MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM
Khalifah Bani Umayyah
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah : Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu : Ghufron Dimyati M.S.I
Oleh :
Siti Ulwiyah 2023113061
Ana
Mazidah 2023113053
Mifta
Ariswati 2023113038
Kelas B
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
PEKALONGAN 2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setelah masa
pemerintahan khulafaur rasyidin berakhir, ditutup oleh kepemimpinan khalifah
Ali bin Abi Thalib, selanjutnya pemerintahan islam ini dilanjutkan dengan
berdirinya Dinasti Umayyah.
Sistem pemerintahan
demokratis yang telah dibangun oleh khulafaur rasyidin, berubah menjadi sistem
pemerintahan monarki (keturunan) sebagaimana yang telah diterapkan oleh Bani
Umayyah dalam memimpin rakyat.
Pada masa jahiliyah
sudah terjadi persaingan antara Bani Umayyah dengan Bani Hasyim bin Abdul Manaf
yang juga pamannya sendiri. Dalam persaingan itu secara umum Bani Umayyah lebih
beruntung dan berhasil berkuasa lebih dari 90 tahun.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Bani Umayyah
Bani Umayyah atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafa’ ar-Rasyidin yang memerintah dari tahun 661 sampai 750 Hijriyah di Jazirah Arab dan sekitarnya, serta dari 756 sampai 1031 Hijriyah di Kordoba (Spanyol). Nama dinasti ini diambil dari nama tokoh Umayyah bin ‘Abdu asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah I.
Masa Kekhilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu
dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abi Sufyan –radhiyallaahu ‘anhu-, dimana pemerintahan yang
bersifat Islamiyyah berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun
temurun), yaitu setelah Hasan bin ‘Ali –radhiyallaahu ‘anhuma- menyerahkan jabatan
kekhalifahan kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan –radhiyallaahu ‘anhu-, dalam rangka mendamaikan kaum
muslimin yang pada saat itu sedang dilanda fitnah akibat terbunuhnya ‘Utsman bin Affan –radhiyallaahu ‘anhu-, perang Jamal
dan pengkhianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi’ah.
Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah bin Abu Sufyan Radhiallahu ‘anhu mewajibkan seluruh rakyatnya untuk
menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid bin Muawiyah. Muawiyah bin Abu Sufyan –radhiyallaahu ‘anhu- bermaksud mencontoh monarchi
di Persia dan Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah khalifah, namun dia memberikan interprestasi baru dari kata-kata itu
untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya “khalifah Allah”
dalam pengertian “penguasa” yang diangkat oleh Allah.[1]
B.
Para Khalifah Dinasti Umayyah
Masa kekuasaan dinasti umayyah hamper satu abad, tepatnya selama 90
tahun, dengan 14 orang khalifah. Para
Khalifah yang cukup berpengaruh dari Bani Umayyah ini adalah:
- Muawiyah bin Abi Sufyan [Muawiyah I], (661-680 M),
- Yazid bin Muawiyah [Yazid I], (680-683 M),
- Muawiyah bin Yazid [Muawiyah II], (683-684 M),
- Marwan Ibnul Hakam [Marwan I], (684-685 M),
- ‘Abdullah bin Zubair Ibnul ‘Awwam.
- Al-Walid bin ‘Abdul Malik [al-Walid I], (705-715 M),
- Sulaiman bin ‘Abdul Malik, (715-717 M),
- ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz [‘Umar II], (717-720M),
- Yazid bin ‘Abdul Malik [Yazid II], (720-724 M),
- Hisyam bin ‘Abdul Malik (724-743 M).
- Walid bin Yazid [al-Walid III], (743-744 M).
- Yazid bin Walid [Yazid III], (744 M).
- Ibrahim bin Walid, (744 M).
- Marwan bin Muhammad [Marwan II al-Himar].[2]
Muawiyah bin Abi Sufyan adalah bapak pendiri dinasti umayyahdialah tokoh pembangun yang besar.
Bahkan kesalahannya yang menghianati prinsip pemilihan kepala Negara oleh
rakyat, dapat dilupakan orang karena jasa-jasanya dan kebijaksanaan politiknya
yang mengagumkan. Mawiyah dapat kursi kekhalifahan setelah hasan bin ali bin
abi thalib berdamai dengannya pada tahun 41 H. Dalam perjalanan sejarah hidupnya, ia diangkat sebagai
gubernur Syam pada masa Khalifah Utsman bin Affan. Dari sinilah karier politik
Muawiyah bin Abu Sofyan di mulai. Setelah kemenangannya dalam peristiwa “Tahkim
Daumatul Jandal” dan proses perdamaian yang dilakukan Hasan bin Ali dalam
peristiwa “Ammul Jama’ah” mengantarkan Muawiyah bin Abu Sofyan menjadi khalifah
dalam pemerintahan Islam.
Muawiyah wafat pada tahun 60 H di Damaskus karena sakit dan digantikan
anaknya, Yazid yang telah ditetapkan sebagai putra mahkota sebelumnya. Yazid
tidak sekuat ayahnya waktu memerintah. Banyak tantangan yang harus dihadapinya,
antara lain adalah membereskan pemberontakan kaum syi’ah yang telah membaiat
Husein sepeninggal Muawiyah. Penduduk madinah memberontak terhadap yazid dan
memecatnya untuk kemudian mengangkat Abdullah bin hanzalah dari kaum anshar.
Lain halnya dengan penduduk mekah, sebagian dari mereka membaiat Abdullah bin
hanzalah sebagai khalifah.
Yazid meninggal pada tahun 64 H. setelah memerintah 4 tahun dan
digantikan oleh anaknya, Muawiyah II. Dengan wafatnya tersebut habis sudah
riwayat keturunan muawiyah dalam melanggengkan kekuasaan dan berganti kepada
bani Marwan. Krtika Muwiyah II wafat dan tidak menunjuk siapa penggantinya ,
maka keluarga besar umayyah mengangkatnya sebagai khalifah.abdul malik adalah
khalifah yang masyhur waktu itu. Dan memerintah paling lama yaitu 21 tahun.
Khalifah sulaiman bin abdul malik tidak sebijak kakaknya. Ia kurang
bijaksana, suka harta sebagaimana yang diperlihatkan ketika ia menginginkan
harta rampasan perang (ghanimah) yang
di bawa Musa bin Nushair dari spanyol
Khalifah umayyah mulai mundur sepeninggal khalifah Umar bin Abdul Aziz
masih ada empat khalifah lagi setelah hisyam yang memerintah hanya dalam waktu
tujuh tahun, yakni Al-Walidi II bin Yazid II, Yazid III bin walid, Ibrahim bin
Al-walid, Ibrahim bin Al-Walid dan Marwan bin Muhammad adalah penguasa umayyah
yang terakhir yang terbunuh dimesir oleh pasukan Bani Abbasiyah pada tahun 132
H/750 M .
C.
Kemajuan
pada Masa Dinasti Umayyah
Antara lain kemajuan utama yang terwujud dalam masa Dinasti Umayyah
adalah terciptanya suasana yang kondusip dalam negara dan bersatunya kembali
seluruh umat Islam dalam arti berhentinya perang antara rakyat dalam negeri.
Karena itulah, pada tahun 41 H dikenal dengan istilah ‘Am al-Jama’ah (tahun
persatuan seluruh umat).
Hal tersebut tercapai dikarenakan Mu’awiyah (pada awal kepemimpinannya)
mampu men-jalankan roda pemerintahan dengan baik, dengan cara menguasai dirinya
secara mutlak dan mengambil keputusan-keputusan yang menentukan, serta
memberikan solusi yang terbaik atas segala permasalahan yang dihadapi
masyarakat. Sikapnya seperti ini, sebagaimana yang ia ucapkan sendiri
yakni:
"Aku tidak cukup menggunakan
pedangku kalau cambuk saja sudah cukup, dan tiada pula kupergunakan cambukku
kalau perkataan saja sudah memadai. Andaikata aku dengan orang lain
memperebutkan rambut tiadalah akan putus rambut itu. Karena apabila mereka
mengencangkanya akan kukendorkan, dan apabila mereka mengendorkannya, akan
kukencangkannya".
Dengan prinsip itu pula, maka pada masa Dinasti Umayyah, wilayah
pemerintahan Islam semakin meluas. Bahkan pemerintahannya terkenal sebagai era
agresip dengan perhatian utamanya tertumpuh pada usaha penaklukan
wilayah-wilayah lain. Sehingga dalam masa ini, tercatat tiga front penting,
yaitu:
Pertama: Pertempuran melawan bangsa
Romawi di Asia kecil. Per-tempuran ini meluas meliputi pengepungan terhadap
Constantinopel dan beberapa pulau di Laut Tengah.Kedua: Afrika Utara sampai ke
Pantai Atlantik kemudian menyeberangi Selat Jabal Tarik (Gibraltar) sampai ke
Spanyol. Front pertama dan kedua ini bisa diistilahkan dengan front
Barat.Ketiga: Front Timur yang meluas dan terbagi pada dua cabang, yang satu ke
Utara ke seberang Sungai Jihun (Amudariah) yang lain ke Selatan meliputi daerah
Sinda dan sekitarnya.[3]
Dengan demikian, daerah-daerah yang dikuasai oleh kaum muslimin pada
masa Bani Ummayah adalah Spanyol, Afrika Utara, Suria, Palestina Semenanjung
Arabia, Irak, sebagian Asia kecil Persia, Afganistan, daerah yang sekarang
disebut Pakistan, Turkmenia, Uzbet, Dan Kirgis (di Asia Tengah).
Di samping itu, kemajuan lain
yang dicapai oleh Dinasti Umayyah secara garis besarnya ada empat, yakni
:
1. Perkembangan
Sastra
Pada umumnya, pemimpin Dinasti Umayyah sangat mencintai syair dan pujaan
serta kemegahan, sehingga kesusastraan berkembang pesat pada saat itu. Hal ini
dapat terlihat dalam beberapa aspek sebagai berikut:
- Pertentangan Kabilah, yakni masing-masing kabilah merasa megah dengan unsur sukunya sehingga muncullah para pujangga (penyair) utama untuk membela dan meninggikan kabilahnya masing-masing.
- Penghamburan uang, yakni para khalifah dan pembesarnya memelihara para penyair khusus dengan gaji / hadiah yang besar. Di samping memberi hadiah yang berganda kepada para pujangga yang mau memuja dan membela rezim mereka.
- Fanatik Arab, yakni menghidupkan dan mengembangkan nilai-nilai kesusastraan yang terdapat dalam bahasa Arab.
- Gerakan Adab, yakni adanya hubungan antara orang-orang Muslim dengan bangsa-bangsa yang telah maju, sehingga bagi kaum Muslimin giat menyusun dan membina riwayat Arab, seni bahasa dan hikmah.
Dari keempat hal di atas,
menyebabkan bidang kesusastraan pada masa Dinasti Umayyah memeliki keistimewaan
tersendiri, yakni terpeliharanya dari bahasa kasar. Dengan kata lain, mereka
meng-gunakan bahasa berdasarkan kaidah-kaidah balaghah yang tinggi.
Bahkan dalam melantungkan syair-syair tentang khamar pun di-lukiskannya dengan
indah dan salah satu judulnya adalah خمر لزيز,
yang mengungkap keindahan dan kelezatan khamar. Adapun penyair tentang Khamar
yang pertama adalah al-Walid bin Yazid.
Di antara penyair yang termasyhur dalam masa ini adalah Nukman bin
Basyir al-Anshari (w. 65 H), Ibn Mafragh al-Hamiri (w. 69 H), Abu Aswad
al-Duwali (w. 69), Miskin al-Darimiy (w. 90).
2. Ilmu
Pengetahuan
Pemerintahan Dinasti Umayyah yang dibina atas dasar kekerasan dan mata
pedang, serta jiwanya yang sangat kental dengan kefilsafatan membuatnya sangat
menghormati para cendekiawan sebagai tempat mengadu, bahkan mereka menyediakan
dana khsusus untuk para ulama dan filosof. Penghormatan kepada ulama, karena
didorong oleh semangat keagamaan mereka, sedangkan penghormatannya kepada
filosof karena didorong oleh keinginan mereka untuk menggunakan filsafat guna
melawan Yahudi dan Nasrani.
Kota-kota yang menjadi pusat kegiatan keilmuan di masa ini adalah
Damaskus, Kufah, Bashrah, Mekah, Madinah, Kairawan, Kordova, Granada. Di
kota-kota ini, terdapat beberapa cendekiawan yang mendalami ilmu-ilmu keislaman
dan melahirkan karya-karya ilmiah.
Cendekiawan yang terkenal di masa ini adalah antara lain; Hasan
al-Bashri (pakar Tafsir), Ibn Syihab al-Zuhri (pakar Hadis), Washil bin Atha
(pakar Bahasa), Khalid bin Yazid (pakar Astronomi) dan selainnya. Disiplin ilmu
yang berkembang pesat saat itu pada garis besarnya terdiri atas dua bidang,
yakni:
1. Al-Adab al-Haditsah (Ilmu-ilmu
baru) yang terdiri atas dua yakni;
- al-‘Ulum al-Islamiyah, misalnya ilmu-ilmu Qur’an, hadis, fiqh, tarikh dan geografi.
- al-‘Ulum al-Dakhilyah, yakni ilmu-ilmu yang diperlukan dalam kemajuan Islam, misalnya ilmu tentang kedokteran, filsafat, ilmu pasti dan ilmu eksakta yang disalin dari bahasa Persia dan Romawi.
2. Al-Adab al-Qadimah (Ilmu-ilmu
lama), yaitu ilmu-ilmu yang telah ada di zaman jahiliyah, misalnya ilmu-ilmu
lughah, syair, khitabah dan amtsal.
Khalifah yang terkenal dalam memajukan ilmu pengetahuan di masa Dinasti
Umayyah adalah Umar bin Abd. Aziz (99-101 H) beliaulah yang menginstruksikan untuk
men-tadwin-kan kitab-kitab hadis, sehingga menjadi disiplin ilmu
tersendiri.
3. Ekonomi
Dalam upaya membiayai roda pemerintahan, maka dibentuklah Bait al-Mal
sebagai kas pembendaharaan negara. Semua hasil bumi dan pajak lainnya
dimasukkan ke Bait al-Mal tersebut yang dikoordinir oleh Diwan
al-Kharaj. Hasil bumi yang digarap oleh masyarakat disetor 5 % ke
pemerintah, sedangkan pajak untuk setiap transaksi disetor sebasar 10%. Khusus
barang dagangan yang nilainya kurang dari 200 dirham tidak dikenakan pajak.
Sumber dana lain untuk pengisian Bait al-Mal ialah pajak kekayaan
yang khusus ditujukan kepada non Muslim yang daerahnya dikuasai oleh
pemerintahan Islam. Jumlah pajak yang harus dibayar berpariasi, yakni untuk
orang kaya (komlomerat) pajaknya 48 dirham pertahun, untuk kelas menengah
pajaknya 24 dirham pertahun, sedangkan untuk orang msikin pajaknya 12 dirham
pertahun.
Dana-dana tersebut, digunakan untuk pembangunan pada sektor-sektor
penting, yakni jalan raya dan sumur umur di sepanjang jalan, pembangunan
pabrik-pabrik. Pemerataan pembangunan bukan hanya pada satu daerah, akan tetapi
dilakukan upaya-upaya distribusi ke daerah-daerah secara adil.
4. Administrasi
Negara
Sistem administrasi pemerintahan
Dinasti Ummayah terbentuk dalam empat departemen pokok (diwan) atau
lebih tepatnya empat kementerian, yakni :
- Kementerian Pajak Tanah (Diwan al-Kharraj), petugasnya adalah pegawai resmi (Shahib al-Kharraj) dengan tugas mengawasi Departemen Keuangan.
- Kementerian al-Khatam (Diwan al-Khatam) yang bertugas me-rancang peraturan pemerintah, mengesahkan dan mengecap/ menyegel. Dalam hal ini, Mu’awiyah adalah orang pertama yang memperkenalkan materai untuk mengirimkan memorandum dari khalifah. Setiap duplikat memorandum itu dibuat, ditembus dengan benang dan disegel dengan lilin dan dipress dengan segel kantor.
- Kementerian Surat Menyurat (Diwan al-Rasa’il) yang bertugas mengontrol permasalahan di daerah-daerah dan semua komunikasi dari gubernur-gubernur.
- Kementrian Urusan Pajak (Diwan al-Mustaghalat).
Disamping keempat kementrian ini, ada pula badan yang tidak kalah
pentingnya dibanding kementrian-kementrian yang ada, yaitu badan yang bertugas
mencatat setiap peraturan yang dikelola oleh khalifah dengan satu register.
Barangkali bisa disamakan dengan kesekretariatan negara di Indonesia dewasa
ini.
D.
Masa Kehancuran Dinasti Umayyah
Dinasti Bani Umayyah mengalami masa kemunduran, ditandai dengan melemahnya sistem politik dan kekuasaan karena banyak persoalan yang dihadapi para penguasa dinasti ini. Antaranya adalah masalah politik, ekonomi, dan sebagainya.
Seperti diketahui bahwa setelah Khalifah Hisyam bin Abdul Malik, para Khalifah Bani Umayyah tidak ada yang dapat diandalkan untuk mengendalikan pemerintahan dan keamanan dengan baik, selain itu mereka tidak dapat mengatasi pemberontakan di dalam negeri secara tuntas. Bahkan mereka tidak mampu lagi menjaga keutuhan dan persatuan di kalangan keluarga Bani Umayyah. Sehingga sering terjadi pertikaian di dalam rumah tangga istana. Penyebabnya adalah perebutan kekuasaan. Siapa yang akan menggantikan kedudukan khalifah dan seterusnya.
Adapun penyebab atau faktor- faktor yang menyebabkan kemunduran dari Dinasti Umayyah hingga berujung kepada runtuhnya Dinasti Tersebut adalah :
Faktor Intern
a. Khalifah memiliki kekuasaan yang absolut. Khalifah tidak mengenal kompromi. Menentang khalifah berarti mati. Contohnya adalah peristiwa pembunuhan Husein dan para pengikutnya di Karbala. Peristiwa ini menyimpan dendam di kalangan para penentang Bani Umayyah, terjadi pergolakan politik yang menyebabkan situasi dan kondisi dalam negeri dan pemerintahan terganggu.
b. Gaya hidup mewah para khalifah. Kebiasaan pesta dan berfoya-foya di kalangan istana, menjadi faktor penyebab rendahnya moralitas mereka, disamping mengganggu keuangan negara. Contohnya, Khalifah Abdul Malik bin Marwan dikenal sebagai seorang khalifah yang suka berfoya-foya dan memboroskan uang negara. Sifat – sifat inilah yang tidak disukai masyarakat, sehingga lambat-laun mereka melakukan gerakan pemberontakan untuk menggulingkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah.
c. Tidak adanya ketentuan yang tegas mengenai sistem pengangkatan khalifah. Hal ini berujung pada perebutan kekuasaan di antara para calon khalifah. Hal ini meyebabkan perebutan kekuasaan diantara ahlia waris. Bahkan karena inilah kekuasaan Dinasti Umayyah runtuh dan Muluk al- Thawaif muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella, diantaranya juga disebabkan masalah ini.[4]
Faktor Ekstern
a. Konflik Islam dengan Kristen. Para penguasa muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan- kerajaan Kristen takhlukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hokum dan adat mereka, termasuk posisi hierarki tradisional, asal tidak ada perlawanan senjata. Namun demikian kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan Spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan kerajaan Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan Islam dan Kristen. Pada abad ke- 11M umat Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.
b. Tidak Adanya Ideologi Pemersatu. Kalau ditempat- tempat lain para Muallaf diprelakukan sebagai orang Islam yang sederajat, di Spanyol, sebagaimana polotik yang dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang- orang Arab tidak pernah menerima orang- orang pribumi. Akibatnya, kelompok- kelompok etnis non Arab yang ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu menadatangkan dampak besar terhadap sejarah sosio- ekonomi Negara tersebut.
c. Kesulitan Ekonomi. Di paruh ke dua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat serius, sehingga lalai membina perekonomian. Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.
Adapun sebab- sebab utama
terjadinya keruntuhan dinasti Bani Umayyah adalah sebagai berikut :
a. Terjadinya persaingan kekuasaana di dalam anggota keluarga
Bani Umayyah.
b. Tidak ada pemimpin politik dan militer yang handal yang
mampu mengendalikan kekuasaan dan menjaga keutuhan negara.
c. Munculnya berbagai gerakan perlawanan yang menentang
kekuasaan Bani Umayyah, antara lain gerakan kelompok Syi’ah.
d. Serangan pasukan Abu Musim al-Khurasani dan pasukan Abul
Abbas ke pusat-pusat pemerintahan dan menghancurkannya.
Ibrah dari Runtuhnya Dinasti Umayyah Di Spanyol (Andalusia)
Keruntuhan Daulah Umayyah II di Spanyol merupakan suatu peristiwa sejarah yang perlu kita gali hikmahnya. Di antara hikmah yang dapat diambil dari peristiwa tersebut adalah :
Ibrah dari Runtuhnya Dinasti Umayyah Di Spanyol (Andalusia)
Keruntuhan Daulah Umayyah II di Spanyol merupakan suatu peristiwa sejarah yang perlu kita gali hikmahnya. Di antara hikmah yang dapat diambil dari peristiwa tersebut adalah :
1. Dalam menjalankan sebuah pemerintahan sebaiknya diberikan
kepada orang yang memenuhi keriteria kecakapapan kepemimpinan seperti adil,
bijaksana, mempunyai kemampuan manajerial, berwawasan ke depan dan seterusnya.
2.
Pergantian
kepemimpinan sebaiknya diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan seorang
yang mempunyai kepemimpinan baik menjadi seorang pemimpin.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Diantara
faktor-faktor yang membawa Daulah Bani Umayyah mengalami kemunduran adalah
sebagai berikut:
-
Munculnya fanatisme kesukuan dalam suku-suku bangsa Arab
-
Kuatnya pengaruh fanatisme golongan (Arabisme) yang memicu munculnya
kecemburuan sosial dikalangan non Arab (Mawali)
-
Adanya perebutan kekuasaan di dalam keluarga besar Bani Umayyah
-
Larutnya beberapa penguasa (khalifah) dalam limpahan harta dan kekuasaan
Adapun
faktor-faktor yang membawa Daulah Bani Umayyah ke gerbang kehancuran adalah
sebagai berikut:
- Tidak
adanya sistem pergantian pemerintah (khalifah) yang baku yang bisa dijadikan
patokan dalam pergantian khalifah
-
Kuatnya gerakan oposisi dari kaum Syi`ah dan Khawarij
-
Perselisihan dan pertentangan etnis antara suku Arab yang mengakibatkan para
penguasa mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan
- Sikap
hidup yang mewah dilingkungan keluarga Bani Umayyah
-
Perhatian penguasa Bani Umayyah terhadap perkembangan agama sangat kurang
DAFTAR PUSTAKA
Al-Usyairi Ahmad, Sejarah Islam
Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, Jakarta: Akbar, 2006, Hal.181
Http://Sejarah-Islam-336/2011/02/14/Khalifah-Bani-Umayah/
(Sabtu,08-03-2014, 13:45)
Mufrodi Ali, Islam Dikawasan
Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos, 1997, Hlm.78
Munir Amin Samsul, Sejarah Peradaban
Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2009. Hlm.134
No comments:
Post a Comment