BERKARYA MENUNJUKKAN JATI DIRI KITA
BERBAGI MENGUJI HATI NURANI
BERBAKTI BUKTI CINTA SETULUS HATI

24 March 2014

PGMI SPI C-5: MASA DINASTI ABBASIYAH



MAKALAH
PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI ABBASIYAH
Mata kuliah : Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu : Muhammad Ghufron Dimyati, MSI





Disusun Oleh Kelompok 6:
1.  Ade Tia Indriani                             (2023 113 011)
2.  Rianti Anindita                                (2023 113 080)
3.  Tatim Hayati                                    (2023 113 083)

KELAS C
PRODI PGMI
JURUSAN TARBIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM  NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2014




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sejarah merupakan Peristiwa yang terjadi pada Masa dahulu, sejarah sangat penting untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik. Berkaitan dengan itu kita bisa mengetahui kejadian-kejadian yang terjadi pada Masa lalu. Bagaimana Rasulullah membina sebuah generasi yang mampu mengubah pola kehidupan jahili menjadi masyarakat yang beradab, masyarakat yang toleran, yang cinta pada ilmu pengetahuan, yang pandai menghargai sesama, dan seterusnya.
Kita dapat mengetahui bahwa islam pernah menjadi Adi Kuasa, yang dalam usianya yang relatife muda waktu itu mampu melebarkan wilayah islam kenegeri-negeri yang jauh dari pusat kekuasaan Islam. Kesuksesan umat Islam waktu itu kemudian disempurnakan oleh generasi selanjutnya, dinasti Abbasiyah dalam dinasti inilah lahir banyak intelektual Islam dibanyak bidang, bahkan jatuh bangunnya dunia perpolitikan umat islam ketika itu seperti tidak menggoyahkan tumbuh dan berkembangnya dunia intelektualnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah?
2.      Siapa dan Bagaimana Cara Kepemimpinan Para Khalifah Dinasti Abbasiyah?
3.      Bagaimana Masa Kemajuan Dinasti Abbasiyah?
4.      Siapa Saja Dinasti-dinasti yang Memerdekakan Diri dari Baghdad?
5.      Apa Faktor yang Menyebabkan Kemunduran Dinasti Abbasiyah?
6.      Bagaimana Akhir Kekuasaan Dinasti Abbasiyah?




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Pemerintahan dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al-Abbas, paman Rasulullah SAW, sementara khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah Ash-Shaffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib.
Dinasti Abbasiyah di dirikan pada tahun 132 H/750 M, oleh Abdul Abbas  Ash-Shaffah. Kekuasaan Dinasti Abbasiyah berlangsung  dalam rentang waktu yang panjang yaitu selama lima abad dari tahun 132-656 H (750 M-1258M).
Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang merupakan pusat kegiatan,yaitu Humaimah, Kufah, dan Khurasan. Humaimah merupakan tempat yang tentram, bermukim di kota itu keluarga Bani Hasyim, baik dari kalangan pendukung Ali maupun pendukung keluarga Abbas. Kufah merupakan wilayah yang penduduknya menganut aliran Syi’ah, pendukung Ali bin Abi Thalib, yang selalu bergolak dan ditindas oleh Bani Umayyah. Khurasan memiliki warga yang pemberani, kuat fisik, teguh pendirian, tidak mudah terpengaruh nafsu dan tidak mudah bingung terhadap kepercayaan yang menyimpang.
Dikota Humaimah bermukim keluarga Abbasiyah, salah seorang pimpinannya bernama Al-Imam  Muhammad bin Ali yang merupakan peletak dasar-dasar  bagi berdirinya Dinasti Abbasiyah. Ia menyiapkan strategi perjuangan menegakkan kekuasaan atas nama keluarga Rasulullah SAW. Para penerang dakwah Abbasiyah berjumlah 150 orang dibawah pimpinan yang berjumlah 12 orang dan puncak pimpinannya adalah Muhammad bin Ali.
Propaganda Abbasiyah di laksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan rahasia. Akan tetapi, Imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan mendirikan kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah Umayyah terakhir, marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan Dinasti Umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya dieksekusi. Ia mewasiatkan kepada adiknya Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu bahwa ia akan terbunuh, dan memerintahkan untuk pindah ke kufah. Sedangkan pemimpin propaganda di bebankan kepada Abu Salamah. Segeralah Abul Abbas pindah dari Humaimah ke kufah diiringi oleh para pembesar Abbasiyah yang lain seperti Abu Ja’far, Isa bin Musa, dan Abdullah bin Ali.
Pemerintahan Abul Abbas Ash-Shaffah
Kekhalifahan Ash-Shaffah hanya bertahan selama 4 tahun Sembilan bulan. Ia wafat pada tahun 136 H di Abar, satu kota yang telah di jadikan sebagai tempat kedudukan pemerintahan. Ia berumurtidak lebih dari33 tahun.
Selama Dinasti Abbasiyah bekuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan Bani Abbasiyah dalam empat periode berikut.
1.      Masa Abbasiyah I,yaitu semenjak lahirnya daulah Abbasiyah tahun132 H (750 M) sampai meninggalnya Khalifah Al-watsiq 232 H (847 M).
2.      Masa Abbasiyah II,yaitu mulai khalifah A-Mutawakkil pada tahun 232 H (847 M) sampai berdirinya daulah Buwaihiyah di Baghdad pada tahun 334 H (946 M).
3.      Masa Abbasiyah III, yaitu berdirinya daulah Buwaihiyah tahun 334 H (946 M) sampai masuknya kaum Saljuk ke Baghdad tahun 447 H (1055 M).
4.      Masa Abbasiyah IV, yaitu masuknya orang-orang Saljuk ke Baghdad tahun 447 H (1055 M) sampai jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Mongoldi bawah pimpinan Hulagu  Khan pada tahun 656 H (1258 M).[1]
B. Para Khalifah Dinasti Abbasiyah
Sebelum Abbul Abbas ash-Shaffah meninggal, ia sudah mewasiatkan siapa penggantinya, yakni saudaranya, Abu Ja’far, kemudian Isa bin Musa, keponakannya. Sistem pengumuman putra mahkota itu mengikuti cara Dinasti Bani Umayyah. Dan satu hal yang baru lagi bagi para khalifah Abbasiyah, yaitu pemakaian gelar. Abu Ja’far misalnya, ia memakai gelar Al-Mansyur.[2] Para khalifah Bani Abbasiyah berjumlah 37 khalifah, mereka adalah:
1. Abul Abbas Ash-Shaffah (pendiri) (132-136 H/749-754 M)
      Khalifah pertama pemerintah Bani Abbasiuyah ini bernama Abdullah Ibn Muhammad Ibn ali Ibn Abdullah ibn Abbas yang menggunkan gelar al-Saffah sehingga lebih terkenal dengan nama Abu al-Abbas Ibn Muhammad As-Saffah. Gelar al-Saffah di dapat setelah pidato pertamanya, “sayalah Al-Saffah yang tidak gentar menumpahkan darah bila perlu”. Al-Saffah berarti sang penumpah darah, yang kemudian menjadi julukannya.
      Pada masa pemerintahannya, upaya yang dilakukan banyak pada konsolidasi internal dan penguatan pilar-pilar Negara yang belum stabil. Fokus perlawanannya adalah penaklukan dan pertempuran dikawasan Turki dan Asia Tengah. Al-Saffah memperkuat kekuasaannya dengan jalan melakukan tindakan dengan tangan besi (kekerasan) terhadap lawan politiknya (Umayyah). Ia menumpaskan keluarga Bani Umayyah dan pendukungnya dengan kekerasan. Ia menumpas seluruh keturunan Umayyah, tetapi ada satu orang yang berhasil melarikan diri ke daerah Afrika Utara dan kemudian sampai ke Andalusia, yang berhasil mendirikan Dinasti Umayyah II di sana yaitu Abdurrahman Al-Dakhil.
      Dia memerintah dalam jangka waktu kurang lebih empat tahun sembilan bulan dan meninggal dunia pada !7 Dzulhijjah 136 H/9 juni 754 M.
2. Abu Ja’far Al-Manshur (136-58 H/754-775 M)
      Pada masa ini Abbasiyah memasuki masa keemasannya. Dia dengan keras menghadapi lawan-lawanya dari Bani Umayyah, khawarij, dan juga Syi’ah yang merasa dikucilkan dari kekuasaan.
      Puat pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah berada ditengah-tengah bangsa Persia. Di Ibu kota yang baru ini Al-Manshur melakukan konsolidasi dan penertipan pemerintahan. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga Eksekutif dan Yudikatif. Dibidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir sebagai koordinator departemen, berasal dari Balkh, Persia. Dia juga membentuk Lembaga Protokol Negara, Sekretaris Negara, dan Kepolisian Negara, disamping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abdurrahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman Negara.
      Dengan demikian, konsep khilafah dalam pandanganya dan berlanjut ke generasi sesudahnya merupakan mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut Nabi sebagaimana pada masa Al-khulafa’u al-Rasyidin.
      Al-Manshur merupakan khalifah yang sangat rajin dan berhati-hati dalam mengatur pemerintahannya. Ia juga sangat teliti, cermat, dan disiplin dalam menjaga peraturannya. Selain itu, ia dikenal hemat dalam pembelanjaan dan pemberian uang kas negara. Hal ini sangat berpengaruh terhadap melimpahnya perbendaharaan kas Negara sepeninggalnya. Jasa lainnya yang sudah ditorehkan adalah ia membangun kota Rofiqoh dan memperluas Masjidil Haram pada tahun 139 H/756 M.
      Al-Manshur telah menetapkan dan mewariskan kekhalifahan kepada anaknya, Al-Mahdi, sebelum wafat dan menomor duakan Isa Ibn Musa yang pernah ditetapkan oleh Al-Saffah. Ia meninggal dunia pada tanggal 7 Dzulhijjah 158 H/8 oktober 775 M, setelah memerintah kurang lebih 22 tahun.
3. Abu Abdullah Muhammad Al-Mahdi(158-169 H/775-785 M)
      Ia dilantik tahun 158 H/775 M setelah ayahnya Al-Manshur meninggal dan mewasiatkan kepadanya. Sifatnya yang dikenal adalah sangat dermawan dan pemurah. Pada masa pemerintahannya, merupakan peralihan dari zaman kekerasan yang menjadi ciri khas dari khilafah sebelumnya menuju keramah-tamahan dan luasnya ilmu pengetahuan dan peradaban. Ia juga mengembalikan harta-harta yang dirampas secara tidak benar. Jasa lainnya adalah ia juga memperluas Masjidil Haram, membangun saluran air sepanjang jaln ke Mekah untuk para khalifah yang berdiam. Ia membelanjai orang lemah (berpenyakit Kusta), membangun jawatan pos berunta dan berkuda antara Makah dan Madinah, juga membangun pertahanan kota.
      Ada juga pemberontakan-pemberontakan di masa pemerintahannya, tetapi kebanyakan mereka mampu dikalahkan dan diampuni. Seperti pemberontakan yang dipimpin Yasykuri di Mesopotamia yang berusaha merusak pemerintahannya, pemberontakan bani Tamim, dan lain-lain.
      Al-Mahdi membentuk tentara Islam yang dipimpin putranya (Harun al-Rasyid) pada tahun 163 H. Mereka mampu menduduki Byzantium pada tahun 165 H. kemenangan ini membuat raja-raja lain semakin bersumpah setia kepadanya, seperti Kabul, Tabaristan, Sind, dan China. Al-Mahdi meninggal pada 22 Muharram tahun 169 H/4 Agustus 789 M, saat berburu jatuh dari kudanya. Ia memerintah selama kurang lebih 10 tahun beberapa bulan. 
4. Abu Muhammad Musa Al-Hadi(169-170 H/785-786 M)
      Pada masa pemerintahannya, terjadi pemberontakan yang dipimpin Husein ibn Ali ibn Husein ibn Hasan ibn Ali di Makkah dan Madinah. Dia menginginkan agar pemerintahan berada di tangannya. Di Madinah, Husein bertempur dengan tentara Abbasiyah di Wadi Futh (antara Makkah dan Madinah), al-HAdi berhasil menaklukan pasukan Husein pada tahun 169 H/785 M. Husein dan tentaranya wafat dalam pertempuran. Pada peperangan ini, Idris ibn Abdullah ibn Husein ibn Hasan berhasil melarikan diri ke Maroko dan mendirikan dinasti bani Idrisiyah. Pada saat yang sama, saudaranya bernama Yahya ibn Abdullah melakukan pemberontakan di Dailam dan berhasil dilantik di sana.
      Al-Hadi wafat pada tanggal 14 rabi’ul awal 170 H/13 September 786 M pada usia 26 tahun setelah memerintah selama 1 tahun 3 bulan.

5. Abu Ja’far Harun Ar-Rasyid (170-193 H/786-809 M)
      Harun Al-Rasyid terkenal sebagai khalifah yang berwibawa, dicintai rakyat, disenangi lawan atau kawan, shaleh, halus budinya, dermawan, taat beragama dan piawai dalam memegang pemerintahan sehingga dikenal sebagai penguasa terbesar di dunia. Ia merupakan mutiara sejarah Abbasiyah dan raja paling agung dalam sejarah.
      Pada masa pemerintahannya, islam mengalami puncak kemegahan dan kesejahteraan yang belun pernah dicapai sebelumnya. Ia dikenal dengan kekuatan dan kemajuan ilmu pengetahuannya, sehingga Baghdad menjadi pusat ilmu pengetahuan, kebudayaan dan perniagaan di Dunia.
6. Abu Musa Muhammad Al-Amin (193-198 H/809-813 M)
      Dia adalah khalifah bani Abbasiyah dimana ayah dan ibunya berasal dari Bani Hasyim.Ayahnya Harun yang telah membaiatnya menjadi khalifah yang kemudian untuk saudaranya al-Ma’mun dan kemudian qasim. Dia diberi kekuasaan di Irak sedangkan al-Ma’mun di Khurasan. Al-Rasyid membaiat keduanya di Makkah dan mengambil janji setia keduanya untuk tidak berselisih. Akan tetapi ada seorang mentri al-Amin yang mendorongnya untuk mencopot posisi putra mahkota dari adiknya dan memberikannya kepada anaknya bernama Musa. Al-Amin pun termakan tipuan itu. Dan terjadilah pemberontakan dari Al-Ma’mun. dia memerintah selama kurang lebih 5 tahun lamanya.
7.      Abu Ja’far Abdullah Al-Ma’mun (198-218 H/813-833 M)
Ia adalah keturunan Harun Al-Rasyid karena kedekatannya terhadap golongan Alawiyah maka dia berhasil mengurangi serangan dari golongan Syi’ah. Ia mendirikan Baitul Hikmah (gedung Ilmu pengetahuan) meneruskan dari ayahnya Harun Al-Rasyid, yaitu perpustakaan besar yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dan kantor penerjamahan sehingga banyak buku-buku yang diterjemahkan dalam bahasa arab. Perluasan wilayah kekuasaan membentang luas dari Timur (tembok besar Cina) sampai ke Barat (pantai Atlantik). Al-Ma’mun meninggal pada tahun 218 H/833 M setelah berkuasa selama 20 tahun.
8.      Abu Ishaq Muhammad Al-Mu’tashim (218-227 H/833-842 M)
Dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan system ketentaraan. Praktik orang-orang muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit professional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbasiyah menjadi sangat kuat walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, Revolusi Al-Khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindiq di Persia, gerakan Syiah, dan konflik antar bangsa dan aliran pemikiran keagamaan. Semuanya dapat dipadamkan.
9.      Abu Ja’far Harun Al-Watsiq (227-232 H/842-847 M)
Dia bernama asli Harun ibn Muhammad Al-Watsii. Ia menjadi khalifah setelah ayahnya. Ia dinobatkan menjadi khalifah pada tahun 227 H/842 M. pada masa pemerintahannya tidak terjadi sebuah peristiwa yang sangat siknifikan dan penting. Harun al-Watsiq meninggal dunia pada tahun 223 H/846 M setelah memerintah selama 5 tahun.
10. Abu Fadl Ja’far Al-Mutawakil (232-247 H/847-861 M)
      Ada peristiwa penting pada masa ini yaitu pada tahun 238 H/852 M orang-orang romawi melakukan penyerangan di Di Dimyath, Mesir. Mereka berhasil dihancurkan dan dibunuh. Sisanya dikembalikan kenegaranya. Khalifah Al-Mutawakkil dibunuh pada tahun 247 H/861 M. ia menjadi khalifah selama sekitar 15 tahun.
11. Abu Ja’far Muhammad Al-Muntashir (247-248 H/861-862 M)
      Setelah khalifah Al-Mutawakkil, para khalifah selanjutnya dinaikkan dan diturunkan oleh tentara. Militer yang anggotanya sebagian besar para budak mendominasi pemerintahan saat itu dibawah komando para jendral. Pada kekhalifahan Al-Mustanshir sendiri juga didominasi oleh tentara. Tidak banyak hal atau peristiwa penting yang terjadi, selain kekacauan dalam pemerintahannya. Akhirnya setelah kurang lebih setahun berkuasa ia turun tahta pada 248 H/862 M.
12. Abul Abbas Ahmad Al-Musta’in (248-252 H/862-866 M)
      Kekacauan pemerintahan saat itu uterus terjadi. Selain dominasi orang-oarng Turki, juga kaum perempuan istana memainkan peran politik penting dan terlibat dalam kekacauan ini atas pengaruh para budak. Pemerintahan Al-Musta’in sangat lemah ia adalah pemimpin yang lemah dan bimbang. Karena ia dikejar-kejar oleh para pengawalnya sendiri, ia melarikan diri ke Baghdad. Kemudia ia dikepung di sana dan dipaksa melepaskan tahta kepemimpinanya setelah 4 tahun menjadi khalifah yaitu pada tahun 252 H/866 M.
13. Abu Abdullah Muhammad Al-mu’taz (252-255 H/866-869 M)
      Peran politik perempuanpun berlangsung pada masa pemerintahan Al-Mu’tazz naik tahta. Kekacauan semakin berlanjut. Sejarah kekhalifahan mengalami disintegrasi yang sangat membingungkan selama 2 abad. Secara formal, khalifah naik tahta tanpa memiliki kekuasaan dan turun tahta tanpa disesali. Akhirnya Al-Mu’tazz pun turun tahta pada tahun 255 H/869 M setelah kurang lebih 3 tahun menjadi khalifah.
14. Abu Ishaq Muhammad Al-Muhtadi (255-256 H/869-870 M)
      Al-Muhtadi menjadi khalifah Abbasiyah hanya kurang lebih satu tahun. Hal yang sama yaitu kekacauan-kakacauan juga terjadi. Jabatan khalifah hanya sebagai jabatan formal saja tapi pada hakikatnya pemerintahan tetap dijalankan oleh militer dibawah kekuasaan orang-orang Turki. Akhirnya Al-Muhtadipun turun tahta pada tahun 256 H/870 M.
15. Abul Abbas Ahmad Al-Mu’tamid (256-279 H/870-892 M)
      Pemberontakan budak-budak Zanj memanfaatkan situasi dan kondisi ibu kota yang sedang kacau. Perangpun berkobar selama 14 tahun dari masa kekuasaan Al-Mu’tamid. Saudara lelaki khalifah yang bernama Al-Muwaffaq mengambil alih komando operasi dan berhasil mengahancurkan pemberontakan. Kekhalifahan Al-Mu’tamid berakhir pada tahun 279 H/892 M.

16. Abul Abbas Ahmad Al-Mu’tadid (279-289 H/892-902 M)
            Baghdad sebagai ibu kota yang berjalan selama lebih dari setengah abad telah mengubah pandangan dan tidak mengubah arus peristiwa yang ada. Kekuasaan tetap tidak berada pada tangan khalifah namun beralih ketangan militer.kekhalifahan Al-Mu’tadhid berakhir pada tahun 289 H/902 M.
17. Abul Muhammad Ali Al-muktafi (289-295 H/902-905 M)
      Kekhalifahan kemudian dilanjutkan oleh anaknya yaitu Al-Muktafi. Kekuasaan ini hanyalah bersifat semu karena pada hakikatnya tampuk kekhalifahan Baghdad berada dibawah Rezimiliter. Masa kekhalifahan Al-Mu’tafi berakhir pada tahun 295 H/905 M.
18. Abul fadl Ja’far Al-Muqtadir (295-320 H/905-932 M)
      Kekuatan Al-Muqtadir menjadi khalifah mencapai 24 tahun lamanya. Kekacauan semakin merajalela ketika ibu sang khalifah yang berkebangsaan Turki terus menerus mengancam Puri urusan kenegaraan dan pemerintahan. Kekuasaan Al-Muqtadir ditandai dengan munculnya tiga belas wazir yang sebagian diantara mereka mati terbunuh. Pada masa pemerintahan Al-Muqtadir ini terdapat tiga kekhalifahan yang diakui saling bersaing didunia islam pada saat yang bersamaan. Al-Muqtadir sangat lemah dan tidak cakap dalam hal pemerintahan. Kemudian ia menyerahkan urusan-urusan kenegaraan kepada kepala pengawalnya yaitu Mu’nis Al-Muzhaffar, seorang kasim dengan gelar baru Amir Al-Umara’ (pemimpin para pemimpin). Dia berhasil menurunkan Al-Mu’tadir dan berakhirlah masa kekhalifahannya.
19. Abu Mansur Muhammad Al-Qahir (320-322 H/932-934 M)
      Setelah berhasil menurunkan Al-Mu’tadir, Mu’nis kemudian mengangkat saudara Al-Mu’tadir bernama Al-Qahir sebagi khalifah. Nasibnya sungguh mengenaskan yang akhirnya ia menjadi pengemis jalanan di kota Baghdad.
20. Abul Abbas Ahmad Ar-Radi (322-329 H/934-940 M)
      Amir Al-Umara Al-Radhi membuat prosedur baru dalam sejarah, yaitu dengan menyebut namanya berbarengan dengan nama khalifah dalam shalat jum’at. Masa ar-Radi ini disebut-sebut sebagai masa terakhir kekhalifahan sejati. Ar-Radi menyerahkan kekuasaannya pada tahun 329 H/940 M.
21. Abu Ishaq Ibrahim Al-Muttaqi (329-332 H/940-944 M)
      Al-Muttaqi mengikuti jejak pendahulunya yaitu al-Qahir melalui proses yang sama menuju dunia kegelapan. Semuanya berkat pengaruh dari amir al-umara’, ia pun digulingkan dan menjadi buta yang akhirnya meminta-minta di pinggir jalanan kota Baghdad. Ia diguligkan oleh amir al-umara’ pada tahun 332 H/944 M.
22. Abul Qasim Abdullah Al-Mustaqfi (332-334 H/944-946 M)
      Pada kekhalifahan al-Mustakfi ini Abbasiyah mengalami kemunduran yang semakin terlihat. Khalifah mengangkat Ahmad ibn Buwaih sebagai amir al-umara’ dan memberinya gelar kehormatan Mu’izz al-Dawlah.dimulai pada masa ini, dinasti Abbasiyah kemudian berada di bawah kekuasaan orang-orang Buwaihiyah (Persia) yang beraliran Syi’ah. Al-Mustakfi yang menjadi buta digulingkan oleh Mu’izz al-Dawlah.
23. Abul Qasim Al-Fadl Al-Mu’ti (334-362 H/946-974 M)
      Kekhalifahan yang ada (Abbasiyah) menjadi hanya sekedar boneka bagi amir al-umara’yang suka memecah belah. Baghdad bukanlah lagi pusat dunia Islam, tetapi keunggulannya beralih ke Syiraz (ibu kota dinasti Buwaihiyah).
24. Abul Fadl Abdul Karim At-Thai’I (362-381 H/974-991 M)
      Khalifah at-Tha’I berharap bisa memiliki keturunan yang akan meneruskan kekuasaannya. Ia menikahi putri dari ‘Adud al-Dawlah. Akan tetapi Baha’ al-Adwal putra dari ‘adud al-Dawlah malah menjatuhkan dan menggulingkan khalifah al-Tha’I pada tahun 381 H/991 M.
25. Abul Abbas Ahmad Al-Qadir (381-422 H/991-1031 M)
      Pada masa al-Qadir, kekuasaan kekhalifahan di bawah supremasi Buwaihiyah menjadi semakin merosot. Pertikaian antara anggota kerajaan terus berlanjut dalam menentukan khalifah penerus dan Buwaihiyah yang Syi’ah menjadi musuh terhadap orang Baghdad yang sunni. Raja Seljuk mulai memasuki kota Baghdad dan melakukan perlawanan. Al-Qadir pun tidak mampu membendung datangnya bangsa Seljuk ini.


26. Abu Ja’far Abdullah Al-Qaim (422-467 H/1031-1075 M)
      Khalifah al-Qa’im menyambut para penyerang Seljuk dan menganggapnya sebagai utusan. Dari sinilah kemudian dinasti Abbasiyah berada di bawah kekuasaan Seljuk dan berakhir pada masa pemerintahan al-Nashir. Kekuasaan al-Qa’im berakhir pada tahun 467 H/1075 M.
27. Abul Qasim Abdullah Al-Muqtadi (467-487 H/1075-1094 M)
      Pada masa pemerintahan ini, kekhalifahan Seljuk yang tadinya berada di Isfahan kemudian dipindahkan ke ibukota kekhalifahan di Baghdad. Dengan demikian, khalifah Abbasiyah yaitu al-Muqtadi menjadi tidak lebih dari sekedar boneka yang sekehendak dipermainkan oleh khalifah Seljuk.
28. Abul Abbas Ahmad Al-Mustadzir (487-512 H/1094-1118 M)
      Pada masa ini, perang salib terus bergejolak. Al-Mustazhhir sangatlah lemah. Ia tidak mampu membendung pasukan salib. Para pemimpin ini hanya mampu berdiam diri ketika berlangsungnya perang yang paling bergejolak dalam hubungan Islam-Kristen.
29. Abu Manshur Al-Fadl Al-Mustarsyid (512-529 H/1118-1135 M)
      Al-Mustarsyid adalah anak dari al-Mustadzir, sama dengan ayahnya yang lemah dan tidak cakap, maka kekhalifahannya tidaklah memberikan arti kepada Abbasiyah. Ia juga tidak mampu memimpin dan mengatasi perang salib.
30. Abu Ja’far Al-Mansur Ar-Rasyid (529-530 H/1135-1136 M)
      Ia adalah anak dari al-Mustarsyid. Sebagaimana ayahnya ia juga dianggap sebagai khalifah figuran saja dalam dinasti Abbasiyah. Perang salib juga masih terus berlangsung sedangkan ia sebagai khalifah juga melemah dan menyebabkan kemunduran Abbasiyah.
31. Abu Abdullah Muhammad Al-Muqtafi (530-555 H/1136-1160 M)
      Selama kekhalifahan al-Muqtafi perang salib semakin hebat dan berkobar. Pemimpin muslim (Zangi) semakin tertekan dan meminta bantuan kepada khalifah Abbasiyah di Baghdad untuk memberikan bala tentaranya, tetapi hanya mendapat beberapa ribu saja. Tetapi hal ini tidak menyuruskan pemimpin muslim Zangi untuk terus melawan pasuan salib dengan perlawanan yang terus-menerus.
32. Abul Mudzafar Al-Mustanjid (555-566 H/1160-1170 M)
      Tidak banyak hal terjadi pada masa kekhalifahan al-Mustanjid, selain dari kemunduran yang terjadi di Abbasiayah yang mengarah pada kehancuran. Shalahuddin yang ketika itu menjabat sebagai komando yang diangkat oleh Nuruddin (pemimpin Zangi) siap memberikan bantuan dalam menghadapi pasukan salib.
33. Abu Muhammad Al-Hasan Al-mustadi (566-575 H/1170-1180 M)
      Pada kekhalifahan ini pertempuran melawan tentara salib juga masih berlangsung dan dipimpin oleh Shalahuddin al-Ayyubi (selanjutnya menjadi penguasa Dinasti Ayyubiyah). Hal ini juga menunjukan betapa lemhahnya khalifah dalam menghadapi pertempuran dan peperangan.
34. Abu Al-Abbas Ahmad An-Nasir (575-622 H/1180-1225 M)
      Khalifah al-Nashir telah berusaha melakukan berbagai upaya (terakhir) untuk membangkitkan dan memulihkan kekhalifahan seperti zaman dahulunya. Namun segala upaya al-Nashir hanyalah seperti sisa kerlip api yang hampir padam. Bangsa Mongol mulai merangsek masuk Baghdad dan membuat kerusakan dimana-mana.
35. Abu Nasr Muhammad Az-Zahir (622-623 H/1225-1226 M)
      Al-Zahir adalah putra al-Nashir yang termasuk seperti halnya ayahnya, khalifah al-Zahir menghabiskan masa-masa terakhirnya dalam rasa takut yang amat sangat atas Ekspansi bangsa Mongol. Bangsa Mongol berhasil masuk dan merangsek hingga kekota Samarra.
36. Abu Ja’far Al-Mansur Al-Mustansir (623-640 H1226-1242 M)
      Begitu pula dimasa al-Mustansir juga hidup dan berkuasa dalam rasa takut yang takhenti-henti. Ketika bangsa Mongol berhasil masuk sampai kekota Samarra, mereka berhasil menguasainya. Penduduk Baghdad yang ketakutan berjuang untuk membela diri dari serangan Bangsa Mongol.


37. Abu Ahmad Abdullah Al-Mu’tashim Billah (640-656 H1242-1258 M)
      Pada tahun 1253, Hulagu Khan yang merupakan cucu Jengis Khan, memimpin Mongol. Hulagu meminta kerjasama dengan al-Musta’shim untuk menghancurkan Hasyasyin tetapi tidak mendapat jawaban dari khalifah. Hulagu kemudian mengirim ultimatum dan mulai menghancurkan tembok kota (meruntuhkannya) dan menara Benteng. Setelah bias menguasai kota, Hulagu dan pasukannya menawarkan penerahan diri tanpa syarat kepada khalifah dan para pejabat. Mereka kemudian dibunuh sepuluh hari kemudian. Dengan kemudian, berakhirlah kekuasaan Dinasti Abbasiyah ditangan bangsa Mongol.[3]
Pada masa bangsa Mongol dapat menaklukkan Baghdad tahun 656 H/1258 M, ada seorang pangeran keturunan Abbasiyah yang lolos dari pembunuhan dan meneruskan kekhalifahan dengan gelar khalifah yang hanya berkuasa di bidang keagamaan dibawah kekuasaan kaum Mamluk di Kairo, Mesir tanpa kekuasaan duniawi yang bergelar Sultan. Jabatan khalifah yang disandang oleh keturunan Abbasiyah di Mesir berakhir dengan diambilnya jabatan itu oleh Sultan Salim I dari Turki Usmani ketika menguasai Mesir pada tahun1517 M. dengan demikian, hilanglah kekhalifahan Abbasiyah untuk selama-lamanya.
Para khalifah Bani Abbasiyah yang ada di Mesir adalah sebagai berikut[4].
1. Al-Muntashir                                                                             1251-1261 M
2. Al-Hakim I                                                                                1261-1302 M
3. Al-Mustakfi                                                                              1302-1340 M
4. Al-Wasiq                                                                                   1340-1341 M
5. Al-Hakim II                                                                              1341-1352 M
6. Al-Mutadid I                                                                            1352-1362 M
7. Al-Mutawakkil I                                                                       1362-1377 M
8. Al-Mu’tashim                                                                            1377-1377 M
9. Al-Mutawakkil I                                                                       1377-1383 M
10. Al-Watsiq II                                                                            1383-1386 M
11. Al-Mu’tashim                                                                          1386-1389 M
12. Al-Mutawakkl I                                                                      1389-1406 M
13. Al-Musta’in                                                                             1406-1414 M
14. Al-Mu’tadid                                                                            1414-1441 M
15. Al-Mustakfi II                                                                        1441-1451 M
16. Al-Qaim                                                                                  1451-1455 M
17. Al-Mustanjid                                                                           1455-1479 M
18. Al-Mutawakkil II                                                                    1479-1497 M
19. Al-Mustansik                                                                          1497-1508 M
20. Al-Mutawakkil III                                                                  1508-1516 M
21. Al-Mustamsik                                                                         1516-1517 M
22. Al-Mutawakkil III                                                                  1517-1517 M

C. Masa Kejayaan Peradaban Dinasti Abbasiyah
Pada periode pertama pemerintahan Dinasti Abbasiyah mencapai masa keemasan. Secara politis para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik sekaligus agama. Di sisi lain kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam islam.
Peradaban dan kebudayaan Islam tumbuh dan berkembang bahkan mencapai kejayaan pada masa Abbasiyah. Hal tersebut dikarenakan Dinasti Abbasiyah pada periode ini lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan islam daripada perluasan wilayah. Di sini letak perbedaan pokok antara Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah.
Pucuk kejayaan Dinasti Abbasiyah terjadi pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809 M) dan anaknya Al-Makmun (813-833 M). ketika Ar-Rasyid memerintah, Negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin walaupun ada juga pemberontakan, dan luas wilayahnya mulai dari Afrika Utara hingga ke India.
Pada masanya hidup pula para filsuf, pujangga, ahli baca Al-qur’an dan para ulama di bidang agama. Didirikan perpustakaan yang diberi nama Baitul Hikmah, di dalamnya orang dapat membaca, menulis dan berdiskusi. Khalifah Harun Ar-Rasyid sebagai orang yang taat beragama, menunaikan ibadah haji setiap tahun yang diikuti oleh keluarga dan pejabat-pejabatnya serta para ulama, dan berderma kepada fakir miskin.
Pada masanya berkembang ilmu pengetahuan agama, seperti ilmu Al-Qur’an, qiraat, hadis, fiqih, ilmu kalam, bahasa dan sastra. Empat madzab fiqih tumbuh dan berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah. Iman Abu Hanifah (meninggal di Baghdad tahun 150 H/677 M) adalah pendiri madzab Hanafi. Imam Malik bin Annas banyak menulis hadis dan pendiri maszab Maliki (wafat di Madinah tahun 179 H/795 M). Muhammad bin Idris Ash-Syafi’I (wafat di Mesir tahun 204 H/819 M) adalah pendiri Madzab Syafi’i. ahmad bin Hanbal pendiri Madzab Hanbali (w.tahun 241 H/855 M).disamping itu berkembang pula ilmu filsafat, logika, metafisika,matematika, ilmu kalam, geografi, Al-Jabar, Aritmatika, Mekanika, Astronomi, Musik, Kedokteran, dan Kimia.
Ilmu-ilmu umum masuk kedalam islam melalui terjemahan dari bahasa Yunani dan Persia kedalam bahasa Arab, di samping Bahasa India. Pada masa pemerintahan Al-Makmun, pengaruh Yunani sangat kuat. Diantara penerjemah yang mashur saat itu adalah Hunain bin Ishaq, seorang Kristen Nestorian yang banyak menerjemahkan buku-buku berbahasa Yunani kebahasa Arab. Ia menerjemahkan kitab republic dari Plato, dan kitab kategori, metafisika, magna moralia dari Aristoteles. Al-Khawarizmi (w.850 M) menyusun ringkasan astronomi berdasarkan ilmu Yunani dan India.
Lembaga pendidikan pada masa Dinasti abbasiyah mengalami perkembangan dan kemajuan sangat pesat. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa Administrasi yang sudah berlaku sejak masa Bani Umayah, maupun sebagai bahasa Ilmu Pengetahuan. Disamping itu, kemajuan tersebut paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu sebagai berikut.
  1. Terjadinya Asimilasi antara Bangsa Arab dengan Bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu Pengetahuan. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlangsung secara evektif dan bernilai guna. Bnagsa-bangsa itu member saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh Persia, sebagaimana sudah disebutkan sangat kuat di bidang pemerintahan. Di samping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, Filsafat, dan Sastra. Pengaruh India terlihat dalam bidang Kedokteran, ilmu Matematika, dan Atronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahn di berbagai Bidang Ilmu, terutama Filsafat.
  2. Gerakan penerjemahan berlangsung dalam tiga fase. fase. pertama pada masa khalifah Al-Manshur hingga Harun Ar-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang Ekonomi dan Mantiq. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah Al-Makmun hingga tahun 300 H. buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat, dan kedokteran pada fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H. terutama setelah adanya pembuatan kertas.selanjutnya bidang-bidang ilmu ynag diterjemahkan semakin meluas.
Khalifah Harun Ar-Rasyid merupakan penguasa yang paling kuat di Dunia oada saat itu, tidak ada yang menyamainya dalam hal keluasan wilayah yang diperintahnya, dan kekuatan pemerintahannya serta ketinggian kebudayaan dan peradaban yang berkembang di negaranya.khaliafah Harun Ar-Rasyid berada pada tingkat yang lebih tingi peradabannya dan lebih besar kekuasaannya jika dibandingkan dengan Karel agung di Eropa yang menjamin persahabatan dengannya karena motif saling memenfaatkan. Harun bersahabat dengan Karel untuk menghadap dinasti umayah di Andalusia, sementara Karel brkepentingan dengan khalifah yang tersohor itu untuk menghadapi Bizantium. Bagdad sebagai ibu kota Abbasiyah tidak ada bandingannya ketika itu, walau dengan Konstantinopel sebagai ibu kota Bizantium sekalipun.
Bagdad Sebagai Pusat Peradaban Islam
Pada mulanya ibu kota Negara adalah Al-Hasyimiyah dekat Kufah. Namun, untuk lebih memantabkan dan menjaga kestabilitas Negara yang baru berdiri itu Al-Mashur memindahkan ibu kota Negara ke kota ynag baru dibangunya, Bagdad dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, pada tahun 762 M.
Bagdad terletak dipinggir kota Tigris. Al-Manshur sangat cermat dan teliti dalam memilih lokasi yang akan dijadikan ibu kota. Ia menugaskan beberapa orang ahli untuk meneliti dan mempelajari lokasi. Bahkan ada beberapa orang diantara mereka yang diperintahkan hingga beberapa hari ditempat itu pada setiap musim yang berbeda. Kemudia pada ahli tersebut melaporkan kepadanya tentang keadaan udara, tanah, dan lingkungan setelah melakukan penelitian secara saksama, saerah ini ditetapkan sebagai ibu kota.
Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan bangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam. Iyulah sebabnya Philipk.Hitti menyebutnya sebagai kota Intelektual, menurutnya Bagdad meruakan professor masyarakat Islam.
Kota Baghdad sebagai pusat Intelektual terdapat beberapa pusat aktivitas pengembangan ilmu, antara lain Baitul Hikmah, yaitu lembaga ilmu pengetahuan sebagai pusat pengkajian berbagai ilmu. Baghdad juga sebagai pusat penerjemahan buku-buku dari berbagai cabang ilmu yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa arab.
Sebagai ibu kota, Baghdad mencapai puncaknya pada masa Harun ar-Rasyid walaupun kota tersebut belum limapuluh tahun dibangun. Kemegahan dan kemakmuran tercermin dalam istana yang luasnya sepertiga dari kota bagdad yang berbentuk bundar itu dengan dilengkapi beberapa bangunan sayap  dan ruang Audiensi yang dipenuhi berbagai perlengkapan yang terindah. Kemewahan istana itu muncul dalam upacara-upacara penobatan khalifah, perkawinan, keberangkatan berhaji, dan jamuan untuk para Duta Negara asing.
Dengan demikian, Dinasti Abbasiyah dengan pusatnya di Baghdad sangat maju sebagai pusat kota peradaban dan pusat ilmu pengetahuan. Beberapa kemajuan islam dalam berbagai bidang kehidupan dapat disebutkan sebagai berikut.
  1. Bidang agama
Kemajuan di bidang agama antara lain dalam beberapa bidang ilmu.yaitu ulumul quran, ilmu tafsir, hadis, ilmu kalam, bahasa, dan fiqih.
  1. Bidang Umum
Dalam bidang umum antara lain berkembang berbagai kejian dalam bidang filsafat, logika, metafisika, matematika, ilmu alam, geometri, al-jabar, aritmatika, mekanika, astronomi, music, kedokteran, kimia, sejarah, dan sastra.[5]

Bentuk-bentuk peradaban pada Dinasti Abbasiyah antara lain :
  1. Bangunan
-          Baitul Himah yang merupakan perpustakaan yang sekaligus pusat ilmu pengerahuan dan gerakan penerjemahan.
-          Kuttab yaitu tempat belajar atau sekolah dasar yang biasanya merupakan bagian dari Masjid yang juga difungsikan sebagai sekolah.
-          Madrasah Nizamiyah (didirikan oleh Nizamulk) yang berfungsi sebagai lembaga pendidikan teologi (keagamaan).
-          Khizanat al-Kuttub yaitu perpustakaan (dibangun oleh Syiraz-Buwaihiyah) yang semua bukunya disusun diatas lemari-lemari, didaftar dalam catalog, dan diatur dengan baik oleh staf Adminidtrasi secara teratur.
-          Bangunan fisik lain antara lain : Masjid-masjid, jalan, istana, observatorium, rumah sakit, mata air Zubaidah dan lain-lain.
  1. Tokoh-tokoh dan Ilmuah.
-          Kedokteran : al-thabaring, al-Razi, ali ibn al-Abbas al-Majusi dan ibnu Sina.
-          Filsafat : al-Kindi, al-farabi dan Ibnu Sina.
-          Ilmu pengetahuan alam : al-biruni, al-karaji (aritmatika).
-          Hadits : imam al-Buhari, imam muslim, ibnu majah, abu dawud, an-nasa’i.
-          Tafsir : al-thabari, ibn’athiyah al-andalusia.
-          Kalam : jahm, ibn Sofyan (jabariyah), ghilan, al-dimasyki (kodariyah), al-ghozali (ahlussunah wal jama’ah).
-          Bahasa : sibawaih, al-Kisai, abu zakaria al-Farra.

  1. Kota pusat peradaban
-          Baghdad, merupakan kota yang paling indah yang pekerjanya mencapai lebih dari 100.000 orang yang dipimpin oleh ibn Arthal. Di Baghdad terdapat istana yang berada dipusat kota, asrama pengawal, rumah pejabat dan rumah keluarga khalifah.
-          Samarra, letaknya disebelah timur sungai Tigris, 60 Km dari kota Baghdad. Kotanya nyaman, indah dan teratur.
-           
  1. System pemerintahan dan kebijaksanaan
-          Adanya kantorpengawas, dewan korespondensi (arsip), dewan penyelidik keluhan, departemen kepolisian dan pos.
-          Pembagian wilayah kedalam provinsi yang dipimpin oleh seorang gubernur. Provinsi dari masa kemasa mengalami perbahan seiring perluasan wilayah kekuasaan.
-          Berbagai kebijaksanaan, antara lain : khalifah merupakan keturunan Arab sedangkan jabatan lain diangkat dari bnagsa Persia (selanjutnya berganti sesuai dengan supremasi kekuasaan), kota Baghdad menjadi pusat kegiatan (internasional) ilmu pengetahuan sangat dihargai dan dimuliakan, kebebasan berfikir dan hak asasi disegala bidang, kebijakan ekonomi yang berimbas pada kebendaharaan yang melimpah.


  1. System Militer
Sistem militer terorganisasi dengan baik, disiplin tinggi, mendapat pelatihan dan pengajaran secara regular. Pasukan pengawal khalifah (Hams) merupakan pasukan tetap. Selain itu juga ada pasukan bayaran dan sukarelawan.
  1. Industry dan Perdagangan
Hubungan perdagangan dijalin antara Arab, Persia,India dan Cina. Perdagangan di sebelah barat mencapai wilayah Maroko dan Spanyol. Muncul industry-industri perdagangan termasuk pabrik-pabrik antara lain : Kurma, Gula, Kapas, Wol, Baja, Gelas, Rempah-rempah, Sutra dan lain-lain.
  1. Pertanian
Daerah tepian sungai yang subur dikenal dengan sawad. Pertanian merupakan sumber utama pemasukan Negara. Mereka membuka saluran Irigasi dari sungai Eufrat dan Tigris. Mereka juga menggali Kanal-kanal. Selain pertanian atas gandum, kurma, padi juga berbagai sayuran, buah, dan tanaman lain.

  1. Keagamaan
Adanya islamisasi masyarakat oleh khalifah Abbasiyah. Hal ini berhubungan dengan Ekspansi wilayah baru yang dilakukan khalifah Abbasiyah sehingga kepemimpinan yang Islami sangat berpengaruh pada wilayah-wilayah baru.
  1. Pedidikan
Lembaga pendidikan islam pertama adalah Baitul Hikmah yang berfungsi sebagai biro penerjemahan, pusat kajian ilmu pengetahuan, perpustakaan dan observatorium. Dibangunya juga lembaga pendidikan madrasah Nizamiyah, perpustakaan khizanat al-Kutub dan banyaknya toko buku.[6]

D.    Dinasti-Dinasti Yang Memerdekakan Diri Dari Baghdad
Dalam bidang politik, disintegrasi sebenarnya sudah mulai terjadi pada akhir zaman Umayyah. Sebagaimana diketahui, wilayah kekuasaan Bani Umayyah mulai dari awal berdirinnyasampai masa keeruntuhannya, sejajar dengan batas-batas wiayah kekuasaan Islam. Hal ini berbeda dengan masa Dinasti Abbasiyah. Kekuasaan Dinasti ini tidak pernah diakui oleh Islam di wilayah Spanyol dan Afrika Utara, kecuali Mesir. Bahkan dalam kenyataannya, banyak wilayah tidak dikuasai khalifah. Secara ri, daerah-daerah itu berada dibawah kekuasaan gubernur-gubernurprovinsi bersangkutan. Hubungannya dengan khalifah ditandai dengn pembayaran upeti.
Ada kemungkinan bahwa para khalifah Bani Abbasiyah sudah cukup puas dengan pengakuan nominal dari provinsi-provinsi tertentu, dengan pembayaran upeti. Alasannya ;
1.      Mungkin para khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk kepadanya.
2.      Penguasa Bani Abbas lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan dari pada politik dan ekspansi.[7]
Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada persoalan politik itu, beberapa profinsi tertentu dipinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbasiyah.[8] Ini biasa terjadi dalam salah satu dari dua cara: pertama, seorang pemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperolehkemerdekaan penuh, seperti Daulah Umayyah di Spanyol dan Idrisiyah di Maroko. Kedua, seseorang yang ditujuk menjadi gubernur oleh khalifah, kedudukannya semakin bertambah kuat, seperti Daulah Aghlabiyah di Tunisia dan Thahiriyyah di Khurasan.[9] Adapun dinasti yang lahir dan melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khalifah Abbasiyah, diantaranya adalah sebagai berikut.
1.      Thairiyah di Khurasan, Persia (820-875 M).
2.      Safariyah di Fars, Persia (868-901 M).
3.      Samaniyah di Transoxania (873-998 M).
4.      Sajiyah di Azerbaijan (878-930 M).
5.      Buwahiyah, Persia (932-1055 M)
6.      Thuluniyah di Mesir (837-903 M).
7.      Ikhsidiyah di Turkistan (932-1163 M).
8.      Ghazwaniyah di Afghanistan (962-1189 M).
9.      Dinasti Saljuk (1505-1157 M).
10.  Al-barzuqoni, kurdi (959-1015 M).
11.  Abu Ali , kurdi (990-1095 M).
12.  Ayubiyah , Kurdi (1167-1250 M).
13.  Idrisiyah di Maroko (788-985 M).
14.  Aghlabiyah di Tunisia (800-900 M).
15.  Dulafiyah di Kurdistan (825-898 M).
16.  Alawiyah di Tabiristan (864-928 M).
17.  Hamdaniyah di Aleppo dan Musil (929-1002 M).
18.  Masyadiyah di Hillah (1011-1150 M).
19.  Ukailiyah di Mausil (996-1095 M).
20.  Mirdasiyah di Aleppo (1023-1079 M).
21.  Dinasti Umayyah di Spanyol.
22.  Dinasti Fatimiyah di Mesir.
Dan latar belakang dinasti tersebut, tampak jelas adanya persaingan antara bangsa terutama antara Arab, Persia, dan Turki. Disamping latar belakang kebangsaan, dinasti-dinasti itu juga dilatar belakangi paham keagamaan , ada yang berlatar belakang syi’ah dan ada pula yang Sunni.[10]
E.     Faktor-faktor Yang Menyebabkan Kemunduran Dinasti Abbasiyah
Kebesaran, keagungan, kemegahan, dan gemerlapnya Baghdad sebagai pusat pemerintahan Dinasti Abbasiyah dibumihanguskan oleh tentara Mongol di bawah hulagu Khan pada tahun 1258 M.
Kota ini di serang pula oleh pasukan Timur Lenk, dan pada tahun 1508 M oleh tentara kerajaan Safawi.
Menurut  W. Montgomery Watt, bahwa beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran pada masa daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai berikut:
1.      Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintah yang rendah.
2.      Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.
3.      Keungan Negara sangat sulit karena biaya yang di keluarkan untuk tentara bayaran sangat besar, pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.
Sedangkan menurut Dr. Badri Yatim, M.A. diantara hal yang menyebabkan kemunduran daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai berikut:
1.      Persaingan Antara Bangsa
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang orang Persia. Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah Dinasti Abbasiyah tetap mempertahankan persekutuan itu. Pada masa ini persaingan antarbangsa menjadi pemicu untuk saling berkuasa. Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan  sudah dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri.
2.      Kemerosotan Ekonomi
Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi bersamaan dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbasiyah merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar daripada yang keluar, sehingga baitul mal dengan harta. Setelah khilafah mengalami periode kemunduran, pendapatan menurun, dan dengan demikian terjadi kemerosotan dalam bidang ekonomi.
3.      Konflik Keagamaan
Fanatisme  kegamaan terkait erat dengan persoalan kebangsaan. Pada periode  Abbasiyah, konflik keagamaan yang muncul menjadi isu sentra sehingga mengakibatkan terjadi perpecahan. Berbagai aliran kegamaan seperti Mu’tazilah, Syi’ah, Ahlus Sunnah, dan kelompok-kelompok lainnya menjadikan pemerintahkan Abbasiyah mengalami kesulitan untuk mempersatukan berbagai faham keagamaan yang ada.
4.      Perang Salib
Perang Salib merupakan sebab dari eksternal umat islam. Perang salib yang berlangsung beberapa gelombang banyak menelan korban. Konsentrasi dan perhatian pemerintahan Abbasiyah terpecah belah untuk menghadai tentara salib sehingga memunculkan kelemahan-kelemhan.
5.      Serangan Bangsa Mongol.
Serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam menyebabkan kekuatan islam menjadi lemah, apalagi serangan Hulagu Khan dengan pasukan Mongol yang biadab menyebabkan kekuatan Abbasiyah menjadi lemah dan akhirnya menyerah kepada kekuatan Mongol.[11]
Masa kemunduran dan kehancuran dinasti Abbasiyah juga dikarenakan beberapa factor, antara lain:
-          Faktor Intern, yaitu kemewahan hidup dikalangan penguasa member peluang kepada para tentara professional dan bangsa alin untuk mengambil alih kekuasaan, perebutan kekuasaan antara keluarga (pengganti lemah) yang ditambah dengan masuknya unsure bangsa lain sehingga terjadi persaingan, kemerosotan ekonomi, konflik keagamaan terutama kelompok sunni dan Syi’ah, dan wilayah kekhalifahan Abbasiyah yang terlalu luas menyebabkan tidak terjangkaunya pemerintahan dan kemudian banyak dinasti yang muncul melepaskan diri dari Abbasiyah.
-          Faktor Ekstern, yaitu persaingan antar Bangsa, ancaman dari luar, banyaknya pemberontakan, Dinasti Fatimiyah (Syi’ah) berdiri di Mesir, serangan Dinasti mongol dipimpin Hulagu Khan, yang menyebabkan Baghdad rata dengan tanah.[12]
F.     Akhir Kekuasaan Dinasti abbasiyah
Akhir dari kekuasaan dinasti abbasiyah ialah ketika baghdad dihancurkan oleh pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulahu khan, 656 Hijriyah/1258 M. Hulahu khan adalah seorang saudara Kubulay Khan yang berkuasa di China hingga ke Asia Negara dan saudara Mongke Khan yang menugaskannya untuk mengembalikan wilayah-wilayah sebelah barat dari China ke pangkuannya. Baghdad dibumi hanguskan dan diratakan dengan tanah. Khalifah Bani Abbasiyah yang terakhir dengan keluargannya, Al-Mu’tashim Billah dibunuh, buku-buku yang terkumpul dari Baitul Hikmah dibakar dan dibuang disungai trigis. Sehingga berubahlah warna air sungai tersebut yang jernih, bersih menjadi hitam kelam karena lunturan tinta yang ada pada buku-buku itu.
Dengan demikian lenyaplah dinasti Abbasiyah yang telah memainkan peran penting dalam percaturan kebudayaan dan peradaban Islam dengan gemilang.[13]

 








BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Sejarah Berdiri
-          Berkuasa Tahun 132-656 H/750-1258 M di Baghdad.
-          Didirikan oleh Abdullah al-Shaffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Berdiri karena serangan dari keturunan Al-Abbas ibn Abdul Al-Muthalib (didukung Bani Hasyim, Syi’ah dan Mawali). Yang berhasil menggulingkan dinasti Umayyah.
2.      Masa Kejayaan dan Hasil Peradaban
Masa Kejayaan : Harun Al-Rasyid dan Al-Ma’mun.
Hasil Peradaban :
-          Bidang Pendidikan : Baitul Hikmah (akademi ilmu dan peradaban), penerjemahan dan khazanah al-kutub (perpustakaan).
-          Bidang Administrasi : protocol Negara, sekretaris, wazir (perdana mentri), pos, alat transportasi.
-          Bidang Pemerintahan : kantor pengawas ( dewan azzimani), kantor arsip (dewan attauqi).
-          Bidang Ilmu Pengetahuan : kalam (aliran), madzhab, tokoh cendekiawan.
-          Bidang Militer : pasukan pengawal khalifah (hams), pasukan tetap (jund).
-          Bidang Perdagangan : impor rempah, kapur barus, sutera,dan lain-lain.
-          Bidang Kedokteran : Ibnu Sina, bukunya Al-Qanul fi Ath-Thib.
-          Bidang Pembangunan : saluran air (kanal zubaidah), masjid, jalan, dan lain-lain.
3.      Masa Kehancuran
Faktor Intern :
a.       Kemewahan hidup dikalangan penguasa.
b.      Perebutan kekuasaan antara keluarga (pengganti lemah).
c.       Kemerosotan ekonomi.
d.      Konflik keagamaan.
e.       Wilayah yang terlalu luas.
Faktor Ekstern :
a.       Persaingan antar bangsa.
b.      Ancaman dari luar : banyaknya pemberontakan, Bani Fatimiyah (Syi’ah) berdiri di Mesir, serangan Dinasti Mongol dipimpin Hulagu khan, Baghdad rata dengan tanah.























DAFTAR PUSTAKA

Amin, M.A, Samsul Munir, Drs. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Khoiriyah. 2012. Reorientasi wawasan Sejarah Islam dari Arab Sebelum Islam Hingga Dinasti-dinasti Islam. Yogyakarta: Teras.
Yatim, M.A, Badri, Dr. 2011. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Yatim, Badri. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.









[1] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam Cet. II (Jakarta: Amzah, 2010), hlm.138-141
[2] Ibid, hlm. 141
[3] Khoiriyah, M. Ag, Orientasi Wawasan Sejarah Islam dari Arab Sebelum Islam Hingga Dinasti-dinasti Islam cet 1 (Yogyakarta; Teras, 2012), hlm. 87-111
[4] Drs. Samsul Munir amir, M.A, op.cit., hlm.144
[5] Drs. Samsul Munir amir, M.A, op.cit., hlm.144-149

[6] Khoiriyah, M. Ag, op cit., hlm. 111-114
[7]Badri Yatim, Sejarah peradaban islam : dalam buku H. Abdurrahman mas’ud ( Jakarta, Amzah, 2010) hlm. 153.
[8] Drs. Samsul Munir amir, M.A, op.cit., hlm. 153
[9] Dr. Badri yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta, PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2011) hlm. 64
[10] Drs. Samsul Munir amir, M.A, op.cit., hlm. 153-154
[11] Drs. Samsul Munir amir, M.A, op.cit., hlm. 154-156
[12] Khoiriyah, M. Ag, op cit., hlm. 114-115
[13] Drs. Samsul Munir amir, M.A, op.cit., hlm. 156-157

No comments:

Post a Comment