan dam berkuasa penuh atas daerah yang didudukunya. Sejak itulah Kerajaan Usmani dinyatakan berdiri. Pengusa Pertama adalah Usman yang disebut juga dengan Usman I. Setelah Usman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah Al-Usman (Raja besar keluarga Usman) tahun 699 H (1300 M) Setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya.
            Pada Masa pemerintahan Orkhan (1326-1359 M) Turki Usmani dapat menaklukkan Azumia (1327), Tasasyani (1330 M), Uskandar (1328 M), Ankara (1354 M), Gallipoli (1356 M). Daerah ini adalah bagian bumi Eropa yang pertama kali diduduki kerajaan Usmani. Turki Usmani mencapai kegemilangannya pada saat kerajaan ini dapat menaklukkan pusat peradaban dan pusat Agama Nasrani di Bizantium, yaitu konstantinopel. Sultan Muhammad II yang dikenal dengan Sultam Muhammad Al-Fatih (1451-1484 M) dapat mengalahkan Bizantium dan menaklukkan konstantinopel pada tahun 1453 M.
            Dengan terbukanya kota konstantiponel sebagai benteng pertahanan terkuat Kerajaan Bizantium, lebih memudahkan arus ekspansi Turki Usmani ke benua Eropa. Dan wilayah Eropa bagian timur semakin terancam oleh Turki Usmani karena ekspansi Turki Usmani juga dilakukan ke wilayah ini, bahkan sampai ke pintu gerbang kota Wina, Austria.
            Setelah Sultan sulaiman meninggal dunia, terjadinya perebutan kekuasaan antara putra-putranya, yang menyebabkan kerajaan Turki Usmani mundur. Akan tetapi, meskipun mengalami kemunduran, kerajaan ini untuk masa beberapa abad masih di pandang sebagai Negara yang kuat , terutama dalam bidang militer. Kejayaan Turki Usmani yang memerintah hampir tujuh abad lamanya (1299-1924 M), diperintah oleh 38 Sultan. Kerajaan Turki Usmani dialami pada abad ke-16, ketika Dinasti Turki usmani mencapai kejayaan sehingga daerah kekuasaannya itu membentang dari Selat Persia di Asia sampai ke pintu gerbang Kota Wina di Eropa dan dari laut Gaspienne di Asia sampai ke Aljazair di Afrika Barat. Kemajuan dan Perkembangan ekspansi kerajaan Turki Usmani yang demikian luas dan berlangsung dengan cepat itu diikuti pula oleh kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam aspek peradabannya.[1]
            Sejak zaman dahulu di sebelah barat gurun pasir Gobi ada suku yang bernama Turki. Mereka hidup secara nomaden. Pada saat perkembangan periode Islam mereka dikalahkan oleh bangsa Tartar, maka mereka pindah ke barat sampai di tepi Laut Tengah (kini dikenal dengan sebutan Anatolia), yang sebelah selatannya terdapat bangsa Arab. Bangsa Turki terbagai suku, diantaranya yang terkenal adalah suku Ughuj. Suku ini terbagi menjadi 24 sub-suku. Dalam salah satu sub-suku tersebut lahirlah Sultan pertama dari Dinasti Turki Usmani yang bernama Usman. Pada Abad ke- 13 M, saat Chengis Khan mengusir orang-orang Turki dari Khurasan dan seitarnya. Kekeknya Usman, yang bernama Sulaeman bersama pengikutnya bermukim di Asia Kecil.
            Pada awalnya kerajaan Turki Usmani hanya memiliki wilayahyang sangat kecil, namun dengan adanaya dukungan militer, tidak berapa lama Usmani menjadi kerajaan yang besar dan bertahan dalam kurun waktu yang lama. Setelah Usman meninggal pada 1326, puteranya Orhan (Urkhan) naik takhta pada usia 42 tahun. Pada periode ini tentara Islam pertama kali masuk ke Eropa. Orkhan berhasil mereformasi dan membentuk tiga pasukan utama tentara. Tentara tersebut dibagi dalam, sepuluh, seratus, dan seribu setiap kelompoknya. Mereka diasingkan dari keluarga. Mereka membawa kejayaan Usmani. Dalam sejarah islam terdapat dua jabatan penting yang di kuasai oleh seorang penguasa. Yaitu, sebagai sultan untuk kekuasaan turki dan sebagai khalifah bagi seluruh dunia islam. Sepeninggal Salim I di gantikan Sulaiman Agung 1520-1566 M, Ia sebagai penguasa usmani yang berhasil membawa kejayaan islam. Ia di juluki sebagai Sulaeman Al-Qanuni.Sulaiman bukan hanya sultan yang paling tekenal di kalangan Turki Usmani,akan tetapi pada seorang penguasa yang saleh ia mewajibkan rakyat muslim harus shalat lima kali dan berpuasa bulan Ramadhan, jika ada yang melanggar tidak hanya di kenai denda namun juga sanksi badan.[2]
B. Penaklukan Konstantiponel
            Konstantinopel adalah ibu kota Bizantium dan merupakan pusat agama Kristen. Ibu kota Bizantium itu akhirnya dapat ditaklukkan oleh pasukan Islam di bawa Turki Usmani pada masa pemerintahan Sultan Muhammad II yang bergelar Al-Fatih, Artinya sang penakluk. Sultan mempersiapkan penaklukan terhadap kota konstantinopel dengan penuh keseriusan. Dipelajari penyebab kegagalan dalam penaklukkan-penaklukkan sebelumnya. Sultan tidak mau lagi kalah sebagaimana para pendahulunya. Ketika kaisar Konstantin IX mengancam Sultan untuk membanyar pajak yang tinggi kepada pihaknya, dan jika tidak tunduk pada perintah tersebut maka akan diganggu kedudukannya dengan menundukkan Orkhan, salah seorang cucu Sulaiman, sebagai Sultan
            Konstantinopel akhirnya dapat dikepung dari segala penjuru oleh pasukan Sultan Muhammad II yang berjumlah kira-kira 250.000 di bawah pimpinan Sultan Sendiri. Kaisar Bizantium meminta bantuan kepada Paus di Roma dan raja-raja Kristen di Eropa, Raja-raja Eropa juga tidak ingin membantunya karena mereka masih dalam perselisihan yang belum terselesaikan. Dalam masa itu meriam-meriam Turki dimuntahakan ke arah kota dan menghancurkan benteng-benteng dan dinding-dindingnya sehingga menyerahkan Konstantinopel pada tanggal 28 Mei 1453.
            Dalam pertempuran itu Kaisar mati terbunuh, dan Konstantinopel jatuh ke tangan Usmani. Sultan Muhammad II memasuki kota, kemudian mengganti nama Konstantinopel menjadi Istambul, dan menjadikannya sebagai ibu kota. Sultan mengubah gereja Aya Sophia menjadi masjid, dan di samping itu ia membangun Masjid dengan nama Masjid Muhammad sebagai peringantan bagi keberhasilannya dalam menundukan kota itu. Dengan jatuhnya konstantiponel, pengaruhnya sangat besar bagi Turki Usmani. Konstantinopel adalah kota pusat kerajaan Bizantium yang menyimpan banyak ilmu pengetahuan dan menjadi pusat agama Kristen Ortodoks. Kesemuanya itu diwariskan kepada Usmani. Dari segi letak kota itu sangat strategis karena menghubungkan dua benua secara langsung, Eropa dan Asia. Penaklukan kota itu memudahkan mobilisasi pasukan dari Anatolia ke Eropa.
            Walaupun para Sultan Usmani setelah Sulaiman yang Agung pada umumnya lemah, tetapi serangan terhadap Eropa masih berlangsung terutama untuk menaklukkan Kota Wina di Austria. Kota Wina itu dikepung berkali-kali, tetapi tidak dapat ditaklukkan. Yang terakhir Kali kota Wina di Austria itu di kepung oleh pasukan Usmani pada tahun 1683, namun tanpa hasil yang memuaskan.[3]
C. Peradaban Islam Di Turki
            Sejak masa Usman bin Artaghol (1299-1326 M), yang dianggap Pembina pertama Kerajaan Turki Usmani ini dengan nama imperium Ottoman, timbullah kemajuan dalam berbagai bidang agama Islam. Turki membawa pengaruh cukup baik dalam bidang ekspansi Agama Islam ke Eropa. Kemajuan lainnya antara lain dalam bidang militer dan pemerintahan, bidang militer dan pemerintahan, bidang ilmu pengetahuan dan budaya, serta dalam bidang keagamaan. Dalam perkembangannya Turki cukup berpengaruh dalam bidang peradaban Islam, dengan corak beradaban yang khas.
1. Bidang Pemerintahan dan Militer
Para pemimpin Kerajaan Usmani pada masa-masa pertama adalah orang-orang yang kuat, sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan luas. Kemajuan Kerajaan Usmani sehinnga mencapai masa keemasannya, bukan semata-mata karena keunggulan politik para pemimpinnya. Masih banyak factor yang mendukung keberhasilan ekspansi. Yang terpenting di antaranya adalah keberanian, keterampilan, ketangguhan dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan saja.
            Kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasi dengan pertama adalah teratur ketika terjadi kontak senjata dengan Eropa Pengorganisasian yang baik dan strategi tempur militer Usmani berlangsung dengan baik. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukan sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit.
            Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Yenisseri atau Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah Kerajaan Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukkan negeri-negeri non muslim di Timur yang berhasil dengan sukses.
            Keberhasilan ekspansi tersebut dibarengi pula dengan terciptanya jaringan pemerintahan yang teratur. Dalam mengolola pemerintahan yang luas, sultan-sultan Turki Usmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur pemerinahan, Sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh Shadr Al-A’zham (perdana mentri) yang membawahi Pasya (gubernur). Untuk mengatur urusan pemerintahan Negara, di masa Sultan Sulaiman I disusun sebuah kitab Undang-undang (qanun). Kitab tersebut diberi nama Multaqa Al-Abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Usmani sampai datangnya reformasi pada Abad ke-19, Karena jasa Sultan Sulaiman I yang amat berharga ini, diujung namanya ditambah gelar Sultan Sulaiman Al-Qanuni. Kemajuan dalam bidang militeran dan pemerintahan ini membawa Dinasti Turki Usmani maupun membawa Turki Usmani menjadi sebuah Negara yang cukup disegani pada masa kejayaannya.
2.Bidang Ilmu Pengetahuan
            Peradaban Turki usmani merupakan perpaduan bermacan-macam peradaban, di antanya adalah beradaban Persia, Bizantium, dan Arah dari peradaban Persia, mereka banyak mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan tata karma dalam istana raja-raja. Organisasi pemerintahan dan kemiliteran banyak mereka serap dari Binzantium. Sedangkan ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi, social, kemasyarakatan dan keilmuan mereka terima dari orang-orang Turki Usmani yang dikenal sebagai bangsa yang senang dan mudah berasimilasi dengan bangsa asing dan terbuka untuk menerima kebudayaan dari luar.
3.Bidang Kebudayaan
            Dinasti Usmani di Turki, telah membawa peradaban Islam menjadi peradaban yang cukup maju pada zaman kemajuannya. Dalam bidang kebudayaan Turki Usmani banyak muncul tokoh-tokoh penting seperti yang terlihat pada abad ke-16, 17, dan 18. Antara lain Abad ke-17, muncul penyair yang terkenal yaitu Nafi’ (1582-1636 M), Nafi’ berkerja untuk Murad pasya dengan menghasilkan karya-karya sastra Kaside yang mendapat tempat dihati para Sultan.
            Pada masa Sultan Sulaiman, di kota-kota besar dan kota-kota lainnya banyak membangun Masjid, Sekolah, rumah sakit, gedung, jembatan, saluran Air villa  dan pemandian umum. Dalam hal pembangunan dan seni arsitek, Turki Usmani telah menghasilkan keindahan-keindahan yang tinggi nilainya, dan bercora khusus sehingga membedakan dengan peradaban dan kebudayaan daulah Islam lainnya.
4. Bidang Keagamaan
            Dalam tradisi masyarakat Turki, agama merupakan sebuah factor penting dalam transformasi social dan politik seluruh masyarakat. Masyarakat digolongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Kehidupan keagamaan pada masyarakat Turki Usmani mengalami kemajuan, termasuk dalam hal ini adalah kehidupan  tarekat. Tarekat yang berkembang adalah tarekat Bektasyi, dan tarekat Maulawi.
            Kajian mengenai ilmu-ilmu keagamaan Islam, seperti fiqh, ilmu kalam, tafsir dan hadist boleh dikatakan tidak mengalami perkembangan yang berarti. Para penguasa lebih cenderung untuk menegakkan satu faham (mazhab) keagamaan dan menekan mazhab lainnya. Bagaimanapun, Kerajaan Turkki Usmani banyak berjasa, terutama dalam perusahan wilayah kekuasaan Islam ke banua Eropa. Ekspansi kerajaan ini untuk pertama kalinya lebih banyak ditujukan ke Eropa Timur yang belum masuk dalam wilayah kekuasaan dan Agama Islam[4]
D. Kemunduran Islam Di Turki
            Setelah  Sultan Sulaiman Al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki Usmani melalui memasuki fase kemunduran. Akan tetapi, sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan kuat, kemunduran itu tidak langsung terlihat. Sultan Sulaiman Al-Qanuni diganti oleh Sultan Salim II (1566-1573 M). Di masa pemerintahannya terjadi pertempuran antara armada laut Kerajaan Usmani dengan armada laut Kristen yang terjadi dari angkatan laut Spayol, angkatan laut Bundikia, angkatan laut Sri Paus dan sebagai kapal para pendeta Malta yang dipimpin Don Juan dari Spayol.
            Pertempuran ini terjadi di Selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini Turki Usmani mengalami kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut oleh musuh. Baru pada masa Sultan berikutnya, Sultan Murad III, pada tahun 1575 M Tunisia dapat direbut kembali. Pada masa Sultan Murad III (1574- 1595 M) Kerajaan Usmani pernah berhasil menyerbu kaukasus dan menguasai Tiflis di Laut Hitam (1577 M), merampas kembali Tibris, Ibu kota Kerajaan Safawi, menundukan Georgia, mencampuri urusan dalam Negeri Polandia, dan mengalahkan gubernur Bosnia pada tahun 1593 M. Namun, karena kehidupan moral Sultan yang tidak baik menyebabkan timbulnya kekacauan dalam negeri. Apalagi ketika pemerintahan dipegang oleh para Sultan yang lemah seperti Sultan Muhammad III (1595-1617 M). Dalam situasi yang kurang baik itu, Austria berhasil memukul Kerajaan Usmani.
            Demikian proses kemunduran yang terjadi di Kerajaan Usmani pada akhir-akhir keberadaan Dinasti Turki Usmani. Akhirnya satu persatu negeri-negeri di Eropa  yang pernah dikuasai kerajaan ini memerdekakan diri. Bahkan beberapa daerah di Timur Tengah mencoba bangkit memberontak. Dengan demikian, pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di Kerajaan Usmani ketika ia sedang mengalami kemunduran, bukan hanya terjadi di daerah-daerah yang tidak beragama Islam seperti di wilayah Eropa Timur, tetapi juga terjadi di daerah-daerah yang berpenduduk muslim.
            Menurut Dr. Badri Yatim, M.A. bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kerajaan Turki Usmani mengalami kemunduran adalah sebagai berikut.
1)      Wilayah kekuasaan yang sangat luas
Administrasi pemerintahan bagi suatu negara yang sangat luas wilayahnya sangat rumit dan kompleks, sementara administrasi pemerintahan Kerajaan Usmani tidak beres.
2)      Heteroginistas penduduk
Sebagai kerajaan besar, Turki Usmani menguasai wilayah yang sangat luas, mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz, dan Yunani di Asia.
3)      Kelemahan para penguasa
Sepeninggalan Sulaiman Al-Qanuni, Kerajaan Usmani diperintahkan oleh Sultan-sultan yang lemah, baik dalam kepribadian terutama dalam kepemimpinannya.
4)      Budaya koropsi
Korupsi merupakan pembuatan yang sudah umum terjadi dalam Kerajaan Usmani . setiap jabatan yang hendak diraih oleh seseorang harus “dibayar” dengan sogokan kepada orang yang berhak memberikan jabatan tersebut.
5)      Pemberontokan tentara Yenisseri
Kemajuan ekspansi Kerajaan Usmani banyak ditentukan oleh kuatnya tentara Yenisseri. Dengan demikian, dapat dibayangkan bagaimana kalau tentara ini memberontak.
6)      Merosotnya perekomonian
Akibat perang yang tidak pernah berhenti, perekonomian negara merosot. Pendapatan berkurang, sementara belanja negara sangat besar, termasuk untuk biaya perang.
7)      Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi
Kerajaan Usmani kurang berhasil dalam pengembangan ilmu dan teknologi, karena hanya mengutamakan pengembangan kekuatan militer.

          
Karena faktor-faktor tersebut , Turki Usmani menjadi lemah dan kemudian mengalami kemunduran dalam berbagai bidang. Pada periode selanjutnya di masa modern, kelemahan Kerajaan Usmani ini menyebabkan kekuatan Eropa tanpa segan-segan menjajah dan menduduki daerah-daerah muslim yang dulunya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Usmani, terutama di Timur Tengah dan Afrika Utara.[5]
          






DINASTI SAFAWIYAH (1501-1736 M)
A. Asal Usul Dinasti Safawiyah

            Dinasti Safawiyah di Persia berkuasa antara tahun 1502-1722 M. Dinasti Safawiyah merupakan kerajaan Islam di Persia yang cukup besar. Awalnya kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan terekat yang berdiri di Ardabi, sebuah kota di Azerbajian. Tarikat ini diberi nama tarekat Safawiyah, yang diambil dari nama pendirinya, yaitu Shafi Ad-Din (1252-1334 M), dan nama Safawi itu terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Shafi Ad-Din berasal dari keturunan orang yang berada dan memiliki sufi sebagai jalan hidupnya. Shafi As-Din merupakan keturunan dari Imam Syiah yang keenam, Musa Al-Kazhi, Gurunya bernama Syaikh Tajuddin IbrahimZahidi (1216-1301 M) yang dikenal dengan julukan Zahid Al-Gilani. Dikarenakan prestasi dan keturunannya dalam kehidupan tasawuf, Shafi Ad-Din diambil menantu oleh gurunya tersebut shafi Ad-Din mendirikan tarekat Safawiyah setelah menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang wafat pada tahun 1301 M. Pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama.
            Tarekat yang dipimpin Shafi Ad-Din ini semakin penting terutama setelah mengubah bentuk tarekat dari pengajian tasawuf murni yang bersifat local menjadi gerakan kenamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syiria dan Anatolia. Di negeri-negeri di liar Ardabil, Shafi Ad-Din menempatkan seorang wakil untuk memimpin muridnya-muridnya. Wakil tersebut diberi gelar Khalifah. Selama periode Safawiyah di Persia ini (1502-1722 M), persaingan untuk mendapatkan kekuasaan antara turki dan Persia menjadi kenyataan. Namun demikian, Ismail menjumpai saingan kepala batu yaitu Sultan Salim I dari Turki. Peperangan ini , seperti para sejarawam menduga, bisa berasal dari kebencian Salim dan pengejaran terhadap seluruh umat muslim di syiah di daerah kekuasaannya. Fanatisme Sultan Salim memaksanya untuk membunuh 40.000 orang yang didakwa telah mengingkari ajaran-ajaran Sunni. Pembunuhan ini digambarkan oleh seoarang ahli sejarah dari Persia sebagai tindakan yang paling dahsyat atau kejam, Walaupun dijalankan dengan atas nama agama.
            Sekalipun demikian pemberontakan terus-menerus yang terjadi di Negara besar Nadhir memaksanya untuk mengakui Sultan Usmani sebagai seorang Khalifah. Pada tahun 1747 M, Nadhir dibunuh dan digantikan oleh kemenakannya, Ali Kuli. Di masa Pemerintahan Negara besar Persia mulai mundur dan dengan demikian orang-orang Turki Usmani menikmati masa perdamaian di dunia Timur seperti halnya di Eropa.[6]
            Bangsa Syafawiyah adalah penganut sekte Syi’ah yang taat dariketurunan Imam Ketujuhnya, yaitu Imam Musa al-Qazim. Pada masa kekuasaan Timur Lang orang Syawafi berdiam di kota Ardabil, Azerbajian . Terdapat seorang sufi dan uluma terkenal yaitu Sheik Safiuddin Ishak adalah kekek dari Sheikh Ismail. Berangkat dari namanya inilah Dinasti ini dinamakan Syafawiyah. Tercatat, bahwa Timur Lang membebaskan tawanan perang di Anggora dari tujuh suku karena permintaan dari Syaifuddin. Ketujuh suku bermukim di Diar-e-Baks, Asia kecil. Kesemua suku tersebut berterima kasih kepada Syaifuddin dan akhirnya masuk Islam. Suku-suku tersebut sangat membantu dan mendukung kekuasaan Safawiyah. Mereka dikenal dalam sejarah dengan nama Kijilbash. Ayahnya Shah Ismail yaitu Shah Haidar dikenal sebagai ahli strategi militer dan peperangan. Dia hidup sederhana seperti orang sufi.
            Syi’ah menjadi ajaran resmi Negara, maka Shah Ismail pun dijuluki sebagai Shah-e Syi’ah (raja orang-orang Syi’ah). Setelah berhasil menaklukan Azerbajian, maka ibu kota Negara selanjutnya dipusatkan di Tabriz (semula merupakan ibukota Dinasti Ilkhan).Sebagai tambahan, bahwa telah disebut, Uljaytu yang semula beraliran Sunni bealih ke aliran Syi’ah, maka sejak itu dan juga penguasa selanjutnya, Abu Sa’id wilayah Persia mulai tertanam aliran Syi’ah dan sungguh-sungguh, yang dikembangkan oleh Dinasti Chaghtai Timuriah terutama masa Timur Lang secara resmi sekte syi’ah ditetapkan sebagai agama atau aliran Negara. Selama periode Safawiyah di Persia persaingan antara untuk mendapatkan kekuasaan antara Turki dan Persia menjadi realitas. Namun demikian, Ismail menjumpai saingan terberat sebagai kepala batu yaitu Sultan Turki Usmani, Salim I. Penyebab ketegangan antara kedua penguasa muslim (Salim: Sunni dan Ismail: Syi’ah). Persia pimpinan Shah Ismail yang dibangkitkan oleh motif-motif religious dan politik guna menjalankan perang dengan Turki, sang Shah mengadakan persahabatan dengan Portugis yang ada di India untuk menyerbu Turki dan Mesir. Tetapi keagamaan Salim untuk berperang sangat kuat tidak dapat dihalang-halangi. Perjanjian Persia- Portugis akhirnya tidak terujud. Di samping itu, peperangan di Persia kurang menguntungkan bagi Salim, jika bandingkan dengan Syria dan Mesir, menyebabkan akhirnya Shah dapat mempertahankan Persia. Pada 1524, Shah Ismail wafat. Wilayah kekuasaannya meliputi daerah Utara Tranxosiana sampai Teluk Persia di wilayah selatan. Arganisan di bagian timur hingga bagian barat Sungai Efrat. Setelah Ismail wafat, puteranya yang bernama Shah Thamasp, yang berusia Sepuluh tahun diangkat sebagai raja pada 1554 M, ia mengadakan perjanjian damai dengan Sulaiman Agung dari Turki Usmani. Dengan perjanjian ini, seluruh Persia dikuasai Diar-e-Bakr dan Kurdistan. Kemudian naik Ismail Mirza sebagai sultan yang dikenal kejam dan rakus pada 1576 M. Pada saat kematiannya rakyat merasa terbebas dari kediktatoriannya. Kemudian ia digantikan oleh Muhammad Mirza (anak sulung dari Shah Thamasp). Pada periode ini tidak ada kemajuan yang berarti setelah itu naiklah Shah Abas sebagai sultan yang baru berusia 16 tahun, ia sangat terkenal dan berhasil menarik simpati rakyat sepeninggalan Shah Abas tidak ada sultan yang kuat dan berkarakter meskipun Dinasti ini dapat bertahan cukup lama.Salah satu yang terkenal adalah bangunan yang mashur dengan nama Cehel Sultun yang berada diatas empat puluh pilar yang kokoh. Disana terdapat Istana Safawiyah dan berhasil memproduksi karpet dan permadani yang istimewa disisi lain puisi dan filsafat juga mendapatkan ruang yang terbuka selain itu pada Masa Shah Abbas I berkuasa, kota Qun telah menjadi pusat kebudayaan dan penelitian madham Syi’ahyang terbesar pada saat itu maka pada periode Syafawiyah adalah masa renaissance dibidang seni dan filsafat Persia.[7]
           
B. Kemajuan Peradaban Dinasti Safawiyah
            Sebagai salah satu dari tiga kerajaan besar, Dinasti Safawiyah mencapai puncak kemajuan yang cukup berarti, tidak hanya terbatas dalam bidang politik tetapi kemajuan dalam berbagai bidang. Beberapa kemajuan tersebut antara lain:
1.      Bidang Ilmu Pengetahuan
Dalam sejarah Islam bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang memiliki peradaban tinggi dan berjasa mengembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pada masa kerajaan Safawi tradisi keilmuan terus berlanjut
Beberapa tokoh ilmuan yang terkenal antara lain: Bahauddin Syaerazi seorang generalis, Muhammad Baqir bin Muhammad Damad seoarang filsuf ahli sejarah, teolog, dan seoarang yang pernah mengadakan observasi mengenai kehidupan lebah.
2.      Bidang Ekonomi
Keberadaan stabilitas politik kerajaan Safawi pada masa Abbas I ternyata telah memacu perkembangan perekonomian. Terlebih setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan dikuasainya Bandar ini maka salah satu jalur dagang laut antara Timur dan barat yang biasa diperebutkan oleh Belanda, Inggris dan Prancis sepenuhnya menjadi milik kerajaan Safawi
3.      Bidang Kesenian
Penguasa kerajaan Safawi telah berhasil menciptakan Isfahan, ibukota kerajaan menjadi kota yang sangat indah. Di kota Isfahan ini berdiri bangunan-bangunan besar dengan arsitektur bernilai tinggi dan indah seperti masjid, rumah sakit, sekolahan, jembatan raksasa di atas Zende Rud, dan istana Dhihil Sutun.di sebut dalam kota Isfaham terdapat 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan, dan 273 pemandian umum.
4.      Bidang Tarekat
Sebagaimana diketahui bahwa cikal bakal kerajaan Safawi adalah gerakan sufistik, yaitu gerakan tarekat, kemajuan di bidang tarekatpun cukup maju. Bahkan gerakan tarekat pada masa ini tidak hanya berpikir dalam bidang keagamaan, tetapi juga dalam bidang politik dan pemerintahan.
Beberapa kemajuan dalam bidang peradaban pada masa Dinasti Safawiyah telah mengalami beberapa kemajuan.Setelah itu, kerajaan ini mengalami masa-masa kemunduran. Sekalipun Dinasti Safawiyah tidak setaraf dengan kemajuan yang pernah di capai Islam pada masa klasik, tetapi kerajaan ini telah memberikan sambungan kontribusi yang cukup besar dalam bidang peradaban melalui kemajuan-kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, arsitektur, kesenian, dan tarekat.[8]
 
C. Keruntuhan Dinasti Safawiyah
            Kerajaan Safawiyah sudah mengalami kehancuran setelah wafatnya Abbas I, tetapi tanda kehancuran total mulai kelihatan ketika Khalifah Sulaiman berkuasa. Ia balas dendam karena Rezim Syi’ah mengadakan pemerasan dan penindasan terhadap rakyat, termasuk kepada ulama-ulama dari paham-pahan Sunni dipaksa untuk menerima paham Syi’ah. Puncak kehancurannya terjadi saat kekuasaan dipimpin oleh Shah Sultan Husen II. Pada saat itu, Iran diserang oleh Turki Usmani dan Bangsa Rusia yang berbatasan dengan daerahnya. Akhirnya (1724) mereka bersepakat untuk membagi wilayah kekuasaan Trans-Alkasus, yaitu pihak Turki Usmani mendapatkan daerah Armenia beberapa wilayah Azer Baijan, Sedangkan Rusia menerima beberap profensi sekitar laut caspia, jahilan, Mazandaran dan Austrakhan (Autrakbed)[9]
DINASTI MUGHOL / MONGOL (1526-1857 M)
A. Asal Usul Dinasti Moghol / Mongol
            Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan Mongolia yang membentang dari Asia Tenggara sampai ke Siberia utara, Tibet Selatan, dan Manchuria Barat, serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua putra kembar, Tartar dan Mongol. Kedua putra ini melahirkan dua suku bangsa besar, yakni Mongol dan Tartar. Mongol mempunyai anak bernama Ikhan, yang melahirkan keturunan pemimpin bangsa Mongol di kemudian hari.
            Agama bangsa Mongol semula adalah Syamanisme, yang meskipun mereka mengakui adanya Yang Maha Kuasa, tetapi mereka tidak beribadah kepada-Nya, melainkan menyembah kepada arwah, terutama roh jahat yang karena mampu mendatangkan bencana, mereka jinakkan dengan sajian-sajian, di samping itu mereka dengan sangat memuliakan arwah nenek moyang yang dianggap masih berkuasa mengatur hidup keturunannya. Pemimpin atau Khan bangsa Mongol yang pertama diketahui dalam sejarah adalah Yesugey (w. 1175). Ia adalah ayah Jenghiz (Chinggiz atau Chingis). Jenghiz aslinya bernama Temujin, seorang pandai besi yang mencuat namanya karena perselisihan yang dimenangkannya membawa Ong Khan atau Togril, seorang kepala suku Kereyt. Jenghiz sebenarnya adalah gelar bagi Temujian yang diberikan kepadanya oleh sidang kepala-kepala suku Mongol yang mengangkatnya sebagai pemimpin tertinggi bangsa itu pada tahun 1206, atau juga disebut Jenghiz Khan, ketika ia berumur 44 tahun.
            Pada saat kondisi fisiknya mulai lemah, Jenghiz Khan membagi wilayah kekuasaannya menjadi empat bagian kepada empat orang putranya, yaitu Juchi, Chagatai, Ogotai, dan Toluy.
Wilayah kekuasaan Jenghiz Khan yang luas itu dibagi untuk empat orang putranya sebelum ia meninggal dunia 624 H/ 1227 M. Pertama, Juchi, anaknya yang sulung mendapatkan wilayah Siberia bagian barat dan stepa Qipchaq yang membentang hingga ke Rusia selatan, di dalamnya terdapat Khawarizm. Namun, ia meninggal sebelum wafat ayahnya, Jenghiz, dan wilayah warisannya itu diberikan kepada anak Juchi yang bernama Batu dan Orda. Batu mendirikan Horde (kelompok) biru di Rusia Selatan sebagai pilar dasar berkembangnya Horde keemasan (Golden Horde). Sedangkan Orda mendirikan Horde putih di Siberia Barat.
            Kedua, Chagatay mendapat wilayah yang membentang ke timur, sejak dari Transoxania hingga Turkistan timur atau Turkistan Cina. Cabang–barat dari keturunan Chagatay yang bermukim di Transoxania segera masuk kedalam lingkungan pengaruh Islam, namun akhirnya dikalahkan oleh kekuasaan Timur Lenk. Sedangkan Cabang-timur dari keturunan Chagatay berkembang di Samirechye, Illi, T’ien Syan di Tarim.
            Ketiga, Ogatay, adalah putra Jenghiz Khan yang terlibih oleh Dewan Pimpinan Mongol untuk menggantikan ayahnya sebagai Khan Agung yang mempunyai wilayah di Pamirs dan T’ien Syan. Akan tetapi, kedua generasi kekhanan Tertinggi jatuh ke tanggan keturunana Toluy. Walaupun demikian cucu Ogedey yang bernama Qaydu dapat mempertahankan wilayah di Pamirs dan T’ien Syan, mereka berperang melawan anak keturunan Chagatay dan Qubilay Khan hingga ia meninggal dunia tahun 1301.
            Keempat, Toluy si bungsu mendapat bagian wilayah Mongolia sendiri. Anak-anaknya, yakni Mongke dan Qubilay menggantikan Ogedey sebagai Khan Agung. Mongke bertahan di Mongolia yang beribukota di Qaraqarum. Sedangkan Qubilay Khan menaklukkan Cina dan berkuasa di sana yang dikenal sebagai Yuan dinasti yang memerintahkan hingga abad keempat belas, yang kemudian digantikan oleh Dinasti Ming.[10]
           
B. Kemajuan Dinasti Mughol / Mongol     
            Pada masa pemerintahannya, Shah Jahan meninggalkan hasil kebudayaan berasiktek tinggi, yaitu Tajmahal yang ia persembahkan bagi permasurinya yang telah meninggal. Disana pula ia akhirnya dimakamkan oleh putranya, Aurangzeb setelah ia meninggal. Aurangzeb dinilai berhasil dalam menjalankan pemerintahan, dia memberikan corak keislaman ditengah-tengah masyarakat hindu, Aurangzeb mengajak rakyat untuk masuk islam, ia menyuruh Arca-arca hindu ditanam dibawah jalan-jalan menuju Masjid agar orang Islam setiap harinya meginjak-nginjak Arca tersebut. Kebijakan Aurangzeb tersebut banyak menuai kritik dari kalangan hindu, diantaranya adalah kerajaan Rajput yang semula mendukung kerajaan Mughal kemudian menentangnya.[11]
            Ada pula dampak positif dengan berkuasanya dinasti Mongol ini setelah para pemimpinan memeluk agama Islam. Mereka dapat menrima dan masuk ke Agama Isla, antara lain disebabkan mereka berasimilasi dan bergaul dengan masyarakat muslim dalam jangkapanjang. Seperti yang dilakukan oleh Ghanzan Khan (1295-1304 M) yang menjadikan Islam sebagai agama resmi kejayaannya, walaupun pada mulannya beragama Buddha. Rupanya ia telah mempelajari ajaran agama-agamasebelum menetapkan keislamannya. 
           


C. Kemunduran Dinasti Mughol / Mongol
Dan tampak jelas kehancuran dimana-mana dari serangan Mongol, sejak wilayah Timur hingga ke Barat. Kehancuran kota-kota dengan bangunan yang indah-indah dan perpustakaan-perpustakaan yang mengoleksi yang banyak buku memperburu setuasi Islam. Pembunuhan terhadap umat islam terjadi, bukan hanya pada masa Hulagu yang menbunuh Khalifah Abbasiyah dan keluarganya, tetapi pembunuhan juga dilakukan terhadap umat islam yang tidak berdosa. Seperti yang dilakukan oleh Arghun Khan ke-4 pada Dinasti Ilkhan terhadap Takudar sebagai Khan III yang dihukum mati karena masuk Islam. Arghun membunuh umat Islam dan juga mencopot mereka dari jabatan-jabatan negara. Shamsuddin seorang Administrator dari keluarga Juani yang tersoghor juga dihukum mati pada tahun 1289 dan Said Ad-Daulah yang seorang yahudi itu dihukum mati pula pada tahun 1289.[12]
Tindakan yang semula-mula itu pula yang pada akhirnya membawa kerajaan Mughal mengalami masa kemunduran. Setelah Aurangzeb wafat raja-raja berikutnya mengalami lemah. Kerajaan Mungal dan rajanya tidak lebih hanya sebagai simbol yang belaka, bahkan rajanya diberi gaji oleh kolonial Inggris yang telah datang untuk biaya hidup tinggal didalam Istana. Akhirnya setelah Sultan Bahadur shah yang terakhir memimpin berontakan melawan Inggros namun gagal, ia tertangkap dan disiksa secara keji lalu dibuang kerangon (Myanmar) pada tahun 1862 M. Dengan demikian maka tamatlah kerajaan Islam Mughol di India, setelah baeabad-abad lamanya mengalami masa kejayaannya[13].





BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari ketiga kerajaan besar islam yang banyak mengalami perubahan dan masa kejayaan pada masing-masing kerajaan.tiga kerajaan tersebut diantaranya adalah:
1.Kerajaan Turki Usmani berdasarkan sejarah berdirinya,penaklukan konstatinopel, peradaban islam pada masa turki diantaranya : dalam Bidang Pemerintah dan Militer,Bidang Ilmu Pengetahuan,Bidang Kebudayaan,Bidang Keagamaan dan masa Kemunduran Islam diTurki
2. Kerajaan Dinasti Safawiyah  yang  berdasarkan Asal-usulnya, kemajuan Peradaban yang meliputi Bidang Ilmu Pengetahuan, Bidand Ekonomi, Bidang Arsitektur, Bidang Kesenian dan Bidang Tarekat serta masa keruntuhan Dinasti Safawiyah
3.Kerajaan Mughol/ mongol dengan berdasarkan Asal- Usul Dinasti Mongol ,masa kemajuan Dinasti Mongol  sehingga sampai masa kemunduran Dinasti Mongol













DAFTAR PUSTAKA
 Amin, Samsul Munir, 2010. Sejarah Peradapan Islam, Jakarta: AMZAH.
Abdul Karim, Muhammad, dkk.2011.Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Dhaka.





[1] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Cet2, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm, 194-197
[2] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Cet1, (Yogyakarja: PUSTAKAA BOOK PUBLISHER, 2007), hlm,310-314
[3] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm, 198-200
[4] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm, 200-204
[5] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm, 205-209
[6] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm, 187- 190
[7] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Cet1, (Yogyakarja: PUSTAKAA BOOK PUBLISHER, 2007), hlm, 305-308
[8] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm, 191-192
[9] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Cet1, (Yogyakarja: PUSTAKAA BOOK PUBLISHER, 2007), hlm,  308-309
[10] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm,212-215
[11] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Cet1, (Yogyakarja: PUSTAKAA BOOK PUBLISHER, 2007), hlm, 318
[12] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm,
[13] M. Adbul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, hlm, 318 

No comments:

Post a Comment