BERKARYA MENUNJUKKAN JATI DIRI KITA
BERBAGI MENGUJI HATI NURANI
BERBAKTI BUKTI CINTA SETULUS HATI

03 March 2014

SPI PGMI C-2: MASA KHULAFAUR RASYIDIN



MAKALAH
PERADABAN ISLAM PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas:
Mata kuliah: Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu: Ghufron Dimyati, M.S.I

Disusun oleh Kelompok 2:
Kelas PGMI C
1.      Eli Shofana                 (2023113020)
2.      Nur Khomsyah            (2023113019)
3.      Nur Anisah                  (2023113105)

PRODI PGMI
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2014


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Sejarah peradaban Islam memiliki arti yang sangat penting dan tidak bisa kita abaikan begitu saja. Karena dengan sejarah kita bisa mengetahui apa yang telah terjadi pada zaman sebelum sekarang dan juga kita bisa mengerti bagaimana pemerintahan pada zaman Nabi sampai pada Khulafaur Rasyidin. Kaum muslim mulai dipimpin oleh seorang  khalifah semenjak wafatnya Nabi untuk menggantikan kedudukan Nabi sebagai pemimpin umat dan pemimpin negara.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Peradaban Islam pada masa Abu Bakar Ash-shidiq?
2.      Bagaiman Peradaban Islam pada masa Umar bin Khaththab?
3.      Bagaimana Peradaban Islam pada masa Utsman bin Affan?
4.      Bagaimana Peradaban Islam pada masa Ali bin Abi Thalib?
5.      Bagaimana Kemajuan Peradaban Islam pada masa Khulafaur rasyidin?









BAB II
PEMBAHASAN

Rasulullah Muhammad SAW, beliau disamping sebagai Rasul juga sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Maka setelah beliau wafat, kepala pemerintahan diteruskan oleh penggantinya yang disebut dengan “Khalifah”. Pemerintahan Islam pertama setelah rasul dipegang oleh empat orang khalifah yang disebut Khulafaur Rasyidin. Empat khalifah tersebut adalah Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.[1]
A.    Peradaban Islam pada Masa Abu Bakar As-Shidiq (11-13 H/ 632-634M)
Abu Bakar Ash-Shidiq adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang mempunyai nama lengkap Abdullah bin Abi Quhafah At-Tamimi. Ibunya bernama Ummu Khair Salma binti Sakhr ibn Amir.[2] Pada zaman pra Islam ia bernama Abu Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi SAW menjadi Abdullah. Beliau lahir pada tahun 573 M dan wafat pada tanggal 23 Jumadil Akhir tahun 13 H bertepatan dengan bulan Agustus 634 M dalam usianya 63 tahun, usianya lebih muda dari Nabi SAW 3 tahun. Diberi julukan Abu Bakar atau pelopor pagi hari, karena  beliau termasuk orang laki-laki yang masuk Islam pertama kali. Sedangkan gelar As-Shidiq diperoleh karena beliau senantiasa membenarkan semua hal yang dibawa Nabi SAW terutama pada saat peristiwa Isro’ Mi’roj.[3]
Abu Bakar memangku jabatan khalifah selama 2 tahun lebih sedikit, yang dihabiskannya terutama untuk mengatasi berbagai masalah dalam negeri yang muncul akibat wafatnya Nabi.[4] Abu bakar menerima jabatan kholifah pada saat Islam dalam keadaan krisis dan gawat, yaitu hampir timbulnya perpecahan,munculnya para nabi palsu dan terjadinya berbagai pemberontakan yang mengancam exsistensi negeri Islam yang masih baru. Memang pengangkatan Abu Bakar berdasarkan keputusan bersama (musyawarah di balai Tsaqifah Bani Sa’idah). Akan tetapi yang menjadi sumber utama kekacauan ialah wafatnya nabi dianggap sebagai terputusnya ikatan dengan Islam, bahkan dijadikan persepsi bahwa Islam telah berakhir. Abu bakar tampil sebagai khalifah telah berhasil menyelamatkan Islam dari perpecahan dan kehancuran, sehingga Abu bakar bukan hanya dikatakan sebagai khalifah, namun juga sebagai penyelamat Islam dari kehancuran karena beliau telah berhasil mengembalikan umat Islam yang telah bercerai berai setelah wafatnya Rasullulah SAW, selain itu beliau juga berhasil memperluas wilayah kekuasaan Islam.[5]
Melihat hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa letak peradaban pada masa  Abu Bakar ash-Shidhiq adalah dalam masalah agama (Penyelamat dan penegak agama Islam dari kehancuran serta perluasan wilayah). Melalui sistem pemerintahan (kekhalifahan) Islam. Akan tetapi konsep kekhalifahan di kalangan Syiah masih ada perbedaan. Menurut Syiah kekhalifahan adalah warisan terhadap Ali dan kerabatnya bukan pemilihan sebagaimana terjadi pada Abu Bakar. Terlepas dari perbedaan interpretasi tersebut, dapat dikatakan bahwa konsep kekhalifahan adalah produk budaya di bidang politik yang orisinil dari peradaban Islam. Sebab ketika itu tidak ada lembaga manapun yang memakai konsep kekhalifahan.[6]
Menurut Fachruddin, Abu Bakar terpilih untuk memimpin kaum muslimin setelah Rasulullah, ada beberapa pertimbangan yaitu :
a.       Abu Bakar ra. dekat dengan Rasulullah SAW. Baik dari ilmunya maupun persahabatannya.
b.      Sahabat yang sangat dipercaya oleh Rasulullah dan juga oleh rakyat sehingga beliau mendapat gelar As-Shiddiq.
c.       Abu Bakar adalah seorang yang dermawan, dan berani berkorban jiwa, raga dan hartanya guna membela dan mengembangkan ajaran Islam.
d.      Abu Bakar adalah sahabat yang pernah diminta Rasulullah SAW. Untuk menjadi iman shalat jama’ah.
e.       Abu Bakar adalah termasuk orang yang pertama masuk Islam
( Assabiqunal Awwalun ).[7]
Proses pemilihan Abu Bakar sebagai khalifah pertama, menunjukkan suksesnya kepemimpinan berdasarkan senioritas dan tidak turun temurun, serta menggunakan prinsip-prinsip demokratis tidak otokratis. Khalifah wajib menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan ajaran Islam. Selanjutnya Abu Bakar ra. Menunjuk Utsman bin Affan untuk menjadi sekretarisnya.[8]
Kebijakan-kebijakan Khalifah Abu Bakar ra.
Pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah (pengganti Nabi) bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi hasil dari musyawarah mufakat umat Islam. Adapun sistem politik Islam pada masa Abu Bakar bersifat  “Sentral”, jadi kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah, meskipun demikian dalam memutuskan suatu masalah, Abu Bakar selalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah.[9]
1.      Kebijakan politik Abu Bakar ra.
a)      Mengirim pasukan di bawah pimpinan Usamah bin Zaid, untuk memerangi kaum Romawi sebagai realisasi dari rencana Rasulullah SAW. Ketika beliau masih hidup. Pengiriman pasukan Usamah bin Zaid ke Romawi/Bizantium di bumi Syam pada saat itu merupakan langkah politik yang sangat strategis dan membawa dampak positif bagi pemerintahan Islam, yaitu meskipun Negara Islam dalam keadaan tegang akan tetapi muncul interprestasi dipihak lawan, bahwa kekuatan Islam cukup tangguh. Sehingga para pemberontak menjadi gentar, di samping itu juga dapat mengalihkan perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat Intern.
b)      Konsolidasi dalam negeri dengan cara memerangi orang munafik, murtad, dan ingkar membayar zakat.
Adapun orang yang murtad pada waktu itu ada dua yaitu:
1)      Mereka yang mengaku nabi dan pengikutnya, termasuk di dalamnya orang yang meninggalkan shalat, zakat dan kembali melakukan kebiasaan jahiliyah.
2)      Mereka membedakan antara shalat dan zakat, tidak mau mengakui kewajiban zakat dan mengeluarkannya.[10]
2.      Penyelesaian kaum Riddah
Gerakkan Riddah (gerakan belot Islam), sejak Nabi Muhammad SAW jatuh sakit, dan ketika tersiar berita kemangkatan Nabi Muhammad, maka gerakan belot agama itu meluas di wilayah bagian tengah, wilayah bagian timur, wilayah bagian selatan sampai ke Madinah Al-Munawarah serta Makkah Al-Mukaramah. Wilayah Islam sudah berada dalam keadaan terkepung oleh kaum riddah. Kenyataan itulah yang dihadapi Khalifah Abu Bakar ra.[11]
Gerakan riddah itu bermula dengan kemunculan tiga tokoh yang mengaku dirinya Nabi, guna menyaingi Nabi Muhammad SAW, yaitu: Musailamah Al-Khadzdzab berasal dari suku bangsa Bani Hanifah di Arabia Tengah, Thulaihah seorang kepala suku Bani Asad, Aswad Al-Ansi yang menghimpun tentara dengan jumlah besar di Yaman, dan Sajah seorang wanita Kristen dari Bani Yarbu yang menikah dengan Musailamah. Masing-masing orang tersebut berupaya meluaskan pengikutnya dan membelakangi agama Islam.
Dalam gerakannya Aswad Al-Ansi dan kawan-kawannya berusaha menguasai dan mempengaruhi masyarakat Islam, dengan mengerahkan pasukan untuk masuk ke daerah-daerah. Akhirnya pasukan riddah pun berhasil menyebar ke daerah-daerah, diantaranya : Bahrain, Oman Mahara, dan Hadramaut. Para panglima kaum riddah semakin gencar melaksanakan misinya.[12]
Dengan sigap khalifah Abu Bakar membentuk sebelas pasukan dan menyerahkan al-liwa (panji pasukan) kepada masing-masing pasukan. Di samping itu, setiap pasukan dibekali al-mansyurat (pengumuman) yang harus disampaikan pada suku-suku Arab yang melibatkan dirinya dalam gerakan riddah. Kandungan isinya mengajak kembali kepada jalan yang benar.
Sebelas pasukan tersebut disebar keseluruh pelosok Jazirah Arab, yaitu :
1.      Khalid bin Walid ditugaskan untuk memerangi Thulaihah bin Khuwailid (nabi palsu) dan Malik bin Muwairah (kepala pemberontak)
2.      Ikrimah bin Abi Jahl ditugaskan memerangi Musailamah Al-Kadzdzab (nabi palsu) di Yamamah
3.      Muhajirin bin Abi Umayyah ditugaskan memerangi Aswad Al-Ansiy di Yaman
4.      Amr bin ‘Ash ditugaskan ke daerah Quda’ah
5.      Said bin ‘Ash di tugaskan ke daerah Syiria
6.      Khudzaefah bin Muhsin ditugaskan ke daerah Oman
7.      Al-Fajah bin Hursimah ditugaskan ke daerah Muhirroh
8.      Surahbil bin Hasanah ditugaskan ke daerah Yamamah membantu Ikrimah
9.      Thuraifah bin Hajiz ditugaskan ke daerah Bani Salim dan Khawazin
10.  Suaib bin Mukrim ditugaskan menaklukan Tihamah di Yaman
11.  Al-Alla  bin Hadzrami ditugaskan untuk menaklukan Bahrain.[13]
Dalam waktu satu tahun Abu Bakar dengan para panglimanya dapat menghancurkan semua kekuatan pengacau dan kaum murtad. Keberhasilan perang melawan riddah membuat Islam memperoleh kembali kesetiaan dari seluruh Jazirah Arabia.
Kemenangan yang dicapai oleh Abu Bakar ra. Dan para sahabat setianya menunjukkan bahwa :
1.      Kebenaran akan menang;
2.      Kekuatan moral lebih utama dari kekuatan material
3.      Islam mempunyai cukup kekuatan untuk melawan dan menggetarkan musuh-musuhnya
4.      Umat Islam menjadi sangat yakin akan keunggulan Islam dan kekuatan moral yang menjadi sifatnya.[14]
3.      Mengembangkan wilayah Islam keluar Arab yang ditujukan ke Persia dan Syiria.
Ekspansi wilayah ke Persia, pada tahun 633 M / 12 H Abu Bakar memerintahkan Khalid bin Walid dan Mutsana bin Harisah. Semenjak umat Islam masih lemah mereka berusaha menghancurkan dan bahkan ketika Nabi Muhammad SAW. mengirim utusan dengan membawa surat nabi ke istana Persia, Khasru II sang raja menghina utusan tersebut serta menyobek-nyobek surat yang dibawa oleh utusan Nabi SAW. Permusuhan memuncak ketika terjadi peristiwa pemberontakan di Bahrain, Persia ikut menghasut dan  mendukung kekuatan musuh-musuh Islam. Maka bagi umat Islam Persia cukup membahayakan karena itu perlu ditaklukkan.[15]
Dengan pertimbangan tersebut Khalid bin Walid mengirim surat kepada Hurmuz komandan tempur Persia untuk  memilih diantara tiga alternative yaitu :memeluk Islam, membayar pajak atau berperang. Hurmuz memilih alternatif yang ketiganya itu perang. Tentara Islam dipimpin oleh Khalid bin Walid dan Mutsanna bin Harisah sedang Persia dipimpin oleh Hurmuz. Hurmuz mati terbunuh dan anggota pasukannya menyerah dan mereka mundur ke wilayah Mesopotamia. Sedang pasukan Islam terus bergerak ke wilayah Hirah dan berhasil menguasainya. Penguasanya menyerahkan diri dan mengadakan perjanjian damai dengan bersedia membayar jizyah. Setelah berhasil dalam menaklukkan wilayah ini Khalid bin Walid melanjutkan ekspanasi ke wilayah utara sampai ke wilayah Ambar dan wilayah Ainut Tam dan wilayah ini berhasil ditaklukkan. Dalam peperangan melawan Persia disebut sebagai “pertempuran berantai”.[16]
Ekspansi ke wilayah Syiria Abu Bakar ra. Melancarkan ekspedisi militer berdasarkan pertimbangan sebagai berikut :
a)      Komandan pasukan Romawi pernah membunuh utusan Nabi di Mu’tah, ketika mereka dalam perjalanan pulang dari menghadap Heraclius penguasa Romawi untuk menyampaikan surat Nabi Muhammad SAW.
b)      Perekonomian Syiria lebih maju dibanding  negeri Arabia, sehingga perekonomian penduduk Arabia sangat bergantung pada Syiria, terutama dalam perdagangan. Maka penaklukkan Syiria sangat berarti bagi perekonomian Islam diumasamen datang.[17]
Untuk ekspansi ke Syiria yang saat itu dikuasai Romawi, di bawah pimpinan Kaisar Heraklius. Dalam peperangan ini Romawi kalah Heraklius melarikan diri ke Antioka, karna itu psukan muslim terus melancarkan serngan ke Damaskus. Pada saat penyerangan tersebut Abu Bakar menderita sakit dan dalm kondisi yang demikian beliau mengadakan musyawarah untuk segera memilih calon penggantinya. Dan Abu Bakar menunjuk Umar bin Khaththab mejadi penggantinya.
 Empat hari kemudian beliau meninggal dunia pada hari Selasa, 22 Jumadil Akhir 13 H / 23 Agustus 634 M.[18]
            Adapun pola pemerintahn yang dilakukan oleh Abu Bakar sebagai berikut :
v  Pemerintahan berdasarkan musyawarah
Apabila terjadi suatu masalah Abu Bakar selalu mencari hukumnya dalam kitab Allah, jika beliau tidak memperolehnya maka beliau mempelajari bagaimana Rasul bertindak dan jika tidak menemukan jawabannya beliau mengadakan musyawarah.
v  Kedudukan Baitul Maal
Baitul maal adalah amanat Allah dan masyarakat kaum muslimin. Karna itu mereka tidak mengizinkan memasukkan dan memgeluarkan sesuatu kedalamnya yang telah ditetapkan oleh syari’at. Mereka mengharamkan tindakan penguasa yang menggunakan baitul maal untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi.
v  Konsep pemerintahan
Abu Bakar mengajak kepada masyarakat untuk bersama-sama membangun umat (bangsa) dan Negara berdasarkan ajaran Islam. Beliau tidak bisa bekerja sendiri tanpa keikut sertaan pendukungnya, dan sebagai manusia tentu tidak lepas dari salah dan khilaf karna itu beliau minta ditegur kalau memang perbuatannya tidak sesuai dengan ajaran Islam, namun beliau juga tidak gentar menghadapi musuh-musuh yang menentang Islam.[19]
v  Kekuasaan undang-undang
Abu Bakar tidak pernah menempatkan diri beliau di atas undang-undang. Beliau juga tidak pernah memberi sanak kerabatnya suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari undang-undang. Dan mereka itu di hadapan undang-undang sama seperti rakyat yang lain, baik kaum muslim maupun non muslim. Beliau sangat menjunjung tinggi keadilan, dan hukum dilaksanakan tanpa pandang bulu yang bersalah tetap harus dihukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku, dalam hal ini adalah hukum Islam.[20]
Adapun faktor kesuksesan yang diraih oleh Khalifah Abu bakar selama memimpin pemerintahan islam sebagai berikut:
1.      Perhatian Abu bakar ditujukan untuk melaksanakan keinginan nabi SAW, yang hamper tidak terlaksana,yaitu mengirimkan suatu ekspedisi dibawah pimpinan usanah keterbatasan Syiria. Akhirnya pasukan itu diberangkatkan, dan dalam tempo beberapa hari usanah membawa kemenangan gemilang.
2.      Keahlihan Khalifah Abu bakar dalam menghancurkan gerakan kaum Riddah, sehingga gerakan tersebut dapat dimusnahkan dan dalam waktu satu tahun kekuasan islam pulih kembali.Keberhasilan tersebut juga memberi harapan dan keberanian untuk menghadapi kekuatan Bizantium dan Sasania.
3.      Ketelitian Khalifah Abu bakar dalam menangani orang orang yang menolak membayar zakat.Beliau memutuskan untuk membrantas kelompok tersebut dengan serangan yang gencar. Dengan demikian Islam dapat di selamatkan dan zakat mulai mengalir lagi dari dalam maupun dari luar negeri.
4.      Melakukan pengembangan wilayah Islam ke Arabia dan menaklukan wilayah Syiria. Teteapi kemenangan secara mutlak belum terwujud sampai Abu bakar meninggal dunia.[21]

B. Peradaban Islam pada Masa Umar bin Khaththab (13-23 H/ 632-644 M)
      Umar bin Khaththab nama lengkapnya adalah Umar bin Khaththab bin Nufail keturunan Abdul Uzza Al-Quraisy dari suku Adi; salah satu suku yang terpandang mulia. Umar dilahirkan di Mekkah empat tahun sebelum Nabi SAW. Ia adalah seorang yang berbudi luhur, fasih dan adil serta pemberani. Ia juga dipercaya oleh suku bangsanya, Quraisy untuk berunding dan mewakilinya jika ada persoalan dengan suku-suku yang lain. Umar masuk Islam pada tahun kelima setelah kenabian, dan menjadi salah satu sahabat terdekat Nabi SAW serta dijadikan tempat rujukan oleh Nabi mengenai hal-hal yang penting. Ia dapat memecahkan masalah yang rumit tentang siapa yang berhak mengganti Rasulullah SAW dalam memimpin umat setelah wafatnya Rasulullah SAW. Dengan memilih dan membaiat Abu Bakar sebagai khalifah Rasulullah sehingga ia mendapat penghormatan yang tinggi dan dimintai nasihatnya serta menjadi tangan kanan khalifah yang baru itu. Sebelum meninggal dunia, Abu Bakar telah menunjuk Umar bin Khaththab menjadi penerusnya.[22]
      Meskipun peristiwa diangkatnya Umar sebagai khalifah itu merupakan fenomena yang baru, tetapi haruslah dicatat bahwa proses peralihan kepemimpinan tetap dalam bentuk musyawarah, yaitu berupa usulan atau rekomendasi dari Abu Bakar yang diserahkan kepad persetujuan umat Islam.
      Ketika para pembangkang di dalam negeri telah dikikis habis oleh khalifah Abu Bakar, dan era penaklukan militer telah dimulai maka khalifah Umar menganggap bahwa tugasnya yang pertama ialah mengsukseskan ekspedisi yang dirintis oleh pendahulunya, belum lagi genap satu tahun memerintah, Umar telah menorehkan tinta emas dalam sejarah perluasan wilayh kekuasaan ini. Pada tahun 635 M, Damaskus yang merupakan ibu kota Syiria ditundukkan, setahun kemudian seluruh Syiria jatuh ketangan kaum muslimin, setelah pertempuran hebat di lembah Yarmuk di sebelah timur anak sungai Yordania, pasukan Romawi yang terkenal kuat itu tunduk kepada pasukan-pasukan Islam.[23]
      Keberhasilan pasukan Islam dalam penaklukkan Syuriah dimasa khalifah Umar tidk lepas dari rentetan penaklukkan pada masa sebelumnya. Dari Syiria, pasukam kaum muslim melanjutkan langkah ke Mesir dan membuat kemenangan-kemenangan di wilayah Afrika bagian Utara. Kemudian munundukkan Pelusium (Al-Farama), pelabuhan di pantai laut tengah yang merupakan pintu gerbang ke Mesir. Satu bulan kota itu di kepung oleh pasukan muslimin dan dapat ditaklukkan pada tahun 19 H. Satu demi satu kota-kota di Mesir ditaklukkan oleh pasukan muslimin. Kota Babilon juga dapat di tundukkan pada tahun 20 H setelah tujuh bulan terkepung. Cyrus, pemimpin Romawi di Mesir mengajak damai dengan pasukan Islam pimpinan Amr setelah melihat kebesaran dan kesungguhan pasukan muslimin untuk menguasai Mesir.[24]
      Iskandariyah, ibu kota Mesir dikepung selama empat bulan sebelum ditaklukkan oleh pasukan Islam dibawah pimpinan Ubadah bin Samid yang dikirim oleh khalifah di front peperangan Mesir. Cyrus menandatangani perjanjian damai dengan kaum muslimin. Perjanjian tersebut berisi beberapa hal sebagai berikut :
1.      Setiap warga Negara di minta untuk membayar pajak perorangan sebanyak dua dinar setiap tahun.
2.      Gencatan senjata akan berlangsung selama tujuh bulan.
3.      Bangsa Arab akan tinggal di markasnya selama gencatan senjata dan pasukan Yunani tidak akan menyerang Iskndariyah dan harus menjatuhkan diri dari permusuhan.
4.      Umat Islam tidak akan menghancurkan gereja-gereja dan tidak boleh mencampuri umat Kristen.
5.      Pasukan tetap Yunani harus meninggalkan Iskandariyah dengan membawa harta benda dan uang, mereka akan membayar pajak perorangan selama satu bulan.
6.      Umat Yunani harus tetap tinggal di Iskandariyah.
7.      Umat Islam harus menjaga 150 tentara Yunani dan 50 orang sipil sebagai sandera sampai batas waktu dari perjanjian ini di laksanakan.
Dengan jatuhnya Iskandariyah maka sempurnalah penaklukkan atas Mesir. Ibu kota negeri itu di pindahkan ke kota baru yang bernama Fustat yang dibangun oleh Amr bin ‘Ash pada tahun 20 H. Masjid Amr masih berdiri tegak di pinggiran kota Kairo hingga kini sebagai saksi sejarah yang tidak dapat di hilangkan.[25]
Perebutan atas kekuasaan yang strategis tersebut berlangsung dengan cepat dan member prestise dimata dunia. Suatu tenaga yang tidak diperkirakan seakan-akan di gerakkan oleh kekuatan gaib telah meluluh lantakkan kerajaan Persia dan Romawi.[26]
Pusat kekuasaan Islam di Madinah megalami perkembangan yang sangat pesat, bersamaan dengan keberhasilan ekspansi di atas. Khalifah Umar telah berhasil membuat dasar-dasar bagi suatu pemerintahan yang handal untuk melayani tuntutan masyarakat baru yang terus berkembang. Umar mendirikan beberapa dewan, membangun baitul maal, mencetak mata uang, membentuk kesatuan tentara untuk melindungi daerah tapal batas, mengatur gaji, mengangkat para hakim dam menyelenggarkan “ Hisbah ”.[27]
Khalifah Umar juga meletakkan prinsip-prinsip demokratis dalam pemerintahannya dengan membangun jaringan pemerintahan sipil yang sempurna. Kekuasaan Umar menjamin hak yang sama bagi setiap warga negaranya. Kekhalifahan bagi Umar tidak memberiakan hak istimewa tertentu. Kehidupan khalifah memang merupakan penjelmaan yang hidup dari prinsip-prinsip egaliter dan demokratis yang harus dimiliki oleh seorang kepala Negara.
Khalifah Umar dikenal bukan saja pandai menciptakan perturan-peraturan baru, ia juga memperbaiki dan mengkaji ulang terhadap kebijaksanaan yang telah ada jika itu diperlukan demi tercapainya kemaslahatan umat Islam.
Begitu pula Umar meninjau kembali bagian-bagian zakat yang diperuntukkan kepada orang yang dijinakkan hatinya (Al-Mu’allafat Qulubuhum) mengenai syarat-syarat pemberinya. Khalifah Umar memerintah selama 10 tahun lebih 6 bulan 4 hari. Kematiannya sangat tragis seorang budak bangsa Persia bernama Fairuz atu Abu Lu’luah secara tiba-tiba menyerang dengan tikaman pisau tajam kearah khalifah yang akan mendirikan sholat subuh yang telah ditunggu oleh jama’ahnya di masjid Nabawi dipagi buta itu. Khalifah terluka parah dari pembaringnnya ia mengangkat “Syura” (komisi pemilih) yang akan memilih penerus tongkat kekhalifahannya. Khalifh Umar wafat tiga hari setelah peristiwa penikaman atas dirinya, yakni 1 Muharam 23 H / 644 M.[28]

C.    Peradaban Islam pada Masa Utsman bin Affan
Nama lengkapnya adalah Utsman bin Affan bin Abil ‘As bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qusay. Ibunya bernama ‘Urwah putri Ummu Hakim Al-Baidha, putri Abdullah Muthalib.Beliau lahir pada tahun 576 M di Tharif ada juga yang mengatakan beliau lahir di Makkah.Ayahnya Affan saudagar yang kaya raya dari suku Quraisy-Umayyah.Nasab Utsman melalui garis ibunya bertemu dengan nasab Nabi Muhammad SAW.  Pada Abdi Manaf bin Qushay. Sedang Rasulullah SAW melalui Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf. Ia di kenal dengan sebutan Abu Abdullah. Sejak kecil, ia di kenal dengan kecerdasan, kejujuran, keshalihan, sederhanaan, dermawanan. Hinggan Rasulullah SAW sangat mengaguminya. Oleh karena itu, ia memberikan kesempatan untuk menikahi dua putri Nabi secara berurutan, yaitu Ruqayyah dan Umi Kulsum. Setelah Ruqayyah putri Nabi meninggal dunia dinikahkan lagi dengan Umi Kulsum.Beliau juga melaksanakan hijrah dua kali yaitu ke Habsyi dan Yasrib, maka beliau mendapat julukan Dzunnurain wal hijratain.[29]
Utsman bin Affan masuk Islam pada usia 34 tahun. Berawal dari kedekatannya dengan Abu Bakar ra., beliau dengan sepenuh hati masuk Islam bersama sahabatnya Thalhah bin Ubaidillah. Meskipun masuk Islamnya mendapat tantangan dari pamanya yang bernama Hakim, ia tetap pada pendiriannya. Karena pilihannya agama tersebut, Hakim sempat menyiksa Utsman bin Affan dengan siksaan yang sangat pedih. Siksaan terus berlangsung hingga datang seruan Nabi Muhammad SAW agar orang-orang Islam berhijrah ke Habsyi. Di kalangan bangsa Arab ia tergolong konglomerat, tetapi perilakunya sederhana. Seluruh hidupnya diabdikan untuk syiar agama Islam dan seluruh kekayaannya didermakan untuk kepentingan umat Islam.[30]
Utsman bin Affan adalah khalifah ketiga dari Khulafaur Rasyidin. Beliau menjabat sebagai khalifah pada usia 70 tahun hingga usia 82 tahun dan beliau adalah khalifah yang paling lama memerintah di banding ketiga khalifah lainnya. Ia memerintah di Dunia Islam selama 12 tahun (24-36 H / 644-656 M). Dalam pemerintahannya, banyak kemajuan yang telah dicapainya,disamping tidak sedikit pula polemik dan kesan negatif yang terjadi di akhir pemerintahnya.
Pada saat khalifah Umar bin Khaththab sakit karena dihunus pedang oleh Abu Lu’lu, dibentuklah dewan musyawarah atau yang disebut dengan tim Formatur yang terdiri dari : Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Sa’ad bin Abi Waqas, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam dan Abdur Rahman bin Auf. Tim yang dibentuk Umar bin Khaththab ra., setelah beliau wafat mulai bekerja dengan langkah-langkah sebagai berikut :pertama, yang mereka lakukan adalah mencari pendapat masyarakat tentang siapa diantara anggota formatur yang dipilihnya. Kedua, menentukan siapa yang ditunjuk untuk menjadi ketua tim. Ketiga,mengadakan pemilihan dengan melakukan sidang formatur. Hasil penjajagan yang dilakukan tim formatur, masyarakat menghendaki diantara dua orang yaitu Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Dari hasil tersebut selanjutnya tim bersidang untuk memilih pengganti Umar bin Khaththab dipimpin oleh Abdur Rahman bin Auf, dan ternyata yang mendapat suara terbanyak adalah Utsman bin Affan ra. Dengan demikian Utsmanlah yang terpilih dan resmi menjadi khalifah menggantikan Umar bin Khaththab ra. Terpilihnya Utsman sebagai khalifah ternyata melahirkan perpecahan dikalangan pemerintahan Islam.Pangkal masalahnya sebenernya berasal dari persaingan kesukuan antara bani Umayyah dengan bani Hasyim atau Alawiyah yang memang bersaing sejak zaman pra Islam. Oleh karena itu, ketika Utsman terpilih masyarakat terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan pengikut Bani Umayyah, pendukung Utsman dan golongan Bani Hasyim pendukung Ali. Perpecahan itu semakin memuncak dipenghujung pemerintahan Utsman, yang menjadi simbol perpecahan kelompok elite yang menyebabkan disintegrasi masyarakat Islam pada masa berikutnya.[31]
Kebijakan-kebijakan yang dilakukan Utsman bin Affan diantaranya sebagai berikut :
a.       Menyelesaikan kasus pembunuhan Umar bin Khaththab
b.      Perluasan Wilayah
Sebagaimana yang dilakukan oleh Kaisar Yazdagird yang berusaha menghasut kembali masyarakat Persia agar melakukan perlawanan terhadap penguasa Islam. Akan tetapi dengan kekuatannya, pemerintahan berhasil memusnahkan gerakan pemberontakan sekaligus melanjutkan perluasan ke negeri-negeri Persia lainnya, sehingga beberapa kota besar seperti Hisraf, Kabul, Gasna, Balkh dan Turkistan jatuh menjadi wilayah kekuasaan Islam. Adapun daerah-daerah lain yang melakukan pembelotan terhadap pemerintahan Islam adalah Khurasan dan Iskandariyah. Tahun 30 H  / 650 M pasukan Muslim berhasil menguasai Khurasan.
Adapun tentang Iskandariyah, bermula dari Kaisar Konstantin II dari Roma Timur atau Bizantium yang menyerang Iskandariyah dengan mendadak, sehingga pasukan Islam tidak dapat menguasai serangan. Selain itu, khalifah Utsman bin Affan juga mengutus Salman Rabiah Al-Baini untuk berdakwah ke Armenia. Ia berhasil mengajak kerjasama penduduk Arnemia, sedangkan bagi yang menentang dan memerangi terpaksa dipatahkan dan kaum muslimin dapat menguasai Armenia. Perluasan Islam memasuki Tunisia (Afrika Utara) dipimpin oleh Abdullah bin Sa’ad bin Abi Zarrah. Tunisia sebelum kedatangan apsukan Islam sudah lama di kuasai Romawi. Tidak hanya itu saja pada saat Syiria bergubernurkan Muawiyah ia berhasil menguasai Asia Kecil dan Cyprus.[32]
Di masa pemerintahan Utsman, negeri-negeri yang telah masuk ke dalam kekuasaan Islam antara lain : Barqah, Tripoli Barat, sebagian selatan negeri Nubah, Armenia dan beberapa bagian Thabaristan bahkan tentara Islam telah melampaui sungai Jihun (Amu Daria), negeri Balkh (Baktria), Hara, Kabul dan Gzaznah di Turkistan.jadi enam tahunpertama pemerintahan Utsman bin Affan di tandai dengan perluasan kekuasaan Islam. Perluasan dan perkembangan Islam pada masa pemerintahannya telah sampai pada seluruh daerah Persia, Tebriztan, Azerbizan dan Armenia selanjutnya meluas pada Asia Kecil dan negeri Cyprus.Atas pelindungan pasukan Islam, masyarakat Asia Kecil dan Cyprus bersedia menyerahkan upeti sebagaimana yanga mereka lakukan pada masa kekuasaan Romawi atas wilayah tersebut.Namun ekspansi akhirnya terhenti karena muncul perpecahan di kalangan umat Islam antara golongan Bani Hasyim dan Bani Umayyah.[33]
c.       Pembanguan Angkatan Laut
Pembangunan angkatan laut bermula dari adanya rencana khalifah Utsman untuk mengirim pasukan ke Afrika, Mesir, Cyprus dan Konstaninopel Cyprus. Untuk sampai ke daerah tersebut harus melalui lautan. Oleh karena itu, atas dasar usul gubernur di daerah, Utsman pun menyetujui pembentukan armad laut yang dilengakapi dengan personil dan sarana yang memadai.Pada saat itu, Muawiyah gubernur di Syiria harus menghadapi serangan-serangan Angkatan Laut Romawi di daerah-daerah pesisir provinsinya. Untuk itu ia mengajukan permohonan kepada khalifah Utsman utuk membangun Angkatan Laut dan dikabulkan oleh khalifah. Sejak itu Muawiyah berhasil menyerbu Romawi. Mengenai pembangunan Armada itu sendiri, Muawiyah tidaklah membutuhkan tenaga asing sepenuhnya, karena bangsa Koptni, begitupun penduduk pantai Levant yang berdarah Punikia itu, ramai-ramai menyediakan diriya untuk membuat dan memperkuat armada tersebut. Itulah pembangunan armada yang pertama dalam sejarah Dunia Islam.Selain itu, keberangakatan pasukan ke Cyprus yang melalui lautan, juga mendesak umat Islam agar membangun angkatan laut.[34]
Pada saat itu, pasukan di pimpin oleh Abdullah bin Qusay Al-Harisy yang di tunjuk sebagai Amirul Bahr atau panglima angakatan laut. Istilah ini kemudian diganti menjadi Admiral atau Laksamana. Ketika sampai di Amuria dan Cyprus pasukan Islam mendapat perlawanan yang sengit, tetapi semuanya dapat di atasi hingga sampai di Kota Konstatinopel dapat dikuasai pula. Di samping itu, serangan yang dilakukan bangsa Romawi ke Mesir melauli laut juga memaksa umat Islam agar segera mendirikan angkatan laut. Bahkan pada tahun 646 M, bangsa Romawi telah menduduki Alexandrian dengan penyerangan dari laut.Penyerangan itu mengakibatkan jatuhnya Mesir ke tangan kekuasaan bangsa Romawi. Atas perintah khalifah Utsman bin Affan, Amr bin Ash dapat mengalahkan bala tentara bangsa Romawi dengan armada laut yang besar pada tahun 651 M di Mesir. Berawal dari sinilah Utsman bin Affan merupakan khalifah pertama kali yang mempunyai angkatan laut yang cukup tangguh dan dapat membahayakan kekuatan lawan.[35]
d.      Pembukuan Mushaf Utsmani
Penyebaran Islam bertambah semakin luas dan para Qari’ pun tersebar di berbagai daerah, sehingga perbedaan bacaan pun terjadi yang di akibatkan berbedanya qira’at dari qari’ yang sampai pada mereka. Tetapi keadaan demikian bukan berarti tidak menimbulkan keraguan kepada generasi berikutnya yang secara tidak langsung bertemu dengan Rasulullah. Ia melihat banyak perbedaan dalam cara membaca Al-Qur’an. Sebagian bacaan itu tercampur dengan kesalahan tetapi masing-masing berbekal dan mempertahankan bacaannya, bahkan mereka saling mengkafirkan.[36]
Melihat hal tersebut beliau melaporkannya kepada khalifah Utsman. Para sahabat amat khawatir kalau perbedaan tersebut akan membawa perpecahan dan menyimpangkan pada kaum muslimin. Mereka sepakat menyalin lembaran pertama yang telah dilakukan oleh khalifah Abu Bakar yang disimpan oleh istri Rasullulah, Hasfah dan menyatukan umat islam dengan satu bacaan yang tetap pada satu huruf. Untuk menyatukan bacaan dan menghindari percekcokan Utsman bin Affan mengirim surat pada Hasfah yang isinya agar beliau dipinjami lembaran-lembaran yang bertuliskan Al-Qur’an, kami akan menyalinnya dalam bentuk mushaf dan setelah selesai akan kami kembalikan. Kemudian Hasfah mengirimkan kepada Utsman. Utsman membentuk panitia, yang ketuai oleh Zaid bin Tsabit, dengan angoota Abdullah bin Zubair, Sa’ad bin Al-‘Ash dengan Abdurrahman bin Harist bin Hisyam, untuk menyalin mushaf yang telah dipinjam dan menyeragamkan dialeknya dengan dialek Quraisy, karena Al-Qur’an diturunkan pada kaum Quraisy. Atas petunjuk Utsman, Zaid bin Tsabit membukukan Al-Qur’an yang sudah disalin dan diseragamkan dialek itu dengan dialek Quraisy sebanyak 6 buah mushaf untuk dijadikan pedoman.Inilah yang disebut dengan mushaf Utsmani. Enam mushaf tersebut, satu buah di Madinah untuk khalifah Utsman, dan lima buah dikirim masing-masing ke Makkah, Basrah, Kufah, Mesir, dan Syiria dan selanjutnya memerintahkan agar semua bentuk lembaran mushaf yang lain dibakar. Sehingga umat islam tidak lagi berselisih dalam masalah bacaan Al-Qur’an sampai sekarang. Al-Mushaf yang dikirimkan kedaerah-daerah islam supaya disalin kembali untuk dijadikan pedoman, dan dikenal dengan Mushaf Utsmani.[37]
Jadi langkah pengumpulan mushaf ini merupakan salah satu langkah strategis yang dilakukan khalifah Utsman bin Affan yakni dengan meneruskan jejak Khalifah pendahuluanya untuk menyusun dan mengkodifikasikan ayat-ayat Al-Qur’an dalam sebuah mushaf. Karena semua permintaan Utsman, banyak sekali versi bacaan Al-Qur’an di berbagai wilayah kekuasaan Islam yang disesuaikan dengan bahasa daerah masing-masing. Dengan dibantu oleh Zaid bin Tsabit dan sahabat-sahabat yang lain, khalifah berusaha menghimpun kembali ayat-ayat Al-Qur’an yang autentik berdasarkan salinan kitab suci yang terdapat pada sayiddatina Hafshah, salah seorang istri Nabi yang telah dicek kembali oleh para ahli dan huffadz dari berbagai kabilah yang sebelumnya telah dikumpulkan.
Keinginan khalifah Utsman agar kitab Al-Qur’an tidak mempunyai banyak versi bacaan dan bentuknya tercapai setelah kitab yang berdasarkan pada dialek masing-masing kabilah semua dibakar, yang tersisa hanyalah mushaf yang telah disesuaikan dengan naskah Al-Qur’an aslinya. Hal tersebut sesuai dengan keinginan Nabi Muhammad SAW.Yang menghendaki adanya penyusunan Al-Qur’an secara standar dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motif pengumpulan mushaf oleh khalifah Abu Bakar dan khalifah Utsman berbeda. Pengumpulan mushaf yang dilakukan oleh khalifah Abu Bakar di karenakan adanya kekhawatiran akan hilangnya Al-Qur’an karena banyak huffas yang meninggal karena peperangan, sedangkan motif khalifah Utsman karena banyaknya perbedaan bacaan yang dikhawatirkan timbul pertentangan.[38]
Konflik dan kemelut politik Islam!
Terpilihnya Utsman bin Affan sebagai khalifah dianggap sebagai kemenangan golongan Bani Ummayah, dan kekalahan Bani Hasyim. Persaingan bertambah ketika golongan Bani Ummayah diberi wewenang untuk mengendalikan roda pemerintahan. Untuk itu golongan Bani Ummayah melakukan pendiskriminasian terhadap lawan-lawan politik-nya antar lain kepada Bani Hasyim. Bani Hasyim menganggap bahwa khalifah seharusnya dipegang oleh mereka.Hal inilah yang mermbuat para sahabat dan rakyat gelisah namun Utsman tidak berdaya menghadapi keluarganya.
Pemerintahan Utsman berlangsung selama 12 tahun.Pada masa awal pemerintahannya, beliau berhasil menjalankan pemerintahan Islam dengan baik sehingga Islam mengalami kemajuan dan kemakmuran dengan pesat. Namun pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tak puas dan kecewa umat islam terhadapnya. Khalifah Utsman adalah pemimpin yang sangat sederhana, berhati lembut dan sangat shaleh, sehingga kepemimpinan beliau dimanfaatkan oleh sanak saudaranya dari keluarga besar Bani Umayyah untuk menjadi pemimpin di daerah-daerah.Oleh karena itu, orang-orang menuduh khalifah Utsman melakukan nepotisme, dengan mengatakan bahwa beliau menguntungkan sanak saudaranya Bani Umayyah, dengan jabatan tinggi dan kekayaannya. Mereka juga menuduh pejabat-pejabat Umayyah suka menindas dan menyalahkan harta baitul maal. Di samping itu khalifah Utsman dituduh sebagai orang yang boros mengeluarkan belanja, dan kebanyakan diberikan kepada kaum kerabatnya sehingga hampir semuanya menjadi orang kaya. Menurut Mufrodhi, memang kenyataan menunjukkan bahwa, satu per satu kepemimpinan di daerah-daerah kekuasaan Islam diduduki oleh keluarga khalifah Utsman.[39]
Adapun pejabat-pejabat yang diangkat Utsman antara lain :
1.      Abdullah bin Sa’ad (saudara susuan Utsman) sebagai wali Mesir menggantikan Amru bin ‘Ash.
2.      Abdullah bin Amir bin Khuraiz sebagai wali Basrah menggantikan Abu Musa Al-Asyari.
3.      Walid bin ‘Uqbah bin Abi Muiz (saudara susuan Utsman) sebagai wali Kuffah menggantikan Sa’ad bin Abi Waqas.
4.      Marwan bin Hakam (keluarga Utsman) sebagai sekretaris khalifah Utsman.
Setuasi politik di akhir masa pemerintahan Utsman benar-benar semakin mencekam bahkan usaha-usaha yang bertujuan baik untuk kemaslahatan umat disalah pahami dan melahirkan perlawanan dari masyarakat. Misalnya kodifikasi Al-Qur’an dengan tujuan supaya tidak terjadi kesimpang siuran telah mengundang kecaman melebihi dar apa yang tidak diduga. Lawan-lawan politiknya menuduh Utsman bahwa ia sama sekali tidak punya otoritas untuk menetapkan edisi Al-Qur’an yang ia bukukan. Mereka menuduh Utsman secara tidak benar telah menggunakan kekuasaan keagamaan yang tidak dimilikinya.[40]
Tentang tuduhan pemborosan uang Negara antara lain pembangunan rumah mewah lengkap dengan peralatan untuk Utsman, istrinya dan anak-anaknya ditolak keras oleh Utsman. Tuduhan lain terhadap Utsman yaitu mengambil harta baitul maal adalah tidak benar, karena beliau dan keluarga hanya makan dari hasil gajinya saja.
Penyebab utama dari semua protes terhadap khalifah Utsman adalah diangkatnya Marwan bin Hakam, sedangkan Utsman hanya menyandang gelar khalifah. Rasa tidak puas memuncak ketika pemberontak dari Kuffah dan Basrah bertemu dan bergabung dengan pemberontak dari Mesir. Akan tetapi di tengah perjalanan mereka menemukan surat yang dibawa oleh utusan khalifah yang sedang menuju ke Mesir, surat itu ditujukan kepada gubernur Abdullah bin Sarah yang bertuliskan Arab tanpa tanda huruf (gundul). Tulisan tersebut yang semestinya dibaca (faqbiluuhum : terimalah mereka) namun oleh para pemberontak dibaca (faqtuluuhum: bunuhlah mereka).[41] Surat tersebut bestempel khalifah karena itu mereka menuntut agar pembuat surat diserahkan kepadanya namun khalifah menolaknya. Yang menulis surat tersebut menurut mereka adalah Marwan bin Hakam. Mereka meminta khalifah Utsman menyerahkan Marwan, tetapi ditolak oleh khalifah. Ali bin Abi Thalib mencoba mendamaikan tapi pemberontak berhasil mengepung rumah Utsman dan membunuh khalifah yang tua itu ketika membaca Al-Qur’an disamping istrinya yang bernama Nailah pada tanggal 17 Juni 656 M / 18 Dzulhijjah 35 H.
Pembunuhan dilakukan oleh seorang muslim bernama Humran Al-Ghafiqy, tetapi ada juga yang mengatakan bernama Al-Ghiffary. Inilah peristiwa pertama yang terjadi dimana seorang muslim dibunuh oleh orang muslim. Hari terjadinya peristiwa ini dikenal dalam sejarah dengan sebutan Yaum Al-Dur (hari yang menyedihkan).Pembunuhan ini menimbulkan berbagai gejolak pada tahun-tahun berikutnya, sehingga bermula dari kejadian ini dikenal sebutan Al-Bab Al-Maftuh (terbukanya pintu bagi perang saudara). Pembunuhan yang bermotif politik atas diri Utsman bin Affan membawa dampak yang panjang terhadap sejarah Islam, yaitu timbulnya persaingan, permusuhan, kekacauan dikalangan umat Islam.
Sebagaimana pendapat ahli sejarah berkebangsaan Jerman Mr. Welhausen “Pembunuhan Utsman yang bermotif politik itu lebih berpengaruh terhadap lembaran sejarah Islam dibandingkan dengan sejarah-sejarah Islam yang lainnya.Golongan Umayyah menuntut pembalasan atas darah Utsman sepanjang pemerintahan Ali hingga terbentuknya Dinasti Umayyah”.[42]
Adapun seabab-sebab terjadinya pemberontakan adalah :
1.      Munculnya Ibnu Saba’ ditengah-tengah masyarakat bersama dengan pandangannya.
2.      Persaingan permusuhan antara keluarga Bani Umayyah dan keluarga Bani Hasyim, antara suku Quraisy dan suku Arab lainnya, membuat kekuatan pemerintah lemah karena sulit diajak bekerja sama masing-masing saling mencela.
3.      Karakter kepemimpinan Utsman bin Affan ra yang lemah lembut, pemaaf dan tidak adanya sikap tegas dalam  urusan politik dan pemerintahan terutama dalam menegakkan stabilitas pemerintahan, mendorong pihak-pihak musuh melancarkan serangan dengan mudah.
Ibnu Saba’, nama lengkapnya Abdullah Ibnu Saba’, adalah seorang Yahudi dari Yaman yang masuk Islam. Ia merupakan provokator yang berada dibalik pemberontakan terhadap khalifah Utsman bin Affan. Niatnya masuk Islam hanyalah sebagai kedok belaka untuk merongrong kewibawaan pemerintahan khalifah Utsman, sehingga muncullah kerusuhan yang terjadi diberbagai wilayah kekuasaan Islam diantaranya adalah  Fustat (Kairo), Kuffah, Basrah, dan Madinah.[43] Ibnu Saba’ menghembuskan provokasi dengan mengatakan bahwa : Utsman bin Affan telah melanggar wasiat Nabi Muhammad SAW. Dan telah merebut hak khalifah dari tangan Ali bin Abi Thalib ra. Pernyataan ini menjadi pendapat suatu aliran / Madzhab yang dikenal dengan aliran Wishayah dan Hak Illahi.[44]
Selain faktor dari luar tersebut (provokasi dari Ibnu Saba’), dalam internal kekhalifahan Utsman bin Affan terdapat konfrontasi lama yang mencuat kembali. Permasalahan tersebut semata-mata berupa persaingan yang diantara Bani Hasyim dan Bani Umayyah. Sedangkan Utsman sendiri merupakan salah satu anggota dari keluarga besar Bani Umayyah. Pada konteks sejarahnya, Bani Hasyim sejak dahulu berada diatas Bani Umayyah terutama pada masalah perpolitikan orang-orang Quraisy.Lemahnya karakter kepemimpinan khalifah Utsman menjadikan kekuatan dan kekuasaannya makin terancam. Karena pribadi Utsman bin Affan yang sederhana dan berhati lembut membuat para pemberontak lebih leluasa dalam melakukan provokasi dan kerusuhan di wilayah kekuasaan Islam. Dan lagi-lagi pada beberapa kasus, Utsman bin Affan mudah memaafkan orang lain, meskipun pada kenyataanya orang tersebut adalah termasuk kelompok yang memerangi dan sangat tidak suka dengan beliau.
Semua kebijakan yang dilakukan Utsman bin Affan, menurut golongan oposisi adalah salah, karena semua kebijakan tersebut dibuat atas pertimbangan dari keluarganya. Hal ini dilakukan Utsman karena para sahabat utama banyak yang meninggalkan kota Madinah dan menetap di kota lain baik untuk berdakwah maupun untuk lainnya. Maka ketika para sahabat utama ini dibutuhkan nasehat atau pendapatnya yang ada hanyalah para kerabatnya. Meskipun masa 6 tahun terakhir kondisi masyarakat penuh dengan kekacauan tetapi khalifah Utsman berhasil melakukan pembangunan-pembangunan antara lain: membangun bendungan, jalan, jembatan, masjid serta dapat memperluas masjid Nabawi, juga berhasil mengadakan pembukuan Al-Qur’an, yang sampai sekarang masih bisa dimanfaatkan kaum muslimin seluruh dunia.[45]
D. Peradaban Islam pada Masa Ali bin Abi Thalib (36 41 H/ 656-661 M)
Khalifah keempat adalah Ali bin Abi Thalib. Ali adalah keponakan dan menantu nabi. Ali adalah keponakan dan menantu nabi. Ali adalah putra Abi Thalib bin Abdul Mutholib. Ia adalah sepupu nabi  yang telah ikut  bersamanya sejak bahaya kelaparan mengancam kota Makkah, demi untuk membantu keluarga pamannya yang mempunyai banyak putra. Abbas paman nabi yang lain membantu Abu  Tholib dengan memelihara  Ja’far anak Abu Thalib yang lain. Ia telah masuk Islam pada usia sangat muda. Ketika nabi menerima wahyu yang pertama, menurut Hasan Ibrahim Hasan Ali berumur 13 tahun atau 9 tahun menurut Mahmudunnasir. Ia menemani nabi dalam perjuangan menegakkan Islam , baik di Mekkah maupun di madinah, dan ia diambil menantu oleh nabi dengan menikahkannya dengan Fathimah, salah seorang putri Rasullulah dan dari sisi inilah keturunya nabi berkelanjutan. Karena kesibukannya merawat dan memakamkan jenazah Rasullulah ia tidak berkesempatan membaiat Abu bakar sebagai khlaifah tetapi ia baru membaiatnya setelah Fathimah wafat.[46]
Ali adalah seorang yang memiliki banyak kelebihan, selain itu ia adalah pemenang kekuasaan. Pribadinya penuh vitalitas dan energi, perumus kebijakan dengan wawasan yang jauh ke depan. Ia adalah pahlawan yang gagah dan berani,penasihat yang bijaksana , penasehat hukum yang ulung, dan pemenang teguh tradisi, seorang sahabat sejati, dan seorang lawan yang dermawan. Ia telah bekerja keras sampai akhir hayatnya dan merupakan orang kedua  yang berpengaruh setelah Nabi Muhammad.
Beberapa hari pembunuhan Utsman, stabilitas keamanan kota madinah menjadi rawan. Gafiqy bin harb memegang keamanan ibu kota Islam itu selama kira kira lima hari sampai terpilihnya khalifah yang baru.Kemudian Ali bin Abi Thalib tampil menggatikan Utsman,menerima baiat dari sejumlah kaum muslimin.
Kota Madinah saat itu sedang kosong, para sahabat banyak ynag berkunjung ke wilayah wilayah yang baru ditaklukkan. Sehingga hanya beberapa sahabat yang masih berada di Madinah, antara lain Thalhah bin Ubaidillah dan Zubairbi Awwam. Oleh karena itu, Ali pun menanyakan keberadaan mereka karena merekalah yang berhak menentukan siapa yang akan menjadi khalifah lantaran kesenioranya dan mengikuti perang badar. Maka muncullah Thalhah,Zubair, dan Sa’ad membaiat Ali kemudian diikuti oleh banyak orang baik dari kalangan Anshar maupun muhajirin dan yang paling awal membaiat Ali adalah  Thalhah bin Ubaidillah.[47]
Tugas pertama yang dilakukan oleh khalifah Ali ialah menghidupkan cita cita Abu bakar dan Umar, menarik kembali semua tanah dan hibah yang telah dibagikan oleh utsman kepada kaum kerabatnya ke dalam kepemilikannya negara. Ali juga segera menurunkan semua gubernur yang tidak senangi rakyat.Utsman bin Hanif diangkat menjadi penguasa basrah menggantikan ibnu Amir dan Qais bin Sa’ad  dikirim ke Mmesir untuk menggantikan gubernur negeri itu yang dijabat oleh Abdullah. Gubernur suriah Muawiyah juga diminta meletakkan jabatan tetapi ia menolak perintah Ali, bahkan ia tidak mengakui kekhalifahannya.
Oposisi terhadap khlifah secara terang terangan dimulai Aisyah,Thalhah dan Zubair. Meskipun masing masing mempunyai alasan pribadi dengan penentangan terhadap Ali. Mereka sepakat menuntut Khalifah segera menghukum para pembunuh utsman.Tuntunan yang sama juga diajukan oleh Muawiyah,bahkan ia memanfaatkan peristiwa berdarah itu untuk menjatuhkan legalitas kekuasan Ali , dengan memebangkitkan kemarahan rakyat dan menuduh Ali sebagai orang yang mendalangi pembunuhan utsman jika Ali tidak dapat menemukan dan menghukum  pembunuh yang sesungguhnya.
Akan tetapi ,tuntunan mereka tidak mungkin dikabulkan oleh Ali. Pertama, karena tugas utama yang mendesak yang dilakukan dalam situasi kritis yang penuh intimidasi seperti saat itu ialah memulihkan ketertiban dan mengonsolidatatikan kedudukan kekhalifahan. Kedua, menghukum para pembunuh bukannlah perkara mudah, khlifah utsman tidak diunuh oleh hanya satu orang , melainkan banyak orang dari mesir ,irak,dan arab secara langsung terlibat dalam perbuatan makar tersebut.
Khalifah Ali sebenarnya ingin menghindari pertikaian dan mengajukan kompromi kepada Thalhah dan kawan-kawan, tetapi tampaknya penyelesaian damai sulit dicapai.Oleh karena itu kontak senjata tidak dapat diletakkan lagi. Thalhah dan Zubair terbunuh ketika hendak melarikan diri sedangkan Aisyah dikembalikan ke Madinah. Peperangan ini terkenal dengan nama Perang jamal (perang Unta), yang terjadi pada tahun 36 H, karena dalam pertempuran tersebut sebanyak 20.000 kaum muslimin gugur.[48]
Segera sesudah menyelesaikan gerakan Thalhah dan kawan kawan, pusat kekuasan Islam dipindahkan ke kota Kufah. Sejak itu berakhirlah Madinah sebagai ibu kota kedaulatan Islam dan tidak ada lagi seorang khalifah yang berkuasa berdiam disana. Sekarang Ali adalah pemimpin dari seluruh wilayah islam, kecuali Suriah.[49]
Maka dengan dikuasainya Syiria oleh Muawiyah, yang secara terbuka menentang Ali, dan penolakannya atas perintah meletakan jabatan gubernur, memaksa khalifah Ali untuk bertindak. Pertempuran sesama muslim terjadi lagi, yaitu antara angkatan perang Ali dan pasukan muawiyah. Sebenarnya pihak Muawiyah telah terdesak kalah, dengan 7000 pasukannya terbunuh, yang menyebabkan mereka mengangkat Alquran sebagai tanda damai dengan cara tahkim. Khalifah diwakili oleh Abu  Musa Al- Asy’ari , sedangkan Muawiyah diwakili oleh Amr bin Ash yang terkenal cerdik. Dalam tahkim tersebut khalifah dan Muawiyah harus meletakkan jabatan, pemilihan baru harus dilaksanakan. Abu Musa pertama kali menurunkan Ali sebagai khalifah. Akan tetapi, Amr bin Ash berlaku sebaliknya, tidak menurunkan Muawiyah tetapi justru mengangkat Muawiyah sebagi khalifah, karena Ali telah diturunkan oleh Abu Musa. Peperangan Sifin yang diakhiri melalui tahkim (arbitrase) yakni penyelisihan yang diselesaikan oleh dua orang penengah sebagai pengadil. Namun ternyata tidak menyelesaikan masalah, kecuali menegaskan bahwa gubernur yang mekar itu mempunyai kedudukan yang setingkat dengan khalifah, dan menyebabkan lahirnya golongan Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan pendukung Ali, yang berjumlah kira-kira 12000 orang.[50]
Kelompok khawarij yang bermarkas di Nahrawan benar benarmerepotkan khalifah , sehingga memberikan kesempatan kepada pihak Muawiyah unyuk memperkuat dan meluaskan kekuasannya sampai mampu merebut mesir . Akibatnya, sungguh sangat fatal bagi Ali. Tentara semakin lemah, sementara kekuatan Muawiyah bertambah besar. Keberhasilan Muawiyah mengambil provinsi Mesir, berarti merampas sumber sumber kemakmuran dan suplai ekonomi dari pihak Ali.
Karena kekuatannya telah banyak menurun , terpaksa Khalifah Ali menyetujui perjanjian damai dengan Muawiyah, yang secara politis berarti khalifah  mengakui keabsahan kepemiliknya Muawiyah atas Syiria dan mesir. Kelompok Muawiyah juga berusaha sedapat mungkin untuk merebut masa Islam dari pengikut Ali, Muawiyah sumber dari pergolakan pergolakan yang terjadi kemudian. Tepat pada 17 Ramadhan 40 H (661 M), Khalifah Ali terbunuh sangat fanatik. Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H (660 M) masa pemerintahan Khalifah Ali berakhir.
Hasan sebagai anak tertua Ali mengambil alih kedudukan ayahnya sebagai khalifah kurang lebih selama lima bulan. Tentaranya dikalahkan oleh pasukan Syiria,dan Pra pendukungnya di Irak meninggalkannya sehingga dengan demikian tidak dapat lebih lama lagi mempertahankan kekuasannya , kemudian turun tahta syarat-syarat yang tercantum dalam perjanjian perdamaian menjadika  Muawiyah penguasa absolut dalam wilayah kerajaan arab.Pada bulan Rabiuts  Tsani tahun 4 H (661 M) Muawiyah memasuki kota kufah yang oleh Ali dipilih sebagi pusat kekuasannya. Sumpah kesetiaan diucapkan kepadanya dihadapan dua putra Ali, Hasan dan Husain. Rakyat berkerumun disekelilingnya sehingga pada tahun 4 H disebut sebagi Amul jama’ah tahun jamaah. [51]
E. Kemajuan Peradaban pada Masa Khulafaur Rasyidin
      Masa Kekuasaan Khulafaur rasyidin yang dimuali sejak Abu bakar  Ash Shiddiq hingga Ali bin Abi Thalib , merupakan masa kekuasaan khalifah Islam yang berhasil dalam mengembangkan wilayah Islam lebih luas. Nabi Muhammad SAW yang telah meletakan dasar agama Islam di Arab, setelah beliau wafat, gagasan dan ide-idenya diteruskan oleh para khulafaur rasyidin. Pengembangan agama Islam yang dilakukan pemerintahan khulafaur rasyidin. Pengembangan agama Islam yang dilakukan pemerintahan khulafaur rasyidin dalam waktu yang relatif singkat telah membuahkan hasil yang gilang gemilang. Dari hanya wilayah Arabia, Ekspansi kekuasaan Islam menembus ke luar Arabia , Ekspensi kekuasaan Islam menembus Ke luar Arabia memasuki wilayah wilayah Afrika ,Syiria bahkan menembus Bizantium dan Hindia.
Ada bebrapa faktor yang menyebabkan  ekspansi itu demikian cepat antara lain sebagai berikut :
1.      Islam ,disamping merupakan ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan , juga agama mementingkan soal pembentukan masyarakat
2.      Dalam dada pra sahabat Nabi SAW  tertanam kenyakinan yang sangat kuat tentang kewajiban menyerukan ajaran ajaran islam (dakwah) ke seluruh penjuru dunia .disamping itu suku suku bangsa arab gemar berperang.Semangat dakwah dan kegemaran berperang tersebut membentuk satu kesatauan yang terpadu dalam diri umat islam.
3.      Bizantium dan persia, dua kekuatan yang menguasai Timur Tengah pada waktu itu mulai memasuki masa kemunduran dan kelemahan, baik karena sering terjadi peperangan antara keduanya maupun karena persoalan persoalan dalam negeri masing masing.
4.      Pertentangan aliran agama di wilayah Bizantium mengakibatkan hilangnya kemerdekaan beragama bagi rakyat .Rakyat tidak senang karena pihak kerajaan memaksakan aliran yang dianutnya .mereka juga tidak senang karena pajak yang tinggi untuk biaya peperangan melawan persia.
5.      Islam datang ke daerah daerah yang dimasuki nya dengan sikap simpatik Dan toleran, tidak memaksa rakyat untuk mengubah agamanya masuk Islam.
6.      Bangsa sami di Syiria dan palestina dan bangsa Hami di Mesir memendang bahasa Arab lebih dekat kepada mereka dari pada bangsa eropa, Bizantium ,yang memerintah mereka.
7.      Mesir Syiria dan Irak adalah daerah daerah yang kaya .Kekayaan itu membantu penguasa Islam untuk membiyai pekspensi ke daerah yang lebih jauh.[52]
       Pada masa kekuasaan para khulafaur rasyidin, banyak kemajuan peradaban telah dicapai. Diantaranya adalah munculnya gerakan pemikiran dalam Islam, antara lain:
a)      Menjaga keutuhan Alquran Al- Karim dan mengumpulkannya dalam bentuk mushaf pada masa Abu Bakar.
b)      Memberlakukan mushaf standar pada masa Utsman bin Affan
c)      Keseriusan mereka untuk mencari serta mengerjakan ilmu dan memerangi kebodohan berislam pada penduduk negeri sebab itu, Utsman dan sahabat lainnya mengajarkan Al-Quran dan As-Sunnah kepada banyak penduduk negeri yang sudah dibuka.
d)     Sebagian orang yang tidak senang kepada islam. Terutama dari pihak orientalis abad ke 19 banyak yang mempelajari fenomena futuhat al islamiyah dan menafsirkan dengan motif ekonomi yaitu mencari dan mengeruk kekayaan negeri yang ditundukan.
e)      Islam pada masa awal tidak mengenal permisahan antara dakwah dan negara , antara da’i maupun panglima.Tidak dikenal orang yang berprofesi khusus da’i .[53]
Disamping itu, dalam hal peradaban juga terbentuk organisasi negara atau bagsa yang dimiliki pemerintahan kaum muslimin sebagai pendukung kemaslahatan kaum muslimin. Organisasi negara tersebut telah dibina lebih sempurna, telah dijadikan sebagai suatu nizham yang mempunyai alat alat perlengkapan dan lembaga lembaga menurut ukuran zamannya telah cukup baik.
            Dr. Hasan Ibrahim dalam bukunya Tarikh “Al-Islam As-Siyasi” menjelaskan bahwa organisasi organisasi atau lembaga-lembaga negara yang ada pada masa khulafaur rasyidin , diantaranya sebagai berikut.[54]
1.      Lembaga politik
Termasuk dalam lembaga politik khalifah (jabatan kepala negara),wizarah (kementrian negara) dan kitabah (Sekertaris negara )
2.      Lembaga Tata Usaha Negara
Termasuk dalam urusan lembaga tata usaha negara ,Idaratul Aqalim (pengolahan pemerintah daerah) dan diwan (penguasa departemen )seperti diwan kharaj (kantor urusan keuangan) ,diwan rasail (kantor urusan arsip) diwanul barid (kantor urusan pos) diwan syuruthah (kantor urusan kepolisian dan departemen lainnya.
3.      Lembaga Keuangan Negara
Termasuk dalam lembaga keuangan negara adalah urusan urusan keuangan dalam masalah ketentaraan, baik angkatan perang maupun angkatan laut , serta perlengkapan dan persenjataannya.
4.      Lembaga Kehakiman negara, urusan urusan mengenai Qadhi (pengadilan negeri ) Madhalim (pengyang bersifat lurus dan terkafadilan banding ) dan Hisabah (pengadilan perkara yang bersifat lurus terkadang juga perkara pidana yang memerlukan pengurusan segera).[55]
Suatu kehidupan dakwah senantiasa penuh dengan tantangan. Sebagai seorang Muslim hendaklah perlu mencontoh para pendahulunya, seperti jika ada masalah, menghadapinya dengan tanpa putus asa, penuh kesabaran, kebajika dan  ketentraman hati, juga memohon kepada-Nya serta lebih mempererat ukhuwah Islamiyah, agar tercipta suatu tatanan masyarakat yang aman, damai, sentosa dan sejahtera dengan persatuan dan kesatuan yang kokoh.
 




DAFTAR PUSTAKA














DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Fatikha. 2011. Sejarah Peradaban Islam. Pekalongan: Press STAIN Pekalongan.


[1] Fatikhah, Sejarah Peradaban Islam Cet. I (Pekalongan: STAIN Pekalongan, 2011), hlm. 101.
[2] Depag RI, Sejarah dan Kebudayaan Islam, hlm. 50.
[3] Fatikhah, op. cit., hlm. 102.
[4] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, cet. 2 (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 94.
[5]  Fatikhah, op .cit., hlm. 104-105.
[6] Ibid, hlm. 105.
[7]  Depag RI, Sejarah Kebudayaan Islam, hlm. 75.
[8]  Fatikhah, op. cit., hlm. 106.
[9] Ibid, hlm. 106.
[10] Ibid, hlm. 106-107.
[11] Ibid, hlm. 107-108.
[12] Ibid, hlm. 108.
[13] Ibid, hlm. 109-110.
[14] Ibid, hlm. 110.
[15] Depag RI, Sejarah Kebudayaan Islam, hlm. 103-104.
[16] Fatikhah, op. cit., hlm. 111-112.
[17] Ibid, hlm. 112.
[18] Ibid, hlm. 112-113.
[19] Ibid, hlm. 113-114.
[20] Ibid, hlm. 114.
[21] Ibid, hlm. 115-117.
[22] Samsul Munir Amin, op. cit., hlm. 98.
[23] Ibid, hlm. 99.
[24] Ibid, hlm. 100.
[25] Ibid, hlm. 101.
[26] Ibid, hlm. 102.
[27] Ibid, hlm. 103.
[28] Ibid, hlm. 103-104.
[29] A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, hlm. 190-191.
[30] Fatikhah, op. cit. hlm. 133.
[31] Ibid, hlm. 131-132.
[32] Depag RI, Sejarah dan  Kebudayaan Islam, hlm. 26.
[33] Ibid, hlm. 136.
[34] Ibid, hlm. 136-137.
[35] Ibid, hlm. 137.
[36] Ibid, hlm, 138.
[37] Depag RI, Sejarah…., hlm. 29.
[38] Fatikhah, op. cit. hlm. 139-140.
[39] Ibid, hlm. 140.
[40] Mufrodi, 1997, hlm. 62.
[41] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, hlm.104.
[42] Fatikhah, op. cit. hlm. 144.
[43] K.Ali, Sejarah Islam Pra Modern, hlm. 129.
[44] A.Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, hlm. 198.
[45] Fatikhah, op. cit., hlm. 145.
[46] Lihat Hassan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta: Kota Kembang, 1989, hlm. 59-61. Mahmudunnasir, Islam, Konsep dan Sejarahnya, hlm. 194.
[47] Samsul Munir Amin, op. cit., hlm. 109-110.
[48] Ibid, hlm. 110-111.
[49] Mahmudunnasir, Islam, Konsep dan Sejarahnya, hlm. 196-197.
[50] Dr. Ali Mufrodi, Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab, hlm. 66.
[51] Samsul Munir Amin, op. cit., hlm, 112-113.
[52] Dr. Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, hlm. 41-42.
[53] Wahyu Ilahi, S.Ag., M.A., dan Harjani Hefni, Lc., M.A., Pengantar Sejarah Dakwah, Rahmat Semesta dan Kencana, 2007, hlm. 105-106.
[54] Prof. A. Hasymi, Dustur Da’wah menurut Al-Quran, Jakarta: Bulan Bintang, hlm. 334.
[55] Samsul Munir Amin, op. cit., hlm. 116.

No comments:

Post a Comment