MASA DINASTI UMAYYAH TIMUR
MAKALAH
Mata
Kuliah : Sejarah Peradaban Islam
Dosen
Pengampu : Muhammad Hufron, MSI
Disusun
Oleh :
1. Muhammad
Dimyati (2023113015)
2. Izul
Fitri (2023113034)
Kelas A
JURUSAN TARBIYAH (PGMI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PEKALONGAN
2013/2014
BAB
I
PENDAHULUAN
Sepeninggal Ali bin Abu Thalib gubernur Syam tampil
sebagai penguasa Islam yang kuat. Masa kekuasaannya merupakan awal kedaulatan
Bani Umayah. Keberhasilan Muawiyah dalam meraih jabatan khalifah dan membangun
pemerintahan Bani Umayah bukan hanya akibat dari kemenangan diplomasi di
Shiffin dan terbunuhnya Khalifah Ali saja, melainkan merupakan hasil akhir dari
peristiwa-peristiwa politik yang dihadapinya dan karir politiknya yang cukup
cemerlang. Jika dirunut secara kronologis, keberhasilan Muawiyah
dilatar-belakangi oleh beberapa faktor dan peristiwa politik sebagai berikut.
Pertama, sejak masa kekhalifahan Umar bin
al-Khattab, kepribadian dan kematangan karir politiknya sudah nampak. Pada masa
itu, ia diangkat menjadi gubernur Syam menggantikan Abu Ubaidah dan saudaranya,
Yazid bin Muawiyah, yang meninggal dunia akibat serangan wabah penyakit yang
sangat ganas. Dengan usianya yang masih muda, dia adalah politikus
berpengalaman, dia tahu segala liku-liku persoalan. Karena itu, kedudukan
Muawiyah sebagai gubernur ini terus bertahan hingga kekhalifahan Usman bin
Affan dan awal kekhalifahan Ali bin Abu Thalib.
Kedua, pada awal pemerintahan Ali bin Abu Thalib,
Muawiyah diminta untuk meletakkan jabatan, tetapi ia menolaknya. Bahkan ia
tidak mengakui kekhalifahan Ali dan memanfaatkan peristiwa berdarah yang
menimpa Usman bin Affan untuk menjatuhkan legalitas kekuasaan Ali dengan
membangkitkan kemarahan rakyat dan menuduh Ali sebagai orang yang mendalangi
pembunuhan Usman, jika Ali tidak dapat menemukan dan menghukum pembunuh yang
sesungguhnya.
Ketiga, desakan Muawiyah tersebut mengakibatkan
terjadinya pertempuran sengit antara pihaknya dan pihak Ali sebagai khalifah di
kota tua Shiffin yang berakhir dengan proses tahkim (arbitrase) pada tahun 37
H.
Dengan catatan kronologi di atas, Muawiyah pun
mampu mengambil alih kuasa kekhalifahan dari tangan pendukung Ali dengan
langkah-langkah yang menunjukkan bahwa dia-lah politikus hebat, cakap, dan
berpengalaman. Meskipun tak bisa dipungkiri juga akan segala modus kelicikan
yang beliau lakukan demi sebuah tampuk kepemimpinan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Berdirinya Dinasti Umayyah
Salah
satu Dinasti penting yang ikut mewarnai sejarah peradaban Islam adalah Dinasti
Umayyah. Dinasti ini berdiri pada tahun 661 M, dan berakhir tahun 750 M.
Meskipun Dinasti ini kurang dari satu abad tapi pencapaian ekspansi sangat
luas. Ini merupakan kemenangan yang sangat menakjubkan dari suatu bangsa yang
sebelumnya tidak pernah mempunyai pengalaman politik yang memadai.
Pendiri
Dinasti Umayyah adalah Muawiyah ibn Abi Sofyan. Muawiyah lahir 4 tahun sebelum
Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul, ada juga yang mengatakan 2 tahun sebelum
diangkat menjadi Rasul atau 15 tahun sebelum Nabi Hijrah. Ia memeluk Islam
dalam usia yang masih muda. Muawiyah termasuk sahabat dekat dengan Rasulullah. Muawiyah
mendapat kepercayaan dari Rasul untuk menulis Al-Qur’an dan pernah ikut bersama
Rasul hijrah ke Madinah.
Setelah
Usman dibunuh dan Ali dibaiat menjadi Kholifah, Muawiyah yang merupakan oposisi
menjadi musuh dan lawan kekuasaan Ali. Apalagi tuntutan terhadap penyelesaian
pembunuhan Usman tidak berasil dibongkar oleh Ali. Ia terus melakukan
perlawanan setelah peristiwa tahkim yang dikabulkan oleh Ali. Tahkim menjadi
siasat politisasi Muawiyah untuk memenangkan pertarungan melawan Ali.
Selanjutnya tahkim memunculkan kubu baru yaitu Khawarij, yang keluar dari kubu
Ali. Kemenangan dalam tahkim menyebabkan Muawiyah terus mengembangkan
perlawanan terhadap Ali. Muawiyah menyerbu Kufah (Irak) dan Yerussalem yang
menjadi pusat kekuasaan Ali.
Ali
kemudian dibunuh oleh Abdurrahman ibn Muljam. Sepeninggal Ali, sebenarnya
masyarakat beramai-ramai membaiat Hasan putra Ali menjadi Khalifah. Tapi Hasan
memang kurang berminat menjadi khalifah. Karena itu Hasan berkuasa selama
beberapa bulan, dan Muawiyah meminta agar jabatan khalifah diberikan kepadanya.
Hasan dengan memberikan beberapa persyaratan, dengan rela jabatan itu diberikan
kepada Muawiyah. Peristiwa ini kemudian disebut dengan istilah amul jama’ah atau tahun persatuan umat
islam. Sejak saat itu, Muawiyah resmi menjadi khalifah baru umat Islam yang
berpusat di Damaskus. Pergantian pemimpin dalam Dinasti Umayyah dilakukan
secara turun temurun atau monarchi heridetis. Hal ini terlihat sebelum Muawiyah
meninggal, ia sudah menyiapkan Yazid ibn Muawiyah sebagai putra mahkota
menggantikan dirinya. Muawiyah sebagai khalifah pertama dinasti ini dan dialah
pendiri dan pembina dari dinasti Umayyah ini.[1]
B.
Para
Khalifah Dinasti Umayyah
Masa
kekuasaan dinasti Umayyah selama 90 tahun dan sekurang-kurangnya ada 14
Khalifah. Khalifah yang pertama adalah Muawiyah ibn Abi Sofyan dan yang
terakhir adalah Marwan ibn Muhammad. Adapun urutan khalifah dinasti Umayyah
adalah:
1.
Muawiyah I bin Abi Sofyan 41-60 H/661-679 M
2.
Yazid I bin Muawiyah 60-64 H/ 679-683 M
3.
Muawiyah II bin Yazid 64 H/683 M
4.
Marwan I bin Hakam 64-65 H/683-684 M
5.
Abdul Malik bin Marwan 65-86 H/684-705 M
6.
Al-Walid I bin Abdul Malik 86-96 H/705-714 M
7.
Sulaiman bin Abdul Malik 96-99 H/714-717 M
8.
Umar bin Abdul Aziz 99-101 H/717-719 M
9.
Yazid II bin Abdul Malik 101-105 H/719-723 M
10. Hisyam
bin Abdul Malik 105-125
H/723-742 M
11. Al-Walid
II bin Yazid II 125-126
H/742-743 M
12. Yazid
bin Walid bin Malik 126
H/743 M
13. Ibrahim
bin Walid II 126-127
H/743-744 M
14. Marwan
II bin Muhammad 127-132
H/744-750 M
Menurut
para sejarawan umumnya sependapat bahwa para khalifah terbesar dari Daulah Bani
Umayyah ialah Muawiyah, Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz, dan Hisyam bin Abdul
Malik.
1.
Muawiyah ibn Abi Sufyan (41-60 H/ 661-689
M)
Muawiyah
dianggap sebagai pendiri Dinasti Umayyah dan sebagai khalifah pertama. Muawiyah
diangkat sebagai khalifah Dinasti Umayyah di Iliya’ (Yerussalem) pada 40 H/ 660
M. Ibu kota negara di pindahkan dari Kufah ke Damaskus. Sistem pemerintahan
yang ia jalankan adalah sistem monarkhi (turun temurun). Hal ini dipengaruhi
oleh sistem pemerintahan yang ada di Persia dan Byzantium. Muawiyah memerintah
selama 90 tahun, dan banyak melakukan jasa-jasa untuk kemajuan Dinasti Umayyah.
Jasa-jasa itu adalah:
a.
Berhasil menyingkirkan kelompok Ali dan
golongan oposisi;
b.
Perluasan wilayah:
- Barat
Laut: Byzantium
- Timur:
Kabul, Kandahar, Bukhara, Samarkand dan Tirmiz;
c.
Membangun angkatan laut islam.[2]
d.
Mengadakan dinas pos kilat dengan
menggunakan kuda-kuda yang selalu siap di tiap pos;
e.
Mendirikan kantor Cap (pecetakan mata
uang).
Muawiyah
wafat pada tahun 60 H di Damaskus karena sakit dan kemudian digantikan oleh
anaknya Yazid bin Muawiyah.[3]
2.
Yazid bin Muawiyah/Yazid I (60-64
H/680-683 M)
Husein
putra Ali tidak mengakui ke khalifahan Yazid. Maka terjadilah pertempuran yang
terkenal di Karbala yang menewaskan Husein. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke
Yazid di Damaskus dan kemudian ia dikuburkan di Karbala. Peristiwa ini menjadi
awal pertumbuhan mazhab syiah.[4]
Ia
menghadapi para pemberontak di Makkah dan Madinah dengan keras. Dinding Ka’bah
runtuh karena terkena lemparan manjaniq (alat pelempar batu). Terjadilah
bentrok fisik antara pasukan yang dikirim oleh Yazid yang dipimpin Muslim bin
Uqbah Al Murri dan penduduk Madinah yang di latar belakangi oleh pemberontakan
penduduk Madinah terhadap Yazid dan memecatnya kemudian mengangkat Abdullah bin
Hanzalah dari kaum Anshar. Mereka juga memenjarakan kaum Umayyah di Madinah dan
mengusirnya dari Madinah. Peperangan ini terjadi di Al-Harrah yang dimenangkan
oleh pasukan Yazid pada tahun 63 H.
Sedangkan
sebagian dari penduduk Makkah membaiat Abdullah bin Zubair sebagai khalifah.
Maka pasukan Yazid meneruskan perjalanannya ke Makkah untuk menguasainya.
Abdullah bin zuzbair selamat dari gempuran pasukan Yazid sedangkan Yazid wafat.
Yazid wafat pada tahun 64 H setelah memerintah 4 tahun.[5]
3.
Abdul Malik ibn Marwan (65-86 H/685-705
M)
Periode
ini merupakan periode keemasan Bani Umayyah. Pembaruan-pembaruan banyak
dilakukan dalam masa ini antara lain:
a.
Bahasa Arab digunakan sebagai bahasa
resmi Negara.
b.
Mencetak mata uang Arab dalam Dirham,
dinar dan flas.
c.
Mendirikan kas Negara di Damaskus.
d.
Memperbarui Qawaid. Meningkatkan
pelayanan pos dan komunikasi.
e.
Memperbarui perpajakan.
f.
Pertama kali dalam sejarah Arab, tulisan
menggunakan titik (.) dan koma (,).[6]
Khalifah
Abdul Malik memerintah paling lama sekitar 21 tahun ditopang oleh para
pembantunya yang juga termasuk orang kuat dan menjadi kepercayaannya yaitu
Al-Hajjaj bin Yusuf, gubernur Hijaz setelah menundukkan Abdullah bin Zubair dan
Abdul Aziz (gubernur Mesir). Khalifah Abdul Malik wafat tahun 86 H dan
digantikan oleh putranya Al-Walid.[7]
4.
Al-Walid ibn Abdul Malik/Al-Walid I
(86-96 H/705-715)
Masa
pemerintahan Walid adalah masa masa ketentraman, kemakmuran dan ketertiban.
Pada masa pemerintahannya tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara
menuju wilayah Barat Daya (dipimpin oleh Musa bin Nasair), benua Eropa yaitu
pada tahun 711 M, Asia Tengah (dipimpin oleh panglima Qutaibah), Indo-Pakistan
(anak benua India), Spanyol (dipimpin oleh Tariq bin Ziyad). Setelah Aljazair
dan Maroko dapat ditaklukkan, Tariq bin Ziyad dengan pasukannya menyeberangi
selat yang memisahkan antara Maroko dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu
tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq). Ibu kota
Spanyol, kordova dapat dikuasai dengan cepat. Kota-kota lain seperti Seville,
Elvira dan Toledo dijadikan ibu kota Spanyol yang baru.
Pembangunan
besar-besaran juga terrjadi pada masa Al-Walid diantaranya:
a.
Pembangunan Armada laut dan Armada
udara;
b.
Pembangunan Madrasah dan sekolah
kedokteran;
c.
Pembangunan pusat-pusat kajian Islam
(Al-Qur’an dan Hadits) di Makkah, Madinah, Basrah, Kufah dan tempat-tempat
lain;
d.
Pembangunan masjid Al-Amawi di Damaskus.
Khalifah
Al-Walid memerintah selama kurang lebih 10 tahun, wafat tahun 96 H.[8]
5.
Umar ibn Abdul Aziz (99-101 H/717-720 M)
Ketika
dinobatkan sebagai khalifah, dia menyatakan bahwa memperbaiki dan meningkatkan
negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik daripada menambah
perluasannya. Prioritas utama Umar ibn Abdul Aziz adalah pembangunan dalam
negeri. Umar ibn Abdul Aziz berhasil menjalin hubungan baik dengan golongan
Syi’ah, menghentikan peperangan dan mencegah caci maki terhadap khalifah Ali
bin Abi Thalib dalam khotbah Jum’at.
Umar
ibn Abdul Aziz menaikkan gaji para gubernurnya, meratakan kemakmuran dengan
memberi santunan kepada fakir dan miskin, dan memperbarui dinas pos. Ia juga
mengurangi beban pajak. Dia memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk
beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya. Kedudukan orang-orang
non-Arab disamakan dengan orang-orang Arab.
Khalifah
Umar meninggal tahun 101 H dan digantikan oleh Yazid ibn Abdul Malik.[9]
6.
Hisyam ibn Abdul Malik (105-125
H/724-743 M)
Keadaan
Negara tidak berubah, malah terjadi keadaan yang serba kacau dan sangat tidak
aman disaat Hisyam memangku jabatan sebagai khalifah. Tetapi ia mempunyai ketetapan
kuat dalam menegakkan hukum. Ia mampu menaklukkan kembali daerah-daerah yang
lepas dari kekhalifahan Umayyah. Ekspansi yang dilakukan pada masa ini berhasil
menaklukkan Equitania dan Bordeaux. Serta terjadi pula gejolak yang dipelopori
oleh kaum Syi’ah yang bersekutu dengan kaum Abbasiyah.
C.
Masa
Kemajuan Dinasti Umayyah
Selama
90 tahun Bani Umayyah berkuasa, kemajuan telah dicapai dari berbagai bidang,
diantaranya:
a.
Perluasan Wilayah
Spanyol,
seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria, Palestina, sebagian daerah
Anatolia, Irak, Persia, Afganistan, India, dan negeri-negeri yang sekarang
dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgiztan yang termasuk Soviet Rusia.
Menurut
Prof. Ahmad Syalabi, penaklukkan militer di zaman Umayyah mencakup 3 front
penting, yaitu:
1)
Front melawan bangsa Romawi di Asia
Kecil dengan sasaran utama pengepungan ke ibu kota Konstantinopel dan
penyerangan ke pulau-pulau di Laut Tengah (Rhodes, Kreta, Cyprus, Sicilia,
pulau Award.
2)
Front Afrika Utara. Selain menundukkan
daerah hitam Afrika, pasukan muslim juga
menyeberangi Selat Gibraltar, lalu masuk ke Spanyol.
3)
Front Timur menghadapi wilayah yang
sangat luas, sehingga oprasi di jalur ini dibagi menjadi 2 arah. Yang satu
menuju ke Utara kedaerah-daerah di seberang Sungai Jihun. Sedangkan yang
lainnya ke arah Selatan menyusuri Sind, wilayah India bagian Barat.[10]
b.
Bidang Ekonomi
1)
Pembangunan prasarana dan masjid-masjid
di berbagai daerah.
2)
Pembangunan Doem of the Rock (Qubah
Al-Sahra) di atas masjid Al-Aqsha di Jerussalem.
3)
Pertanian berkembang dengan pesat
(gandum, padi, tebu, jeruk, kapas dan sebagainya).
4)
Industri kulit dan tenun mengalami
kemajuan.
5)
Kota-kota penting seperti Damaskus,
Baghdad dan Makkah menjadi pusat perdagangan yang sangat ramai.
6)
Membenahi jalan-jalan.
7)
Membangun rumah-rumah sakit.
c.
Bidang Administrasi
1)
Ibu kota umat Islam dipindah ke kota
Damaskus.
2)
Penggabungan beberapa propinsi.
3)
Pembentukan jabatan wasir.
4)
Pembentukan semacam petugas protokoler
(mengawal dan menyeleksi tamu yang akan berurusan dengan khalifah).
5)
Menyeleksi struktur pemerintahan lainnya
dengan menyusun beberapa diwan (departemen):
- Diwan
al-Jund (bagian ketentaraan)
- Diwan
al-Kharaj (mengurus perpajakan/keuangan)
- Diwan
al-Rasail wa al-Kitabah (menangani urusan persuratan)
- Diwan
al-Khatam (meregister dan mendokumentasikan arsip)
- Diwan
al-Barid (sama dengan dinas pos saat ini)
- Diwan
Asy-Syurtah (urusan keamanan dan ketertiban umum)
- Diwan
al-Qudat (urusan hukum dan kehakiman).[11]
d.
Bidang Peradaban
Menurut
Jurji Zaidan (George Zaidan) beberapa kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan
antara lain sebagai berikut:
1)
Pengembangan Bahasa Arab, menjadikan
bahasa Arab sebagai bahasa resmi dalam tata usaha Negara dan pemerintahan.
2)
Marbad Kota Pusat Kegiatan Ilmu, di kota
ini berkumpul para pujangga, filsuf, ulama, penyair, dan cendekiawan lainnya
sehingga diberi gelar Ukadz-nya Islam.
3)
Ilmu Qira’at, ilmu seni baca Al-Qur’an.
Ahli qira’at ternama yaitu Abdullah bin Qusair dan Ashim bin Abi Nujud.
4)
Ilmu Tafsir, pada masa perintisan ilmu
tafsir, ulama yang membukukan ilmu Tafsir yaitu Mujahid.
5)
Ilmu Hadits, para hadits yang termashur
pada masa Umayyah adalah Al-Auzai Abdurrahman bin Amru (w.159 H), Hasan Basri
(w.110 H), Ibnu Abu Malikah (119 H) dan Asya’bi Abu Amru Amir bin Syurahbil
(w.104 H).
6)
Ilmu Fiqh, diantara ahli fiqh yang
terkenal adalah Sa’ud bin Musib, Abu Bakar bin Abdurrahman, Qasim Ubaidillah,
Urwah dan Kharajah.
7)
Ilmu Nahwi, dibukukan ilmu Nahwu karena
bertambahnya orang-orang Ajam (non-Arab) yang masuk Islam sehingga keberadaan
bahasa Arab sangat dibutuhkan.
8)
Ilmu Jughrafi dan Tarikh
9)
Usaha Penerjemahan, yang mula-mula
melakukan usaha penerjemahan yaitu Khalid bin Yazid.[12]
D.
Masa
Kehancuran Dinasti Umayyah
Menurut
Dr. Badri Yatim ada beberapa factor yang yang menyebabkan kemunduran dan
kehancuran Bani Umayyah. yaitu antara lain:
1.
Sistem pergantian khalifah melalui garis
keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab, yang lebih menentukan
aspek senioritas, pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian
khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat dikalangan
anggota keluarga istana.
2.
Latar belakang terbentuknya Dinasti
Umayyah tidak dapat dipisahkan dari konflik politik yang terjadi di masa Ali.
Sisa-sisa Syi’ah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan
oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara
tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah.
3.
Pada masa kekuasaan Bani Umayyah,
pertentangan etnis antara suku Arabia
Utara (Bani Qais) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak
zaman sebelum Islam semakin meruncing.
4.
Lemahnya pemerintahan daulah Bani
Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah dilingkungan istana sehingga
anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka
mewarisi kekuasaan.
5.
Penyebab langsung runtuhnya kekuasaan
Dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh
keturunan Al Abbas bin Abbas Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh
oleh Bani Hasyim dan golongan Syi’ah. Dan kaum Mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintah Bani Umayyah.[13]
Dinasti
Umayyah pasca wafatnya Umar bin Abdul Aziz berangsur-angsur melemah dan
akhirnya hancur. Bani Umayyah diruntuhkan oleh Bani Abbasiyah pada tahun 127
H/744 M, pada masa khalifah Marwan bin Muhammad.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari makalah
diatas dapat disimpulkan bahwa Dinasti ini berdiri pada tahun 661 M, dan
berakhir tahun 750 M. Pendiri Dinasti Umayyah adalah Muawiyah bin Abi Sofyan
yang juga merupakan khalifah pertama Bani Umayyah. Bani Umayyah berdiri selama
90 tahun dan sekurang-kurangnya ada 14 khalifah yang memimpin. Menurut para
sejarawan umumnya sependapat bahwa para khalifah terbesar dari Daulah Bani
Umayyah ialah Muawiyah, Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz, dan Hisyam bin Abdul
Malik. Selama 90 tahun Bani Umayyah berkuasa, kemajuan telah dicapai dari
berbagai bidang, diantaranya: perluasan wilayah, bidang ekonomi, bidang
administrasi dan bidang peradaban.
Dinasti Umayyah
mengalami kemunduran karena penyelewengan dari sistem Demokrasi menjadi sistem
kerajaan, pengangkatan putra mahkota yang lebih dari satu, lemahnya
pemerintahan Daulah Bani Umayyah.
DAFTAR PUSTAKA
Fu’adi,
Imam. Sejarah Peradaban Islam. (Yogyakarta:
Teras, 2011).
Khoiriyah. Reorientasi Wawasan Sejarah Islam Dari Arab sebelum Islam hingga
Dinasti-dinasti Islam. (Yogyakarta: Teras, 2012).
Amin,
Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: AMZAH, 2010),
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam ; Dirasah Islamiyah II. (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2011)
[1] Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam, Cet. I (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 69.
[2]
Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam Dari Arab
sebelum Islam hingga Dinasti-dinasti Islam, Cet. I (Yogyakarta: Teras,
2012), hlm. 70.
[3]
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Cet. II
(Jakarta: AMZAH, 2010), hlm. 123.
[4]
Khoiriyah, Op. Cit, hlm.71.
[5] Samsul Munir Amin, Op. Cit, hlm. 123.
[6] Khoiriyah, Op. Cit, hlm.72.
[7] Samsul Munir Amin, Op. Cit, hlm.125.
[8] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam ; Dirasah Islamiyah II, Cet. 23 (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 43
[9] Badri Yatim, Op. Cit, hlm. 47.
[10] Samsul Munir Amin, Op. Cit, hlm. 130.
[11] Imam Fu’adi, Op. Cit, hlm.83.
[12] Samsul Munir Amin, Op. Cit, hlm. 133.
[13] Badri Yatim, Op. Cit, hlm.48.
No comments:
Post a Comment